Berdasarkan kaidah jumhur, berarti hari aqiqah ialah hari kelahiran minus satu.
[hari aqiqah = hari kelahiran -- 1].
Jika lahir hari selasa, aqiqah dilaksanakan di hari senin. Jika lahir jumat, aqiqah di hari kamis, dst. Jika lahir malam sabtu, aqiqah di hari jumat. Karena malam sabtu, yang dihitung sabtunya.
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
: " " :
Maksud sabda beliau, 'Disembelih di hari ketujuh' dengan kata lain dianjurkan guna di sembelih di hari ketujuh sesudah lahiran. Jika dicetuskan di hari sabtu, maka disembelih di hari jumat, dengan kata lain sehari sebelum hari lahiran. Inilah kaidahnya. (as-Syarh al-Mumthi', 7/493).
Dan pendapat yang lebih mendekati ialah pendapat jumhur ulama. Syaikh Muhammad al-Mukhtar as-Sinqithy menyerahkan kaidah,
:
Bentuk idhafah (menyandarkan) mewajibkan bagian yang disandarkan masuk ke dalam hukum. Maknanya, bahwa hari ini, yakni hari ketujuh yang disandarkan pada hari kelahiran, maka hari kelahiran masuk unsur hitungan tujuh itu.
(SYARH ZADUL MUSTAQNI').
Kaidah ini menjawab, andai ada orang menuliskan hari ketujuh kelahiran, berarti hari kelahiran masuk dalam hitungan tujuh hari itu.
baca juga:
- waktu aqiqah pembahasan ter-lengkap dan mudah di pahami.
- FILOSOFI AQIQAH, PENDAPAT AHLI FIQIH DAN ULAMA. OLEH DOSEN UIN MAKASAR.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H