Revisi UU Keimigrasian Indonesia
Pada tahun 2024, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 63 Tahun 2024 yang merupakan Revisi Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Perubahan ini mencakup 10 pasal yang diubah, diganti, atau ditambahkan untuk memperkuat sistem keimigrasian dan menyesuaikan dengan tantangan global serta kebutuhan domestik terkait keamanan dan penegakan hukum.
Dari sejumlah pasal yang diubah, terdapat enam pasal perubahan signifikan yang menarik perhatian publik dan pengamat hukum keimigrasian. Berikut adalah perubahan penting dalam revisi UU Keimigrasian:
1. Pasal 3 ayat (4)
Pejabat Imigrasi tertentu kini dilengkapi dengan senjata api dalam rangka penegakan hukum dan menjaga keamanan negara, sesuai dengan ketentuan undang-undang lainnya.
2. Pasal 24A
Dokumen Perjalanan Republik Indonesia, yang meliputi paspor dan surat perjalanan laksana paspor (SPLP), secara tegas dinyatakan sebagai bukti kewarganegaraan Indonesia.
3. Pasal 64 ayat (3)
Masa berlaku Izin Masuk Kembali (Multiple Re-Entry Permit/IMK) harus sama dan melekat dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap (ITAP), memastikan keselarasan dalam pengurusan izin bagi WNI atau orang asing yang tinggal di Indonesia secara tetap.
4. Pasal 72 ayat (1), (2), (3)
Dalam pengawasan orang asing, baik Imigrasi maupun Kepolisian memiliki kewenangan untuk meminta data orang asing dari pemberi akomodasi. Pemberi akomodasi diwajibkan memberikan data tersebut, dan proses ini dilakukan melalui koordinasi antara pihak Imigrasi dan Kepolisian, baik secara manual maupun elektronik.
5. Pasal 97 ayat (1)
Periode pencegahan seseorang untuk keluar dari wilayah Indonesia ditetapkan maksimal selama 6 bulan, dan dapat diperpanjang hingga maksimal 6 bulan lagi.
6. Pasal 102 ayat (1)
Ketentuan penangkalan seseorang untuk masuk ke wilayah Indonesia juga diatur lebih tegas, yaitu dengan durasi maksimal 10 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 10 tahun.
Analisis Perubahan Signifikan pada Pasal 24A
Salah satu perubahan yang cukup penting dalam revisi ini adalah penambahan Pasal 24A yang menyatakan bahwa Dokumen Perjalanan RI adalah bukti kewarganegaraan Indonesia. Ini merupakan penguatan dari aturan yang ada, khususnya yang sebelumnya diatur dalam Pasal 1 angka 15 UU 6/2011 yang mendefinisikan Dokumen Perjalanan RI mencakup paspor dan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).
Pertanyaan yang muncul dari perubahan ini adalah, apakah SPLP dapat dijadikan dasar sebagai bukti kewarganegaraan Indonesia? Dalam UU 6/2011, SPLP adalah dokumen pengganti paspor yang biasanya diberikan kepada WNI yang kehilangan paspor atau memerlukan perjalanan mendesak. Namun, SPLP sifatnya sementara dan tidak sepenuhnya menggantikan fungsi paspor secara penuh dalam hal identitas dan kewarganegaraan. Oleh karena itu, meskipun SPLP termasuk dalam Dokumen Perjalanan RI, keabsahannya sebagai bukti penuh kewarganegaraan dapat dipertanyakan, khususnya dalam situasi yang membutuhkan verifikasi lebih mendalam, mengingat paspor tetap menjadi dokumen utama yang diakui secara internasional sebagai bukti kewarganegaraan.
Secara keseluruhan, revisi ini memperkuat peran Imigrasi dalam menjaga keamanan dan mengelola mobilitas WNI serta orang asing di Indonesia, sekaligus memberikan kepastian hukum yang lebih jelas bagi semua pihak terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H