Mohon tunggu...
Ridhowati Saputri
Ridhowati Saputri Mohon Tunggu... Freelancer - Saat ini bekerja sebagai penulis Lepas

Mantan Wartawan koran Harian di wilayah Probolinggo

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tantri-Hasan Berkasus Hukum, Politik Dinasti di Probolinggo Runtuh?

1 September 2021   15:27 Diperbarui: 1 September 2021   15:51 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RILIS COVID-19 : mantan Bupati probolinggo Puput Tantriana Sari menyampaikan rilis covid-19 pada bulan Mei 2020 di Pendopo Pemkab Probolinggo. (put)

Kasus Hukum yang menimpa Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari bersama suaminya yang merupakan anggota DPR RI, Hasan Aminudin kembali mengingatkan kita pada persoalan yang sama terjadi beberapa tahun lalu di Provinsi Banten. Saat itu kasus hukum mengguncang singasana kekuasaan Gubernur Ratu Atut Chosiyah.

Meskipun berbeda lokasi, namun kejadian yang dialami  Bupati Tantri dengan Gubernur Ratu Atut memiliki satu kesamaan yaitu ada tokoh utama yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat dan pemerintahan. Sebelum Tantri memimpin Kabupaten Probolinggo ada sosok Hasan Aminudin sebagai Bupati Sebelumnya.

Sedangkan dibalik sosok Ratu Atut Chosiyah, ada ayahnya yang dikenal sebagai jawara dari banten. Dinasti Atut terbentuk saat Atut terpilih sebagai Gubernur dan diikuti oleh kerabat dan saudaranya yang lain yang masuk ke jalur pemerintahan melalui Proses Pemilihan umum secara langsung. Kedua pemimpin perempuan ini telah diidentikkan sebagai bagian dari Dinasti Politik di Indonesia. Meskipun banyak yang menentang politik dinasti, faktanya tidak ada payung hukum yang kuat untuk mencegah hal tersebut.

Kembali ke persoalan hukum yang saat ini dialami oleh Bupati Tantri dan suaminya yang anggota DPR RI Hasan Aminudin terkait suap untuk posisi Pejabat Kepala Desa. Pertanyaannya adalah apakah dengan kasus ini bisa menghancurkan singasana kekuasan politik dinasti yang dibangun Hasan Aminudin ?

Saya melihat masih belum pasti politik dinasti ini akan runtuh. Jika sistem ini ini berkaitan dengan posisi sebagai kepala daerah, saat ini Tantri memang jatuh. Namun jika politik dinasti ini berkaitan dengan pengaruh kekuasaan di Masyarakat, maka perlu dilakukan analisa terhadap  perilaku masyarakat dengan adanya perubahan dalam tampuk kekuasaan dinasti Hasan-Tantri. 

Jika perilaku masyarakat di Probolinggo sama dengan masyarakat Banten, maka tidak menutup kemungkinan pengaruh politik dinasti  Hasan dan Tantri akan bertahan walau pun kursi kekuasaan memang tak lagi dalam genggaman. 

Karena yang terjadi di provinsi Banten, pasca kasus korupsi yang dialami oleh Ratu Atut Chosiyah, Andika Hazrumy terpilih sebagai wakil Gubernur banten dengan masa jabatan dari 2017-2022. Artinya keluarga dinasti Ratu Atut Chosiyah masih dipercaya masyarakat untuk masuk dalam birokrasi pemerintahan. Terlepas dari kasus Tindak Pidana korupsi  yang dilakukan ibunya.

Tidak berbeda jauh dari kasus di Banten dan Kabupaten Probolinggo, politik dinasti juga terjadi di Kabupaten Bangkalan dengan Dinasti keluarga RKH Fuad Amin Imron.  Meskipun divonis bersalah karena kasus korupsi pada tahun 2015, faktanya Abdul Latif Amin Imron, adik kandung Fuad Amin terpilih menjadi bupati bangkalan pada tahun 2018.

 Jika melihat studi kasus di Banten dan Bangkalan, masyarakat masih percaya pada politik dinasti terlepas dari kasus korupsi yang menjerat kepala daerah yang berkuasa. Sedangkan di Kabupaten probolinggo hanya bisa dipastikan saat proses pemilu tahun 2024. Sampai saat itu tiba, maka segala sesuatunya masih bersifat analisa, prediksi dan perkiraan semata. Masyarakat Probolinggo lah yang akan memilih tetap bertahan dengan politik dinasti Hasan-Tantri atau mencari sosok baru yang menurut mereka lebih baik.

Kekuatan Tokoh Utama

Jika belajar dari kasus yang terjadi di Banten dan Bangkalan bisa terlihat bahwa masyarakat setempat masih terpengaruh dengan tokoh utama  dari politik dinasti. Jika di Banten, pengaruh kuat bukan berasal dari Ratu Atut melainkan dari ayahnya Tubagus  Chasan Chohib. Meskipun bukan seorang mantan bupati, namun sosoknya dikenal sebagai jawara dan pengusaha Banten.

