Mohon tunggu...
RIDWAN HAFIDZ A.
RIDWAN HAFIDZ A. Mohon Tunggu... Lainnya - " AGAMA tanpa Ilmu Pengetahuan adalah buta. Dan Ilmu Pengetahuan tanpa AGAMA adalah lumpuh" -Albert Einstein

"TETAP SEMANGAT, USAHA TIDAK AKAN MENGKHIANATI HASIL"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Asuransi Syari'ah atau Asuransi Konvensional dan Mana yang Lebih Baik

24 Mei 2021   08:26 Diperbarui: 26 Mei 2021   22:45 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi besar dalam mengembangkan sektor perekonomian syari'ah. Perekonomian syari'ah di indonesia diproyeksikan akan terus mengalami perkembangan serta peningkatan melihat mayoritas penduduk indonesia beragama islam. Hal ini merupakan peluang pangsa pasar yang sangat besar bagi lembaga keuangan syariah. Namun bukan masalah gampang mengembangkan ekonomi syari'ah di indonesia. Dikarenakan  masih  rendahnya pengetahuan  dan  kesadaran  orang muslim terhadap  ekonomi  syariah.  Masyarakat masih terpakau dengan cara cepat dalam mencairkan dana, mereka tidak memikirkan apakah yang dilakukannya itu sesuai dengan ajaran islam atau tidak. Sehingga diperlukan  adanya  sosialisasi  dan  edukasi pada masyarakat.

          Secara tidak langsung indonesia berpeluang  untuk  menjadi Negara dengan perkembangan  dan  nilai  aset  Ekonomi Syariah  terbesar  di  dunia. Bukan sesuatu yang mudah untuk diwujudkan namun juga memiliki kemungkinan yang dapat ditangani. Perlunya kerjasama di semua kalangan baik dari pemerintah, akademisi, ulama, serta praktisi ekonomi sangat dibutuhkan dalam meningkatkan dan mengembangkan perekonomian syari'ah.

          Perbedaan yang mendasar dari perekonomian syari'ah dengan konvensional terletak pada ideologinya. Dimana perekonomian syari'ah berlandaskan pada hukum islam yakni Al-Qur'an dan Hadidt. Ekonoomi syariah dijalankan dengan prinsip islam serta dalam praktiknya tidak hanya untuk masalah perduniawian saja tetapi juga masalah akhirat. Sedangkan perekonomian konvensional berdasar pada akal  semata, dimana agama dikeluarkan dari pemikiran perekonomian konvensional. Dapat diartikan ekonomi konvensional  hanya  berorientasi  pada kehidupan  dunia  semata.

          Transaksi perekonomian syari'ah harus terhindar dari riba, gharar, dan maysir. Akad yang digunakan  dalam  ekonomi syariah tidak hanya mendatangkan keberkahan dan keuntungan  duniawi  berupa  materi,  tetapi juga  akan  menyelamatkan  umat  dari  api neraka. Sektor ekonomi syari'ah terbagi  atas sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank. Sektor industri keuangan non-bank meliputi perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga jasa keuangan khusus, dan lembaga keuangan mikro, yang dalam pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari'ah.

           Pada artikel ini akan lebih membahas mengenai asuransi syari'ah yang ada di indonesia dan sebelum masuk ke inti pembahasan akan sedikit mengulas mengenai sejarah asuransi di indonesia. Sejarah berdirinya asuransi syari'ah di indonesia tidak lepas dari berdirinya bank muamalat pada bulan juli 1992. Sejalan dengan berdirinya bank syari'ah pertama di indonesia yakni  bank muamalat muncul pemikiran baru dikalangan para ulama dan pakar ekonomi syari'ah untuk membuat asuransi syari'ah.

            Pada tanggal 27 juli 1993, dibentuklah Tim TEPATI (Tim Pembentukan Takaful Indonesia). Tim TEPATI diketuai oleh Rahmat Husen (mantan direksi tugu pratama) dengan penasihat Dr. Tabrani Ismail (yayasan abdi bangsa / ICMI). Tim TEPATI (Tim Pembentukan Takaful Indonesia) disponsori oleh Yayasan Abdi Bangsa (ICMI), Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Tugu Mandiri, dan Depkeu kala itu diwakili oleh Firdaus Djaelani dan Karnaen A. Perwataatmadja.

