Mohon tunggu...
Ridho Dwi Nugroho
Ridho Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Mercubuana Kranggan, Bekasi. Jurusan Public Relation NIM 44219210012 Dosen Pengampu: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Mahasiswa Mercubuana Kranggan, Bekasi. Jurusan Public Relation NIM 44219210012 Dosen Pengampu: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

K13_Spekulasi Anthony Ghiddens Mengenai Korupsi

23 Juni 2022   04:44 Diperbarui: 23 Juni 2022   04:50 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perilaku dasar manusia dan aktivitas yang diakibatkannya adalah dua keterampilan yang mendefinisikan manusia sebagai "agen". Giddens membedakan antara tindakan sebagai perkembangan individu dari tindakan dan tindakan sebagai partisipasi rendah yang terus menerus oleh aktor manusia otonom tertentu. Perilaku individu dapat dirangsang oleh keinginan untuk memeriksa perilaku seseorang atau dengan proses pemeriksaan diri yang dikenal sebagai pemantauan refleks. Model perilaku Giddens memiliki tiga komponen: pemantauan refleksif, rasionalisasi, dan motivasi. Setiap elemen memiliki peran khusus selama proses tindakan. Teori struktural menunjukkan bahwa lembaga adalah elemen mendasar dalam membuat segala macam perubahan. Perubahan dapat dilihat secara sederhana sebagai bergerak melalui ruang dan berinteraksi  dengan kompleksitas lingkungan, perubahan, atau interaksi baru.

Bagaimana Penerapan Spekulasi Anthony Giddens terhadap Korupsi?

Pemikiran tentang korupsi dalam ilmu sosial ditandai dengan perdebatan tiada akhir antara pendekatan agen dan struktur. Pendekatan agen melihat, praktik korupsi dilakukan oleh kreativitas agen. Meskipun sudah ada aturan yang melarang, agen tetap melakukan korupsi. Motivasinya adalah untuk mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri. Salah satu varian dari pendekatan agen adalah teori pilihan rasional yang dalam kebijakan publik muncul dalam bentuk kebijakan neo-liberal. Pendekatan agen melihat, untuk memberantas korupsi harus diiakukan strategi komprehensif yang dengan memberikan insentif seperti menaikkan gaji dan sekaligus disinsentif, yakni dengan penegakan hukum. Sebaliknya, pendekatan struktural melihat korupsi dilakukan oleh agen karena struktur sosialnya sudah korup. Agen tidak berdaya mengubah struktur sehingga ia turut melakukan korupsi. Pendekatan ini bisa menjelaskan mengapa ada orang baik dan jujur. ketika kemudian menjadi politisi ternyata kemudian sama korupnya dengan politisi lain. ltu karena tindakan dia ditentukan oleh struktur sosial yang korup. Salah satu varian dari pendekatan struktur adalah pemikiran Marxis strukturalis yang melihat struktur terbentuk karena dialektika materialisme. Struktur ditentukan oleh basis ekonomi, yakni akumulasi kapital oleh kelas borjuis. Dalam konteks indonesia, Robison dan Vedi Hadiz merevitalisasi dengan menyebut kelas borjuis sebagai oligarki, yakni aliansi cair berbagai kepentingan yang dibesarkan oleh Orde Baru Soeharto.' Karena korupsi adalah eksploitas oleh kelas borjuis atau oligarki, maka untuk memberantasnya tidak bisa dengan reformasi teknis. Korupsi hanya bisa diberantas melalui gerakan sosial yang menyatukan perlawanan kelas proietar atau korban korupsi yang ditindas oleh oligarki.

Salah satu ide yang berupaya mengatasi perdebatan structure-to-agency adalah teori structuring yang dikembangkan oleh Anthony Giddens. Giddens membangun teori penataan dengan mendobrak ketegangan dikotomi antara struktur dan agensi, dan antara objektivitas dan subjektivitas. Teori struktural juga bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara analisis tingkat makro dan tingkat mikro. Pendekatan objektivitas struktural berfokus pada analisis tingkat makro, sedangkan pendekatan subjektivitas agen berfokus pada objek mikro.  Giddens melihat dikotomi ini sebagai dualisme dalam ilmu-ilmu sosial. Aspek subjektif menganggap aktor mandiri dalam melakukan tindakan, dan aspek objektif mengakui struktur yang menentukan aktor. Subjektivisme melihat aktor secara sukarela mengambil tindakan sosial  dan menganggap pengalaman individu lebih penting daripada fenomena keseluruhan. Objektivisme, di sisi lain, menganggap agen melakukan tindakan sosial karena mereka diatur dan dikendalikan oleh struktur, dan fenomena keseluruhan lebih penting daripada pengalaman individu.  Menurut Giddens, akar dari dualisme ini terletak pada kebingungan tentang tujuan penelitian dalam ilmu ilmu sosial. Menurut Giddens, subjek utama penelitian ilmu sosial justru merupakan titik temu antara objektivitas dan subjektivitas. Tempat pertemuan merupakan praktik sosial yang berulang dan terpola dalam ruang dan waktu.

Aparat penegak hukum dalam beberapa kasus  politik Indonesia belum mampu membongkar struktur korupsi, sehingga struktur tersebut dinilai masih  memadai untuk memberikan pedoman dalam aksi sosial organisasi korupsi di Indonesia. Tantangan utama ke depan adalah bagaimana membongkar jalinan korupsi dengan mencegah terulangnya praktik-praktik sosial yang korup. Penegakan hukum saja tidak cukup karena reproduksi korupsi terjadi selama rekrutmen, promosi dan mutasi. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus dikoordinasikan antara penegakan hukum dan pencegahan untuk mencegah terulangnya praktik korupsi.

Citasi 

Giddens, Anthony, 2001, Runaway World: How Globalisation is Reshaping Our Lives. London: Profile Books Ltd, 1999, yang kemudian diterjemakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Andry Kristiawan S. dan Yustina Koen S. dengan judul "Dunia yang Lepas Kendali: Bagaimana Globalisasi Merampok Kehidupan Kita", diterbitkan di Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama.

Giddens, Anthony, 1979, Central Problems in Social Theory. Action. Structure and Contradiction in Social Analisys, Berkeley, Los Angeles: University California Press.

Herry-Priyono B, 2002, Anthony Giddens. Suatu Pengantar, Jakarta: KPG.

Mukartono, A., & Rustamaji, M. (2019, October). The Development of Corruption in Indonesia (is Corruption a Culture of Indonesia?). In 3rd International Conference on Globalization of Law and Local Wisdom (ICGLOW 2019) (pp. 139-141). Atlantis Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun