2. Perlindungan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Dalam UUPA
Menindak lanjuti pengakuan atas hak -- hak ulayat atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat, negara juga harus memberikan perlindungan hukum atas hak -- hak ulayat atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat tersebut. Perlindungan hukum yang dibicarakan ini yaitu perlindungan hukum yang diberikan oleh negara dan masyarakat hukum adat sebagai subyek hukum sebagai yang membutuhkan perlindungan.
Antara Pemerintah sebagai personifikasi dari seluruh masyarakat yang berkuasa atas tanah yang mempunyai kewenangan untuk mengatur segala macam gerak gerik dari masyarakat, termasuk dalam pemanfaatan hak-hak atas tanah ulayatnya. Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah untuk mengatur hak menguasai atas tanah seakanakan antara pemerintah dan rakyat sudah dipolakan kedudukan pemerintah yang superior terhadap masyarakat yang imperior.
Dalam hal yang demikian, posisi masyarakat adat tentunya sangat tidak nyaman. Hal ini karena untuk merasa nyaman dalam memanfaatkan tanah ulayatnya, masyarakat adat harus mendapatkan perlindungan yang penuh dari pemerintah selaku pihak yang berkuasa. Padahal, seharusnya antara pemerintah dan masyarakat hukum adat harus sama -- sama berada diposisi yang saling menguntungkan atau seimbang karena pemerintah dan masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat merupakan partner dalam suatu pemerintahan.
Perspektif perlindungan hukum bagi hak ulayat masyarakat hukum adat secara implisit dijamin dalam konstitusi Negara Republik Indonesia sebagai perwujutan dari Pasal 33 ayat (3) yang lebih ditegaskan dalam Pasal 18 B ayat (2) yang menyatakan :
"Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang."
Berdasarkan bunyi Pasal di atas dapat kita lihat bahwa negara ingin membuktikan  komitmen untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak tradisional yang dimiliki oleh rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya adalah hak ulayat atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat yang hidup diseluruh nusantara. Namun, fakta yang terjadi di masyarakat masih saja terjadi penggusuran hak-hak atas tanah masyarakat, baik hak milik perorangan maupun hak ulayat masyarakat. Padahal, konstitusi telah menjamin dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak ulayat yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Sehingga sangat disayangkan apabila perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat hukum adat masih dalam tataran konsep saja dan belum masuk pada tataran dilapangan.
Dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak ualayat masyarakat hukum adat pada kenyataannya akan terkesampingan apabila hal tersebut berhadapan dengan segala macam kepentiangan pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini terjadi karena pada asasnya batasan dari kepentingan umum itu masih sangat bias sifatnnya sehingga tidak jarang dapat ditafsirkan berbeda oleh pihak -- pihak yang berkepentingan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Kejadian tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan bagi masyarakat hukum adat sebagai pemilik hak ulayat atas tanah adat. Hal ini diperparah dengan Pasal dalam UUPA yang memberikan celah yang dapat ditafsir sesuai dengan kebutuhan pihak berkepentingan yang m empunyai akses dekat dengan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 3 UUPA yang berbunyi :
"Pelaksansan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat- masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa hingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi."
Maka akan sangat ironi apabila terjadi hal yang mana pihak yang berkepentingan dengan dalih untuk kepentingan pembangunan, maka invetor dengan bermodalkan surat izin dari pemerintah dapat dengan mudah menggusur puluhan atau bahkan ratusan kepala keluarga yang masuk dalam lokasi hak guna usaha (HGU) yang dimilikinya dan hak-hak lainnya.
KesimpulanÂ