Mohon tunggu...
Ridho Rasyanda
Ridho Rasyanda Mohon Tunggu... -

Part-time Writer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Peluang Penerbitan Obligasi Jawa Barat dan Pembelajaran dari Negeri Seberang

17 Desember 2015   02:17 Diperbarui: 17 Desember 2015   10:29 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan populasi penduduk tertinggi per tahun 2015 dengan tingkat perkembangan infrastruktur yang merupakan salah satu yang tercepat dan terbesar di Indonesia. Dengan visi pembangunan “Dengan Iman dan Takwa, Provinsi Jawa Barat Termaju di Indonesia“ yang diusung sedari tahun 2005 hingga tahun 2025 menunjukkan bahwa pemerintah Jawa Barat sangatlah serius dalam memajukan pembangunan dan perkembangan wilayah di segala lini baik dari aspek sumber daya manusia, aspek ekonomi, aspek pemerintahan, serta aspek sosial.

Menginjak era dengan perputaran arus ekonomi yang sangat tinggi seperti sekarang ini, penggunaan dana pusat dan daerah sebagai dana utama untuk membiayai sebuah pembangunan dirasa mulai memberatkan kas keuangan daerah mengingat terbatasnya anggaran dan juga kemungkinan munculnya dana-dana eksternal yang tidak terdaftar dalam rincian dana anggaran.

Oleh karena itu, pembiayaan dengan cara non-konvensional baik pembiayaan melalui pendapatan, pembiayaan melalui hutang, dan pembiayaan melalui kekayaan dirasa mampu menjadi alternatif yang jitu untuk menambal atau bahkan membiayai sepenuhnya suatu pembangunan guna memajukan daerah. Begitu pula yang coba dilakukan oleh pemerintah Jawa Barat untuk memuluskan langkahnya dalam proses percepatan pembangunan infrastruktur di wilayahnya. Pilihan yang kemudian coba ditempuh oleh pemerintah Jawa Barat adalah cara pembiayaan non-konvensional melalui pembiayaan melalui hutang, yang jatuh kepada obligasi.

Ilustrasi - penjualan obligasi pemerintah (Kompas)

Menurut Riyanto (1977 : 128), obligasi adalah suatu pengakuan hutang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan atau lembaga-lembaga lain sebagai pihak yang berhutang yang mempunyai nilai nominal tertentu dan kesanggupan untuk membayar bunga secara periodik atas dasar persentase tertentu yang tetap. Saat ini, obligasi dianggap sebagai salah satu sumber pembiayaan alternatif yang tepat dikarenakan dana yang cepat keluar dan cicilan yang ringan, yang mana disesuaikan dengan suku bunga yang berlaku.

Pada prosesnya, rencana pelaksanaan obligasi akan sesegera mungkin dirampungkan yaitu per Januari 2016, dimana nilai obligasi yang dikeluarkan diprediksi mencapai Rp. 8 Triliun. Nantinya, dana tersebut akan digunakan untuk mendanai sejumlah proyek di Jawa Barat seperti Bandar Udara Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka, tol Gedebage-Tasikmalaya, tol Sukabumi-Ciranjang, dan tol Cisumdawu (Cileunyi, Sumedang, Dawuan). Menariknya, nilai ini naik dua kali lipat dari rencana awal sebesar Rp. 4 Triliun.

Adapun tenor atau jangka waktu surat obligasi yang diterbitkan adalah selama 10 tahun yang mana pemberian tenor dilakukan dengan mempertimbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang nantinya akan dipergunakan untuk mengembalikan dana obligasi kepada investor berikut yield yang belum ditentukan. Namun, apabila PAD tidak meningkat, maka menerbitkan obligasi akan seperti bumerang mengingat hal ini merupakan investasi jangka panjang.

Agar proses penerbitan surat obligasi berjalan sesuai dengan kebijakan dan regulasi yang ada, pemerintah Jawa Barat tentunya dapat menjadikan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 111 Tahu 2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah sebagai pedoman umum dalam pelaksanaan lebih lanjut ke depannya.

Bak gayung bersambut, penerbitan surat obligasi ini diyakini diminati oleh banyak investor, yang mana investor yang benar-benar menyatakan keseriusannya adalah International Finance Corporation (IFC) selaku anak usaha dari Bank Dunia. IFC adalah lembaga keuangan internasional yang didirikan sebagai afiliasi Bank Dunia yang memiliki tujan membantu pembiayaan pembangunan negara-negara anggota yang belum maju atau kategori berkembang melalui pemberian pinjaman dan/atau penyertaan pada sektor swasta, tepatnya didirikan pada tahun 1956.

