Pada 22 Desember 2023, debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) Indonesia, Gibran Rakabuming, Cawapres nomor urut 2, menanyakan kepada Mahfud MD, Cawapres nomor urut 1, tentang konsep regulasi CCS di Indonesia.
Apa itu CCS?
Carbon Capture Storage (CCS) teknologi yang menangkap, memanfaatkan, dan menyimpan karbon dari sumber-sumber emisi, seperti pembangkit listrik dan industri.Â
Teknologi ini bertujuan untuk mencegah karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil masuk ke atmosfer dan meningkatkan suhu bumi.Â
Dengan demikian, CCS dapat membantu memitigasi dampak negatif perubahan iklim, seperti gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, badai, dan banjir.
Salah satu pemanfaatan karbon yang tertangkap adalah untuk meningkatkan produksi migas dengan cara menginjeksikan karbon ke dalam sumur-sumur minyak dan gas yang telah habis produksinya.Â
Hal ini dapat meningkatkan tekanan dan mengeluarkan sisa-sisa minyak dan gas yang masih tersimpan di dalam lapisan batuan.Â
Mengapa CCS penting bagi Indonesia?
Indonesia memiliki potensi besar untuk menerapkan teknologi CCS karena memiliki kapasitas penyimpanan CO2 potensial yang mencapai 400 hingga 600 gigaton.
Sebagai pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CCS, Indonesia telah Menyusun berbagai regulasi termasuk Permen ESDM 2/2023 tentang CCS di industri hulu migas, Perpres 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon, dan Peraturan OJK 14/2023 tentang perdagangan karbon melalui IDXCarbon.
Regulasi ini tidak hanya akan melegalkan menampung CO2 domestik tetapi juga menggali kerja sama internasional. Ini menandakan era baru bagi Indonesia, di mana CCS diakui sebagai "license to invest".
Dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Timor Leste, dan Australia juga bersaing berupaya menjadi pusat CCS regional, penting bagi Indonesia untuk memanfaatkan kesempatan ini sebagai pusat strategis dan geopolitik.Â
Inisiatif ini diharapkan tidak hanya membantu Indonesia dalam mencapai tujuan lingkungan global, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inovatif.
Bagaimana perkembangan proyek CCS di Indonesia?
Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini terdapat 16 proyek CCS/CCUS (carbon capture, utilization, and storage) di Indonesia dan semuanya masih dalam tahap studi atau persiapan.Â
Namun, sebagian besar proyek itu ditargetkan beroperasi sebelum 2030. Proyek Tangguh CCUS di Papua Barat menjadi salah satu proyek unggulan yang telah mendapat persetujuan POD (plan of development).
Proyek Tangguh CCUS merupakan proyek kerja sama antara Pemerintah Indonesia, BP, dan SKK Migas. Proyek ini akan menangkap CO2 dari gas alam yang diproduksi di Lapangan Tangguh dan menginjeksikannya ke dalam sumur-sumur migas yang telah habis produksinya.Â
Proyek ini diharapkan dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 3,6 juta ton per tahun, setara dengan menghilangkan 800.000 mobil dari jalan.
Namun implementasi CCS bukan tanpa tantangan, dari sisi teknis, misalnya, perlu ada jaminan bahwa setelah diinjeksikan, CO2 tidak keluar lagi atau bocor. Selain itu, saat CO2 berhubungan dengan air, maka akan bersifat korosif sehingga ada potensi kebocoran.
Dari sisi ekonomis, tantangannya ialah biaya tinggi untuk menginjeksikan CO2. Bagaimana agar biayanya tetap ekonomis. Pemerintah perlu mendorong skema insentif untuk menarik investasi di sektor ini.
Dengan terjadinya perubahan iklim, ke depan, CO2 yang dihasilkan harus disimpan agar tidak membuat temperatur bumi meningkat. Di sisi lain, hal itu juga akan menjadi bisnis tersendiri. Misalnya, industri migas tidak hanya bisnis migas, tetapi juga bisnis fasilitas untuk penyimpanan CO2.
Negara tetangga yang tidak punya reservoir migas. (CO2) mau disimpan mana? kalau dibuang keluar, akan dikenakan pajak oleh negaranya sendiri. Jadi, industri migas dapat diperlebar untuk carbon management.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H