            Tim TEPATI diwakili oleh anggota inti pergi ke malaysia untuk mempelajari operasional asuransi syari'ah. Dimana oprasional asuransi syari'ah di malaysia sudah beroperasi sejak tahun 1984. Setelah melakukan berbagai persiapan pada tangal 24 februari 1994 berdirilah PT. Syarikat Takaful Indonesia. Selanjutnya disusul berdirinya anak perusahaan yaitu PT. Asuransi Takaful Keluarga (25 Agustus 1994) dan PT. Asuransi Takaful Umum (2 Juni 1995).

            Seiring berjalannya waktu, perkembangan perekonomian syari'ah sangat signifikan. Asuransi Syari'ah mengalami perkembangan yang bagus sejalan dengan berkembangnya bank-bank syari'ah yang mengalami peningkatan aset perbankan syari'ah serta lembaga keuangan lain yang jauh sebelumnya sudah berkembang di setiap daerah di indonesia.

            Total aset, investasi, dan kontribusi bruto asuransi syariah terus mengalami peningkatan dalam 5 (lima) tahun terakhir dari 2015 - 2019.  Hal ini menandakan asuransi syariah berpotensi untuk terus tumbuh secara positif. 

Sumber data Otoritas Jasa Keuangan 2019.

Sumber data Otoritas Jasa Keuangan 2019.
Sumber data Otoritas Jasa Keuangan 2019.
Sumber data Otoritas Jasa Keuangan 2019.
Sumber data Otoritas Jasa Keuangan 2019.
Sumber data Otoritas Jasa Keuangan 2019.
Sumber data Otoritas Jasa Keuangan 2019.
           Terdapat perbedaan antara Asuransi  Syariah  dengan Asuransi Konvensional. Dimana perbedaan yang ada terdapat keuntungan yang nyata yang dimiliki oleh Asuransi  Syariah. Perbedaan tersebut meliputi:
  • Asuransi syari'ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) sedangkan asuransi konvensional tidak memiliki. Dewan Pengawas  Syariah (DPS) betugas mengawasi  produk  yang dipasarkan  dan  pengelolaan investasi dananya. Dewan Pengawas Syari'ah  (DPS) juga mengawasi asuransi syari'ah agar tidak melanggar aturan syari'ah.
  • Akad  yang digunakan pada asuransi  syari'ah berdasarkan  tolong menolong, sedangkan  asuransi konvensional berdasarkan jual beli. Akad tolong menolong ini dapat diibaratkan anggota tubuh jika tangan sakit maka anggota tubuh lainnya juga merasakan. Jadi dalam asuransi syariah setiap peserta mengeluarkan dana kebajikan untuk digunakan membantu peserta lain jika peserta asuransi mengalami musibah.
  • Investasi dana pada asuransi syari'ah  berdasarkan  bagi  hasil (mudharabah), sedangkan  pada asuransi  konvensional  memakai bunga  (riba). Pada asuransi syariah dana yang dimiliki oleh peserta tetap menjadi dana peserta, kemudian oleh lembaga asuransi dapat dikelola dan keuntungan yang diperoleh akan dibagi antara lembaga asuransi dengan peserta sesuai proporsi yang  telah  ditentukan. Sedangkan asuransi konvensional,  dana  yang  terkumpul dari nasabah (premi) menjadi  milik perusahaan.  Sehingga,  perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya serta keuntungan akan sepenuhnya menjadi milik lembaga asuransi.
  • Asuransi syari'ah tidak mengenal dana hangus, sedangkan asuransi konvensional terdapat kebijakan tersebut. Jadi dalam asuransi syari'ah dana dapat diambil kembali, kecuali dana kebajikan (tabarru') yang diniatkan untuk kebajikan.

            Dapat disimpulkan perbedaan yang telah dijabarkan diatas jelas lebih menguntungkan asuransi syari'ah dibanding asuransi konvensional. Dari poin pertama sampai poin terakhir asuransi syariah tidak memberatkan pesertanya dan juga konsep yang digunakan benar-benar bertujuan untuk kesejahteraan peserta asuransi.

Sekian penjelasan yang dapat saya sampaikan, Terima kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun