Pendahuluan
Sekarang ini masih ada segelintir orang-orang yang meragukan manfaat proyek-proyek infrastruktur yang sedang gencar dilaksanakan di Indonesia. Bahkan ada yang mengatakan itu sebagai proyek politis dan pencitraan semata. Khususnya setelah acara "ground breaking" proyek jalan tol Padang - Pekanbaru yang dilaksanakan pada hari Jumat yang lalu, di medsos beredar komentar-komentar negatip, tanpa data yang valid, kecuali sekedar copasdari beberapa media on line yang tidak kredibel.
Dengan gencarnya pembangunan proyek-proyek infrastruktur sekarang ini, khususnya proyek jalan tol, mereka berpendapat bahwa proyek-proyek tersebut hanya untuk sekedar pencitraan dan kelak hanya untuk bisa dinikmati orang-orang berduit, atau lebih spesifik hanya oleh orang-orang bermobil. Tidak ada manfaatnya untuk rakyat miskin. Sebab menurut pemahaman mereka, jalan tol hanya untuk dilalui kendaraan roda empat milik pribadi, bukan untuk rakyat yang naik angkot atau becak.
Padahal seperti kita ketahui, tujuan utama jalan tol/ bebas hambatan adalah sarana utama urat nadi ekonomi yang akan memperlancar:
1. distribusi barang, produk-produk pertanian dan pertambangan,
2. pariwisata, angkutan massal bis/ travel antar kota/ provinsi,
3. pembangunan sentra-sentra ekonomi yang merata di semua wilayah, dan lain-lain.
Mari kita bandingkan sejenak dengan Amerika Serikat (AS) dan RR China (RRC).
1. US Freeway & Toll Road System (Jalan bebas hambatan di Amerika Serikat).
Ide jalan bebas hambatan ('toll road' and 'freeway system') di AS dimulai pada tahun 1916, pada era pemerintahan Presiden Woodrow Wilson dengan diterbitkannya "Federal Aid Road Act of 1916".
Detail proyek dilanjutkan pada tahun 1938, pada masa pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt, yang selanjutnya diteruskan oleh Presiden Dwight Eisenhower setelah Perang Dunia II selesai.
Negara bagian Kansas diklaim sebagai negara bagian pertama yang mempunyai sistem jalan bebas hambatan di akhir tahun 1950 an. Jalan tersebut sekarang merupakan bagian dari jalan bebas hambatan I-70Â (Interstate-70).
Setelah 35 tahun berjalan, panjang total jalan bebas hambatan di AS mencapai 77.000 km, di luar jalan biasa dan "County roads". Jalan bebas hambatan tersebut diberi nomor ganjil untuk jalur Utara -- Selatan, misalnya I-5; I-95; I-87, dll, yang sudah pernah penulis lalui. Sementara untuk jalur Timur -- Barat diberi nomor genap, misalnya I-40; I-80; I-90, dan lain-lain, yang juga sudah pernah penulis lalui.
Selanjutnya jalan-jalan bebas hambatan tersebut dikembangkan sampai ke perbatasan Kanada di utara dan Meksiko di selatan.
Ekonomi AS tumbuh dengan pesat di atas 10% sejak jalan-jalan tersebut dioperasikan. Meski pun akhirnya pertumbuhan tersebut melambat sejak AS terlibat banyak perang di luar negaranya. Hanya berkisar 3,3% per tahun sejak 1980 sampai saat ini.
2. Express Way of China (Jalan bebas hambatan di RR China)
Jalan bebas hambatan di RR China (RRC) dimulai pada awal 1980 an di masa kepemimpinan Deng Xiaoping yang menggantikan Ketua Mao Zedong.Meski pun sebagai pemimpin sebuah negara komunis, Deng Xiaoping pada saat itu mempunya motto: "Menjadi Kaya adalah Mulia"(To be Rich is Glorius).
Maka sejak RRC memulai proyek-proyek raksasanya di bidang infrastruktur, termasuk jalan raya bebas hambatan, ekonominya melejit dengan pertumbuhan rata-rata di atas 10% mengalahkan semua negara maju di dunia. Sehingga RRC layak disebut satu-satunya negara dengan sistem ekonomi Sosialistis- Kapitalis.
Sampai akhir tahun 2017, panjang total jalan bebas hambatan di RRC adalah yang terpanjang di dunia, mencapai 136.000 km, melebihi semua panjang jalan bebas hambatan di AS.
Keberhasilan RRC dalam proyek-proyek infrastrukturnya telah menggenjot juga pertumbuhan ekonominya rata-rata di atas 10% pertahun. Pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia sampai sekarang ini.
Masalah Utang Terhadap Pembangunan Infrastruktur.
Selama masa-masa pembangunan infrastruktur tersebut, kedua negara, AS dan RRC, juga mengalami rasio pertumbuhan utang yang signifikan, rata-rata di atas 30% terhadap GDP nya (Government Debt to GDP Ratio).
Bahkan sekarang ini "Debt to GDP Ratio" RRC mencapai 42,6%, dan AS mencapai 106%. Sementara Indonesia hanya 26,9%, itu pun sudah banyak yang mempersoalkannya.
Selama pertumbuhan ekonomi suatu negara positip, pembangunan infrastruktur sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Pertumbuhan ekonomi itu artinya juga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mayarakat, meski pun tidak serta merta semua orang langsung dapat menikmatinya.
AS dan RRC rata-rata memerlukan waktu 30 -35 tahun untuk mencapai tingkat kemajuan ekonomi mereka, sampai kepada pencapaian seperti sekarang. Maka tidak pada tempatnya jika ada yang berpendapat bahwa tingkat kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia merosot, khususnya sejak tahun 2014. Data dan fakta dari institusi kredibel seperti BPS mau pun  Bank Dunia dan IMF misalnya, justru menunjukkan yang sebaliknya.Â
Penutup
Sebaiknya marilah kita membiasakan diri untuk melihat pembangunan yang sedang berjalan sekarang ini dari sisi yang positip. Memang akan selalu ada ekses negatip dari setiap proses pembangunan. Tetapi ekses yang kecil janganlah dijadikan sebagai pembenaran sudut pandang yang negatip untuk keseluruhan proses.Â
Pikiran positip membuat tubuh kita senantiasa sehat walafiat. Pikiran dan tindak tanduk positip juga bisa menjaga keharmonisan tatanan kehidupan bernegara yang aman, damai dan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H