Korupsi sendiri merupakan suatu kegiatan ilegal (penyuapan, penipuan, kejahatan keuangan, penyalahgunaan, pemalsuan, favoritisme, nepotisme, manipulasi, dll.) yang dilakukan melalui penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan oleh pejabat publik (pemerintah) atau swasta (perusahaan)Â
untuk keuntungan pribadi. dan keuntungan, finansial atau lainnya. Dalam artikel kita akan membahas mengenai adanya Korupsi pada bisnis yang terjadi secara manca negara dan tidak hanya terjadi di dalam nageri saja, yaitu bisnis Internasional.
Apa Saja Karakteristik Korupsi pada Bisnis Internasional ?
Dalam karakteristik korupsi yang ada pada bisnis internasional, karakteristik tersebut terbagi menjadi tiga karakteristik, yaitu:
- Yang pertama adalah bahwa orang atau perusahaan tersebut melakukan beberapa bentuk aktivitas ilegal.
- Kedua adalah bahwa orang atau perusahaan menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang dengan melanggar aturan dan peraturan yang ada atau bertindak di luar batas hukum.
- Karakteristik ketiga adalah bahwa orang atau perusahaan menggunakan posisi kekuasaan untuk menuai keuntungan pribadi (finansial atau sebaliknya) daripada menguntungkan bangsa atau pemegang saham.
Dari karakteristik diatas dapat didefinisikan bahwa karakteristik tersebut mencakup semua bentuk korupsi, termasuk penyuapan, penipuan, kejahatan keuangan, penyalahgunaan, pemalsuan, favoritisme, nepotisme, manipulasi, dan representasi yang salah oleh pejabat publik atau swasta, domestik atau internasional, dalam sosial, bisnis, atau konteks pemerintahan.
Mengapa korupsi bisa terjadi pada Bisnis Internasional ?
Korupsi yang terjadi dalam bisnis internasional mempunyai beberapa tipe dan penyebab korupsi, antara lain adalah korupsi publik, korupsi swasta, korupsi yang meluas dan merajalela, serta korupsi yang sewenang wenang. Korupsi publik sendiri dibagi lagi menjadi empat jenis yaitu korupsi kecil vs korupsi besar dan korupsi terorganisir vs tidak terorganisir.
Korupsi publik dapat didefinisikan sebagai kegiatan ilegal yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, birokrat, atau politisi yang melibatkan penawaran atau penerimaan keuntungan finansial atau non-finansial oleh pemerintah atau orang swasta lainnya.Â
Korupsi publik diklasifikasikan sebagai kecil ketika hadiah atau bantuan kecil dipertukarkan, dan sebagai besar ketika sejumlah besar uang dipertukarkan. Korupsi publik diklasifikasikan lebih lanjut sebagai terorganisir ketika direncanakan, dan individu atau perusahaan yang terlibat harus membayar sekaligus, dan sebagai tidak terorganisir ketika tidak direncanakan,Â
dan individu atau perusahaan yang terlibat membayar jumlah yang tidak ditentukan pada setiap langkah aktivitas ilegal.
Dibandingkan dengan korupsi publik, Korupsi swasta dapat diartikan sebagai setiap kegiatan ilegal yang dilakukan oleh seorang karyawan, direktur atau perusahaan sehubungan dengan penawaran atau penerimaan keuntungan individu atau pemerintah.Â
Korupsi swasta dapat diklasifikasikan sebagai korupsi yang meluas ketika seorang karyawan atau manajer dapat diyakinkan tentang perlunya suap ketika berurusan dengan pejabat pemerintah, dan sebaliknya bersifat sewenang-wenang.
Korupsi publik dan swasta terkait dengan sisi permintaan dan sisi penawaran, masing-masing. korupsi swasta berasal dari tingkat organisasi ketika prosedur tata kelola yang baik dan pengawasan yang tepat kurang. baik korupsi publik dan swasta adalah endemik dalam masyarakat individualistis di mana orang tidak terkena norma-norma dan pendidikan tradisional atau kolektivistik.Â
Lebih jauh, mereka memberikan bukti bahwa korupsi sisi penawaran dalam investasi asing biasanya melibatkan investor asing yang menawarkan suap kepada pejabat pemerintah.
Bagaimana pihak legislasi melawan dan mencegah korupsi pada bisnis internasional ?
Pada tahun 1990-an, korupsi muncul sebagai masalah politik global dengan implikasi yang mengerikan bagi bisnis internasional dan tetap menjadi masalah yang terus-menerus meskipun undang-undang nasional dan internasional telah disahkan untuk mengendalikannya.Â
Amerika Serikat adalah negara pertama yang mengesahkan undang-undang yang melarang korupsi oleh individu atau perusahaan, yaitu Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) 1977. Pedoman deklarasi PBB tahun 1996, konvensi OECD 1997, dan konvensi UE 1997 adalah dasar dari undang-undang anti-korupsi saat ini.Â
Di bawah pedoman ini, banyak negara maju dan berkembang telah menetapkan undang-undang anti-korupsi nasional dalam bisnis internasional, termasuk Kanada dan negara Uni Eropa lainnya.Â
Selain itu, konvensi OECD memberikan pedoman bagi negara-negara anggota untuk menetapkan undang-undang dan kebijakan yang seragam. Implementasi konvensi OECD 1997 adalah wajib bagi 36 negara penandatangan.
Apa saja faktor penentu korupsi pada bisnis internasional ?
Aliran penelitian yang dominan dalam literatur adalah faktor penentu korupsi dalam bisnis internasional. Ada tiga situasi umum di mana perusahaan multinasional terlibat dalam korupsi di negara tuan rumah. Yang pertama adalah ketika perusahaan tidak dapat melakukan transaksi bisnis baru atau menyelesaikan yang sudah ada tanpa menawarkan suap.Â
Kedua, ketika institusi hukum di negara tuan rumah lemah. Yang ketiga adalah ketika perusahaan multinasional terlibat dalam korupsi di negara asalnya juga.
Salah satu kelompok penelitian berpendapat bahwa faktor penentu korupsi adalah perusahaan. mengeksplorasi hubungan antara budaya, manajemen, kontrol pemegang saham, dan kecenderungan perusahaan untuk menyuap. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang dikendalikan manajer lebih mungkin daripada perusahaan yang dikendalikan pemegang saham untuk terlibat dalam penyuapan.
Kelompok studi kedua berpendapat bahwa faktor penentu korupsi adalah faktor budaya. Berdasarkan survei yang mereka lakukan, apakah sikap terhadap suap berbeda antara pria dan wanita dalam bisnis internasional. Mereka menemukan bahwa pria lebih cenderung ke arah penyuapan daripada wanita.Â
gender sebagai penentu penyuapan di antara CEO dan menemukan bahwa CEO pria lebih mungkin terlibat dalam korupsi. berpendapat bahwa negara tuan rumah menyediakan tempat berkembang biak bagi perusahaan multinasional untuk korupsi melalui nilai-nilai dan hukum yang lemah. Oleh karena itu, karakteristik daerah merupakan faktor penentu yang signifikan dari korupsi.
Akhirnya, kelompok studi ketiga mengklaim bahwa penentu korupsi adalah faktor ekonomi. Dapat ditunjukkan bahwa negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan distribusi pendapatan yang buruk dan negara-negara yang mendapat skor tinggi pada skala jarak kekuasaan dan maskulinitas Hofstede lebih cenderung ke arah penyuapan.Â
Demikian pula, ditunjukkan bahwa perusahaan dari negara-negara di mana jarak kekuasaan atau orientasi jangka panjang rendah, dan individualisme tinggi, kurang terlibat dalam korupsi.Â
Dapat konfirmasi juga bahwa perusahaan dari negara-negara yang mendapat skor tinggi pada jarak kekuasaan lebih mungkin untuk terlibat dalam penyuapan. Dapat ditemukan bahwa suap bervariasi dengan tingkat kolektivisme.Â
Kelompok studi lain berpendapat bahwa perhatian tentang evaluasi memainkan peran moderat antara kolektivisme dan korupsi: kolektivisme memfasilitasi korupsi di negara-negara di mana ada sedikit perhatian tentang evaluasi.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas megenai korupsi yang terjadi dalam bisnis internasional, dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang perlu diterapkan dalam mengahadapi korupsi pada bisnis internasional, yaitu Pertama, hukum internasional yang kuat diperlukan untuk meminimalkan dampak negatif korupsi terhadap investasi asing langsung, perdagangan, bisnis, dan perusahaan.Â
Kedua, perusahaan adalah pemain inti dalam bisnis internasional. Oleh karena itu, manajer dan pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan korupsi ketika merumuskan struktur organisasi perusahaan dan menciptakan strategi untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja operasional. Ketiga, pembentukan sistem arsitektur organisasi anti korupsi di perusahaan sangat penting untuk mengatasi korupsi dalam bisnis internasional.Â
Akhirnya, korupsi menantang beberapa asumsi kunci dari teori manajemen yang ada. Para sarjana perlu menguji dan memperluas teori-teori yang ada dengan mempertimbangkan korupsi sebagai isu penting dalam bisnis internasional.
Citasi
Bahoo, Salman, Ilan Alon, and Andrea Paltrinieri. "Corruption in international business: A review and research agenda." International Business Review 29.4 (2020): 101660.
Cuervo-Cazurra, Alvaro. "Corruption in international business." Journal of World Business 51.1 (2016): 35-49.
Carmichael, Sheena. Business ethics: The new bottom line. No. 16. Demos, 1995.
Chen, C., Cullen, J., & Parboteeah, K. (2015). Are Manager-controlled Firms More Likely to Bribe than Shareholder-controlled Firms: A Cross-cultural Analysis. Management and Organization Review, 11(2), 343-365. doi:10.1017/mor.2015.16
Guvenli, T., & Sanyal, R. (2012). Perception and understanding of bribery in international business. Ethics & Behavior, 22(5), 333-348.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H