Indonesia sendiri sebenarnya telah bergabung menjadi anggota IFC sejak tahun 1968. Diharapkan, proses ‘supply’ yang akan dilakukan oleh IFC mampu memenuhi ‘demand’ yang dibutuhkan oleh pemerintah Jawa Barat.

Berangkat dari kacamata penulis, Jawa Barat sudah barang tentu boleh menepuk dada mengingat ini merupakan pertama kalinya sebuah provinsi di Indonesia mampu menerbitkan obligasi daerah. Apabila berhasil, hal ini akan menjadi semacam pintu gerbang ataupun angin segar bagi provinsi-provinsi lain yang juga ingin ‘turut mencoba’ menerbitkan obligasi sebagai jalan alternatif atas perencanaan pembangunan yang akan dilakukan dengan pembiayaan yang tidak sedikit. Belum lagi, fakta lain yang menunjukkan bahwa Jawa Barat telah benar-benar siap adalah data yang berhasil dihimpun oleh PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

Berdasarkan uji Financial Management Assesment (FMA) yang dilakukan ke beberapa kota dan provinsi di Indonesia medio akhir tahun 2014, Jawa Barat mendapatkan peringkat AA+ dari segi pemeringkatan kredit pemda. Bandingkan dengan DKI Jakarta yang ‘hanya’ mendapatkan peringkat AA-. Inilah yang kemudian turut menguatkan bahwa penerbitan obligasi ini merupakan sebuah ‘kawah candradimuka’ bagi pemajuan wilayah Provinsi Jawa Barat.

Namun, dalam proses penerbitan surat obligasi ini pemerintah Jawa Barat diharapkan jangan sampai terpeleset mengingat arus perputaran suku bunga yang cukup tinggi mampu memberatkan pundi-pundi APBD. Sekedar diketahui, untuk obligasi daerah suku bunga yang ideal adalah di bawah SBI yang telah diterbitkan Bank Indonesia, tepatnya di bawah angka 8%.

Selain pertimbangan suku bunga, pemerintah juga wajib menghitung dan menelaah DCSR (Debt Service Coverage Ratio) sebagai persyaratan penerbitan obligasi daerah. Sehingga cara yang paling bijak untuk meminimalisir ancaman seperti ini adalah pemerintah harus selalu mencermati laporan keuangan dari pemda. Hal ini bukan tanpa alasan, karena kegagalan penerbitan obligasi pernah menjadi titik mundur dari salah satu kota yang ada di Amerika Serikat, tepatnya Kota Detroit, Provinsi Michigan.

Kebangkrutan kotamadya terbesar dalam sejarah Amerika Serikat ini terjadi per tanggal 18 Juli 2013, dimana utang yang ditanggung Detroit mencapai US$18-US$20 Miliar atau setara dengan lebih kurang Rp. 180 Triliun. Adapun penyebab kebangkrutan yang terjadi antara lain terlalu besarnya pinjaman yang diajukan, defisit anggaran sejak tahun 2008, pencatatan keuangan dan audit yang buruk, serta hanya 53% pemilik tanah yang membayar pajak propertinya tahun 2011.

Beban utang yang terlampau besar serta manajemen pemerintahan yang diduga korup turut memperkeruh dan semakin menambah derita kota tersebut kejadian ini menjadi turut menjadi catatan kelam dalam sejarah pasar municipal bond di AS yang memberikan beragam efek bagi investor.

Hingga saat ini, obligasi sendiri sering kali disalahartikan sebagai utang. Padahal, penerbitan obligasi merupakan sebuah instrumen positif yang dapat digunakan untuk meraup dana segar serta menyeimbangkan pundi-pundi anggaran pembiayaan pembangunan yang direncanakan pemerintah guna mengembangkan berbagai proyek infrastruktur di daerah yang selama ini menjadi permasalahan klasik yang tak pernah selesai.

Oleh karena itu, pemerintah Jawa Barat diharapkan mampu membenahi sistem internal serta menyatukan visi sehingga nantinya semua elemen yang terlibat tetap mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam rangka pembayaran dan pelunasan obligasi yang biasanya berjangka waktu panjang, mengingat penerbitan obligasi ini bukan lah perkara yang mudah dan tentunya akan selalu dihantui oleh resiko-resiko laten yang siap menghadang kapan saja.

Oleh : Ridho Rasyanda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun