Menurut kebiasaan, makan malam diadakan di rumah seorang hospita di jalan yang sama, beberapa buah rumah terpisah dari rumah tempat Dahlan Abdullah menyewa kamar.
Di tempat makan itu, Hatta bertemu dengan seorang mahasiswa hukum asal Palembang bernama Zainal Abidin. Hospita itu pandai memasak nasi dan menyiapkan Indische rijstaffel.
Oleh karena itu banyak banyak juga mahasiswa yang membayar makan malam di sana dengan tidak terikat. Tidak terikat karena mereka tidak wajib dan tidak setiap malam makan di sana.
Kalau mau makan di san sejam atau dua jam sebelum makan malam haru memberikan kabar. Hatta juga berkenalan dengan beberapa orang mahasiswa, di antaranya Ahmad Soebardjo dan Darmawan Mangoenkoesoemo.
Ahmad Soebardjo mahasiswa hukum baru saja sama-sama dengan Nazir Pamontjak lulus dari staatsexamen, ujian pendahuluan untuk dapat melanjutkan ke fakultas hukum.
Darmawan Mangoenkoesoemo adalah mahasiswa teknologi di Delft. Ia adalah seorang saudara muda dokter Tjipto Mangoenkoesoemo.
Selanjutnya mereka berkumpul di kediaman Soebardjo bersama dengan Maramis, Hermen Kartawisasta, Darmawan Mangoenkoesoemo, Dahlan Abdullah, dan Mohammad Hatta.
Lalu datang juga langsung dari rumahnya Samsi Sastrawidagda. Samsi jabatannya sama dengan Dahlan Abdullah.
Ia guru bantu, membantu Profesor Hazeu dalam bahasa Jawa. Pembicaraan malam itu berkisar kepada persoalan otonomi untuk Hindia Belanda. Di antara mereka yang banyak bicara adalah Nazir Pamontjak dan Darmawan yang pendiriannya radikal. Mereka tidak percaya kerjasama dengan Benlanda akan berhasil.
Sebagai seorang yang baru datang dari Tanah Air dan belum memiliki pengalaman di Nederland, Hatta memilih untuk diam dan mendengarkan saja. Diskusi itu berakhir kira-kira pukul 24.00 lewat sedikit.