Mohon tunggu...
M Ridhwan Suriawijaya
M Ridhwan Suriawijaya Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa dan kemajuan

Tentang konstribusi bukan caci maki

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

R.E Martadinata Pahlawan Pertahanan Laut Indonesia

29 Maret 2020   20:21 Diperbarui: 29 Maret 2020   20:29 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raden Eddy Martadinata atau yang dikenal dengan nama R.E Martadinata lahir di Bandung, Jawa Barat pada tangal 29 Maret tahun 1921. R.E Martadinata menjadi tokoh pahlawan Indonesia karena jasa yang begitu besar terhadap bangsa dan negara terkhususnya dalam pertahanan laut Indonesia dan melawan gerakan PKI pada saat itu. R.E Martadinata mempunyai 7 anak dari pasangan bernama Soetiarsih Soeraputra.

R.E Martadinata melakukan pendidikan menengah atas di AMS Jakarta yang lulus pada tahun 1941. Ketertarikan dalam pelayaran membuat R.E Martadinata melanjutkan pendidikannya di sekolah pelayaran Zeevart Technische School walau niat yang tinggi tidak dapat menyelesaikannya karena pendudukan Jepang. Lalu, R.E Martadinata mengikuti Pelayaran Tinggi sampai diangkat menjadi nakhoda kapal latih Dai28 Sakura Maru. Pada tahun 1945, R.E Martadinata berhasil gabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).

Perjuangan RE Martadinata dapat menghimpun para pemuda mantan siswa Pelayaran Tinggi yang berhasil merebut kapal jepang. Hal ini melanjutkan tekadnya untuk sama-sama membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) Laut Pusat yang berubah menjadi TKR Laut hingga perjalannya berubah menjadi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Banyak kontribusi R.E Martadinata telah berikan untuk ALRI.

Dalam aktif di ALRI, R.E Martadinata menjabat sebagai Kepala Staf Operasi V yang mempunyai perhatian khusus terhadap ALRI. Perhatiannya mengenai kedudukan dan pembagian tugas MBU yang menginginkan ALRI Yogyakarta dan Lawang dapat menyatukan diri dalam wadah markas besar ALRI yang tunggal. Usaha ini membentuklah Dewan Angkatan Laut (DAL) pada tahun 1947 yang bertugas menyelesaikan masalah ini.

KSAL Subijakto memberikan tugas kepada R.E Martadinata untuk mendirikan Sekolah Angkatan Laut (SAL) di Tegal dan penugasan selanjutnya sebagai kepala Special Operation (SO) sebagai lembaga pendidikan lanjutan untuk para pewira laut. Pendidikan tersebut bertujuan untuk memperssiapkan para pewira laut untuk dapat memimpin yang baik armada kapal cepat.

Tidak hanya disitu, R.E Martadinata ditunjuk sebagai wakil kepala staf AL Daerah Aceh yang sedang berlangsung pada saat itu terjadi agresi militer Belanda II yang bertugas dalam mengendalikan kegiatan yang mencakup untuk melaksanakan pendidikan dan mengkordinasikan kegiatan penyelundup senjata dari luar negeri untuk membantu perjuangan. Agresi karena ada konflik Indonesia dengan Belanda pasca kemerdekaan.

Pada tahun 1950, sosok pahlawan ini diangkat menjadi kepala staf komando daerah maritime Surabaya sekaligus menjadi komandan HRI Hang Tuah saat R.E Martadinata telah kembali ke jawa. Pengangkatan terjadi ketika sedang terjadi gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. Setelah itu Belanda menyerahkan peralatan perangnya termasuk kapal perang bernama RI Hang Tuah kepada angakatan perang RI.

Tiga tahun kemudian, Martadinata berkesempatan mengikuti pendidikan United States Navy Post Graduate School di Amerika Serikat pada tahun 1953. Selesainya mengikuti pendidikan tersebut, Martadinata mendapat tugas khusus selama tiga tahun di Italia untuk mengawasi kapal korvet kelas Almirante Clemente yang dipesan Indonesia . Pada kurun waktu tersebut ada tambahan tugas pula untuk mengawasi pembuatan kapal pesanan Indonesia di Yugoslavia.

Pada tahun 1959, terjadi suatu pergolakan dalam tubuh ALRI mengenai ketidakpuasan kepemimpinan KSAL pada saat itu yang bernama Laksamana Madya R. Soebijakto. Hal ini beberapa pewira termasuk Yos Soedarso menghadap Soekarno untuk mengajukan pergantian KSAL dengan damai. Pada awalnya genamun Srakan untuk mengganti KSAL tidak disetujui oleh Soekarno, namun soekarno mempertimbangkan kembali karena gerakan ini didukung sebagian besar staf.

Setelah itu, Soekarno memanggil Laksamana Madya Soebijakto untuk membicarakan pergantian KSAL dan Soekarno meminta saran pergantian tersebut kepada Soebijakto siapa yang layak menggantikannya. Soebijakto mengusulkan nama bernama R.E Martadinata menjadi KSAl karena dianggap kompeten dan netral. Setelah menjabat, R.E Martadinata sekuat tenaga berhasil mendamaikan kembali golongan-golongan yang berseteru sehingga ALRI tetap utuh.

R.E Martadinata yang menjabat sebagai KSAL yang kemudian diubah menjadi Menteri/Panglima Angkatan Laut. Saat itu ALRI mempunyai kekuatan yang sangat disegani di kawasan Asia Pasifik. Dengan disematkannya Trikora, ALRI membeli peralatan tempur dari Rusia seperti kapal penjelajah, kapal perusak, kapal  frigat, pesawat pembom torpedo, helicopter, dan kapal pendukung.

Pada tahun 1965, terjadi kembali pergolakan di dalam tubuh ALRI. Pola gerakan ini hampir sama para pewira menghadap Soekarno untuk menyampaikan laporan evaluasi mengenai kemerosotan ALRI. Namun, yang berbeda dalam gerakan ini terjadi pelanggaran militer yang sesuai saran Ahmad yani yang pada saat itu menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat. Para peira tersebut dikeluarkan dalam dinas Agkatan Laut.

Sebagai menteri/Panglima Angkatan Laut yang terjadi pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, Martadinata segera dengan tanggap memberikan suatu reaksi kutukan terhadap gerakan tersebut yang berkersama ALRI dengan AD untuk melawan dan menumpas gerakan berbahaya tersebut. Tindakan melawan gerakan tersebut ternyata kurang disetujui atau disenangi oleh soekarno sehingga dicopot jabatannya yang digantikan oleh Laksamana Muda Mulyadi pada saat itu.

Setelah tidak menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Laut, Martadinata diangkat menjadi Duta besar RI untuk Pakistan. Dalam rangka menyambut hari ulang tahun ABRI ke 21, Martadinata beserta tiga tamu asal Pakistan kembali ke Indonesia . Pada tanggal 6 Oktober 1966, mereka mengadakan perjalanan menggunakan helicopter milik ALRI yang ternyata dalam perjalanan menabrak bukit di ruing gunung, Jawa Barat. Pilot dan seluruh penumpang tewas termasuk R.E Martadinata.

Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional karena jasa dan berbagai pengabdiannya untuk Indonesia terkhususnya dalam pertahanan laut yang sangat berjasa dalam kemajuan pertahanan tersebut.Pahlawan kelahiran Jawa Barat ini mampu menjadi inspirasi bagi generasi muda dalam berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa dan teladannya menjadi  rujukan dalam pertahanan laut Indonesia.

M. Ridhwan Suriawijaya

Mahasiswa Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun