Pada tahun 1965, terjadi kembali pergolakan di dalam tubuh ALRI. Pola gerakan ini hampir sama para pewira menghadap Soekarno untuk menyampaikan laporan evaluasi mengenai kemerosotan ALRI. Namun, yang berbeda dalam gerakan ini terjadi pelanggaran militer yang sesuai saran Ahmad yani yang pada saat itu menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat. Para peira tersebut dikeluarkan dalam dinas Agkatan Laut.
Sebagai menteri/Panglima Angkatan Laut yang terjadi pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, Martadinata segera dengan tanggap memberikan suatu reaksi kutukan terhadap gerakan tersebut yang berkersama ALRI dengan AD untuk melawan dan menumpas gerakan berbahaya tersebut. Tindakan melawan gerakan tersebut ternyata kurang disetujui atau disenangi oleh soekarno sehingga dicopot jabatannya yang digantikan oleh Laksamana Muda Mulyadi pada saat itu.
Setelah tidak menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Laut, Martadinata diangkat menjadi Duta besar RI untuk Pakistan. Dalam rangka menyambut hari ulang tahun ABRI ke 21, Martadinata beserta tiga tamu asal Pakistan kembali ke Indonesia . Pada tanggal 6 Oktober 1966, mereka mengadakan perjalanan menggunakan helicopter milik ALRI yang ternyata dalam perjalanan menabrak bukit di ruing gunung, Jawa Barat. Pilot dan seluruh penumpang tewas termasuk R.E Martadinata.
Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional karena jasa dan berbagai pengabdiannya untuk Indonesia terkhususnya dalam pertahanan laut yang sangat berjasa dalam kemajuan pertahanan tersebut.Pahlawan kelahiran Jawa Barat ini mampu menjadi inspirasi bagi generasi muda dalam berjuang mempertahankan kedaulatan bangsa dan teladannya menjadi  rujukan dalam pertahanan laut Indonesia.
M. Ridhwan Suriawijaya
Mahasiswa Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H