Sedangkan di Bangkalan, Masyarakat Bangkalan masih menganggap  Fuad Amin sebagai tokoh yang berpengaruh. Selain berasal dari keluarga Kiai, Fuad Amin juga berpengalaman dalam hal politik dengan berkesempatan menjadi ketua DPRD Bangkalan.

Sedangkan Dinasti Hasan-Tantri, figur kuat bukan pada sosok Bupati Tantri melainkan pada suaminya, Hasan Aminudin. Tantri sebenarnya adalah sosok baru di kabupaten Probolinggo tepatnya pada kisaran 2012-2013. Sebelum akhirnya menikah dengan Hasan Aminudin dan mencalonkan diri sebagai Bupati pada tahun 2013.

Tokoh utamanya adalah Hasan Aminudin yang berkiprah secara resmi sebagai anggota DPRD sejak 1992. Artinya kiprah politik Hasan telah terbentuk sejak 29 tahun lalu. Bahkan bisa lebih lama lagi mengingat aktifitas organisasi sebelumnya lebih panjang.

29 tahun berpolitik, 10 tahun menjabat sebagai Bupati probolinggo, bahkan menjadikan istrinya sebagai Bupati bukan waktu yang singkat untuk menanamkan pengaruh dan kekuasan kepada masyarakat serta sistem birokrasi di lingkungan pemerintahannya. Bisa jadi ketika KPK menangkap pasangan suami istri, tampuk kewenangannya sebagai kepala  pemerintah daerah runtuh. 

Menurut Soerjono Soekanto dalam Sosiologi suatu pengantar, Beda antara kekuaaan dan wewenang (authority atau legalized Power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.

Pengakuan dari masyarakat ini berupa hasil proses pemilihan umum yang menjadikan Puput Tantrianasari-Timbul Prihanjoko sebagai Bupati dan Wakil Bupati. Saat ini kewenangan Tantri sebagai bupati telah dilepas dan digantikan oleh plt yaitu wakil Bupati Timbul Prihanjoko. Namun kekuasaan dalam hal ini kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain yang dimiliki oleh Hasan Aminudin belum tentu lepas. 

Selama belum ada sosok baru di wilayah Kabupaten Probolinggo yang bisa menggantikan figur Hasan Aminudin, sulit untuk memprediksi jalannya politik dinasti Hasan-Tantri bisa runtuh atau tidak. Boleh jadi suara masyarakat Kabupaten probolinggo yang disampaikan di media sosial seperti Facebook bergembira dengan penangkapan Hasan-Tantri, namun penggunaan akses komunikasi digital seperti penggunaan media sosial di kabupaten Probolinggo belum merata.

Akses penggunaan alat komunikasi digital seperti ponsel android, media sosial, lebih terkonsentrasi di daerah pantura seperti Sumberasih-Tongas, Dringu sampai Paiton. Sedangkan daerah selatan seperti Sumber, Tiris, Kuripan  akses komunikasi media sosial terbatas. Jadi suara masyarakat di Media sosial belum bisa mewakili bagaimana sikap warga kabupaten Probolinggo secara nyata dengan penangkapan Bupati dan mantan Bupati probolinggo.

Bagi rival Hasan-Tantri yang ingin bersiap menghadapi pemilu 2024 nanti, yang diperlukan untuk menghadapi peristiwa penangkapan Hasan-Tantri bukan dengan cara melakukan syukuran yang ekstrim. Namun lebih baik untuk mempersiapkan  tokoh yang siap bersaing di pemilu 2024 untuk berkompetisi dengan siapapun calon yang diajukan oleh Keluarga Hasan-Tantri.

Mempersiapkan figure ini bukan hal yang mudah. Pendekatan melalui kampanye media seperti baliho bukan cara yang efektif untuk mencari suara ke masyarakat terutama di masa pandemi seperti saat ini. Bahkan bisa jadi kampanye media  seperti baliho akan mengundang cibiran dari masyarakat.

Bagi siapapun calon Bupati yang akan diusung dari keluarga Hasan-Tantri (Jika berencana mengusung), kasus penangkapan Hasan-Tantri bisa menjadi tantangan untuk meraih dukungan suara. Namun figur Hasan Aminudin masih tetap akan "menjual" di masyarakat terutama di kalangan yang sifatnya masih tradisional. Kalangan yang sifatnya tradisional ini seperti kalangan santri yang umumnya masih tunduk dengan "dawuh" kiai. Mau pun masyarakat yang belum terakses dengan media sosial. 

Tulisan ini hanya bersifat analisa peristiwa pasca penangkapan Hasan Aminudin-Puput Tantriana Sari dengan melihat karakteristik masyarakat di Kabupaten probolinggo. Karakternya hampir sama dengan karakter orang indonesia umumnya yang cenderung terpengaruh dengan figur tokoh. Terutama tokoh-tokoh yang memiliki kedekatan atau berhubungan dengan kalangan agamis seperti Pondok pesantren, ormas keagamaan masih lebih dihargai  di mata masyarakat. 

Namun satu hal yang pasti, keberadaan politik dinasti di probolinggo sangat bergantung dari masyarakatnya. Hasilnya seperti apa, Rakyat Kabupaten Probolinggo yang akan memberikan kepastian pada tahun 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun