KONSENTRASI TAMBAHAN BAGI MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKANÂ
SARJANA HUKUM DI FAKULTAS SYARIAH PTKIN
( Ikhtiar demi menghadapi PMA No. 33 Tahun 2016)
Oleh:
Ridho Syahbibi
Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah IAIN Jember
Email: ridhosyahbibi@gmail.com
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri atau biasa disebut dengan PTKIN, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk merujuk pada sejumlah Pendidikan Islam Tinggi berstatus Negeri yang dikelola langsung oleh Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia.Â
Di Indonesia, PTKIN ini berkembang cukup pesat, hingga saat ini telah terdapat 57 (lima puluh tujuh) PTKIN dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari tiga jenis bentuk PTKIN yaitu Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Universitas Islam Negeri (UIN).Â
Pada awal pendirian PTKIN di Indonesia, Perguruan Tinggi Islam Negeri ini fokus pada kajian-kajian dan ilmu keislaman saja, namun dengan berjalannya waktu PTKIN juga sudah memasuki kajian dan keilmuan umum dengan memasukkan matakuliah-matakuliah umum pada berbagai fakultas di PTKIN yakni: Fakultas Tarbiyah, Fakultas Syariah, Fakultas Dakwah, Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (pengembangan dari Fakultas Syariah).Â
Hal ini dapat kita asumsikan bahwa Kemenag sebagai developer PTKIN mempunyai tujuan untuk menjadikan PTKIN sejajar dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang memfokuskan diri pada keilmuan umum, PTN sendiri berada pada naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dengan adanya fakta ini terlihat adanya dualisme pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia yaitu Pendidikan Tinggi Islam oleh Kemenag dan Pendidikan Tinggi (Umum) oleh Kemenristekdikti.Hal ini membuat adanya dikotomi keilmuan umum dan agama (Islam) pada perguruan tinggi, selain itu PTKIN sering dianggap sebagai pendidikan tinggi kelas 2 (dua) di mata masyarakat umum.
Permasalahan PTKIN yang dianggap remeh pada masyarakat umum di Indonesia memang sudah berlangsung sejak lama, namun nampaknya Kemenag tidak ambil diam dengan keadaan ini, terbukti dengan terbitnya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia (PMA) No. 33 Tahun 2016 tentang Gelar Akademik Perguruan Tinggi Keagamaan yang berlaku sejak 9 Agustus 2016 lalu yang berisi tentang penyamaan gelar akademik Perguruan Tinggi Keagamaan yang tidak hanya Perguruan Tinggi Islam, namun juga agama yang lain yaitu Perguruan Tinggi Kristen, Perguruan Tinggi Katolik, Peguruan Tinggi Hindu dan Perguruan Tinggi Buddha yang semuanya dikelola oleh Kemenag.Â
Terbitnya PMA ini membawa hawa sejuk bagi Perguruan Tinggi Keagamaan terutama Perguruan Tinggi Islam, karena dengan ini gelar akademik bagi sarjana lulusan PTKIN setara dengan sarjana lulusan PTN.Â
Pada artikel ini penulis sebagai salah satu mahasiswa Fakultas Syariah di salah satu PTKIN yaitu IAIN Jember, maka penulis tertarik untuk mengupas lebih dalam bagaimana proyeksi  profil lulusan Fakultas Syariah (setelah berubahnya gelar S.HI menjadi S.H) di PTKIN beberapa tahun yang akan datang dengan mengusulkan konsentrasi tambahan bagi program pendidikan sarjana hukum di PTKIN.
Sebelum membahas permasalahan yang sudah penulis sebutkan di atas, alangkah lebih baik kita ketahui dulu segala yang berhubungan dengan Fakultas Syariah, mungkin bagi masyarakat umum terutama bagi Anda yang menempuh pendidikan tinggi di PTN akan menjadi asing dengan Fakultas yang ada di PTKIN ini, maka akan muncul di benak Anda apa itu Fakultas Syariah? Fakultas Syariah adalah salah satu Fakultas yang terdapat pada PTKIN.Â
Fakultas ini memiliki fokus kajian pada bidang ilmu kesyariahan, yaitu aturan-aturan atau hukum-hukum yang diberikan Allah SWT terhadap umat manusia terutama bagi umat muslim di dunia ini yang ada di dalam al-Quran dan Hadits.Â
Tidak hanya itu, di fakultas ini juga mempelajari tentang fikih (ilmu tentang pengimplementasian syariah) yang telah diformulasikan oleh para fukaha (ahli ilmu pengimplementasian syariah) terutama para ulama 4 (empat) mazhab yaitu mazhab Hanafi, mazhab Hambali, mazhab Maliki serta mazhab Syafii. Di samping itu juga mempelajari hukum Islam (fikih yang ditransformasikan menjadi hukum positif) yang ada di Indonesia diantaranya yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berasal dari inti sari dari 13 (tiga belas) kitab fikih dari 4 (empat) mazhab yang telah disebutkan sebelumnya.Â
Selain hukum Islam, beberapa tahun terakhir (sebelum terbitnya PMA No. 33 Tahun 2016) Fakultas Syariah juga memasukkan matakuliah-matakuliah hukum positif yang layaknya terdapat di Fakultas Hukum PTN seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum administrasi negara, hukum tata negara, hukum agraria dan hukum positif lainnya. Hal ini dilakukan oleh Fakultas Syariah untuk menghadapi perkembangan zaman, dimana diperlukannya kajian untuk mempelajari hukum positif yang berlaku di Indonesia sebagai hukum yang digunakan dan dilaksanakan di Indonesia.
Setelah mengetahui apa saja yang dikaji dalam Fakultas Syariah, maka kita akan membahas tentang wacana yang penulis usulkan yaitu konsentrasi tambahan pada program pendidikan sarjana hukum di Fakultas Syariah PTKIN.Â
Gelar akademik bagi sarjana lulusan Fakultas Syariah PTKIN yang sebelumnya Sarjana Hukum Islam (S.HI) telah berubah menjadi Sarjana Hukum (S.H) sejak diberlakukannya PMA No.33 Tahun 2016 pada 2 (dua) tahun yang lalu. Hal ini mengandung banyak konsekuensi diantaranya Sarjana Hukum (S.H) lulusan Fakultas Syariah PTKIN harus bersaing ketat dengan Sarjana Hukum (S.H) murni yang dibekali dengan ilmu hukum positif dengan porsi lebih banyak oleh Fakultas Hukum PTN dibandingkan yang diberikan oleh Fakultas Syariah PTKIN. Hal ini tentu membuat lulusan S.H Fakultas Syariah PTKIN kurang berdaya saing di dunia kerja.Â
Untuk mengatasi permasalahan daya saing lulusan Fakultas Syariah PTKIN di bidang ilmu hukum positif, penulis mengusulkan adanya konsentrasi tambahan (hukum positif) diluar disiplin ilmu yang ada di Fakultas Syariah PTKIN yaitu: Program Studi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah), Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah), Hukum Tatanegara Islam (Siyasah Syariyyah), Hukum Pidana Islam (Jinayah), Perbandingan Mazhab dan yang terbaru ada Ilmu Falak.Â
Untuk mempermudah gagasan penulis ini, penulis mengambil contoh kurikulum dari salah satu Fakultas Hukum PTN Â terkemuka di Indonesia, yaitu Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB) yang terletak di Kota Malang Provinsi Jawa Timur. Fakultas Hukum UB (Program Studi S1 Ilmu Hukum) ini telah terakreditasi A oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).Â
Berdasarkan Peraturan Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kurikulum dan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Program Studi Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, di dalamnya terdapat program konsentrasi bagi mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Hukum Universitas Brawijaya yang dapat mereka pilih pada semester 6 (enam) dan/atau 7 (tujuh), konsentrasi ini bertujuan memfokuskan pada bidang kajian hukum mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dalam penulisan Tugas Akhir (Skripsi) untuk mendapatkan gelar akademik Sarjana Hukum (S.H) mereka. Terdapat 8 (delapan) konsentrasi yang terdiri dari: 1) Konsentrasi Hukum Keperdataan, 2) Konsentrasi Hukum Ekonomi dan Bisnis, 3) Konsentrasi Hukum Perburuhan, 4) Konsentrasi Hukum Agraria, 5) Konsentrasi Hukum Kepidanaan, 6) Konsentrasi Hukum Administrasi Negara, 7) Konsentrasi Hukum Tata Negara dan 8) Konsentrasi Hukum Internasional.
Gagasan penulis untuk mengusulkan konsentrasi tambahan di program studi-program studi di Fakultas Syariah PTKIN dapat diterapkan dengan cara mengubah komposisi susunan kurikulum Fakultas Syariah PTKIN dengan cara menambah matakuliah-matakuliah konsentrasi di kurikulum Fakultas Syariah PTKIN dan memberikan kebebasan bagi mahasiswa untuk memilih salah satu konsentrasi pada semester 6 (enam) dan 7 (tujuh) seperti yang ada  dalam kurikulum Fakultas Hukum UB Tahun 2012 sebagai bahan acuan pengisian pada Kartu Rencana Studi (KRS) mahasiswa Fakultas Syariah PTKIN.Â
Sebagai contoh penulis sebagai mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) yang merupakan sebuah penjurusan sejak mahasiswa baru (maba) yang juga identik dengan Konsentrasi Hukum Keperdataan, pada semester 6 (enam) dapat memilih salah satu dari 8 (delapan) konsentrasi yang telah disebutkan di atas, maka penulis dapat memilih konsentrasi diluar Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah)/Hukum Keperdataan, misalnya yaitu Konsentrasi Hukum Tata Negara yang didalamnya terdapat 6 (enam) matakuliah konsentrasi yang berjumlah 16 SKS, yaitu: 1) Kapita Selekta Hukum Tata Negara (2 SKS) , 2) Perbandingan Hukum Tata Negara (2 SKS), 3) Hukum Pemilu (2 SKS), 4) Hukum Pemerintahan Desa (2 SKS), 5) Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian (2 SKS), 6) Skripsi (harus berhubungan dengan Hukum Tata Negara) sebanyak 6 SKS.
Setelah konsentrasi tambahan untuk penulis sebagai mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas Syariah PTKIN ini berhasil diterapkan sampai dengan penulisan skripsi sesuai konsentrasi yang penulis ambil yaitu Konsentrasi Hukum Tata Negara, maka pihak Fakultas Syariah PTKIN disamping menerbitkan Ijazah Sarjana Hukum (S.H) dan Transkrip Nilai juga berkewajiban untuk memberikan sebuah surat atau sertifikat yang menunjukkan bahwa penulis juga mempunyai kompetensi dalam bidang Hukum Tata Negara.Â
Hal ini dapat dilakukan oleh pihak Fakultas Syariah PTKIN dengan memberikan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi.Â
Jadi, dengan adanya SKPI ini, penulis sebagai alumni Fakultas Syariah PTKIN dapat memiliki nilai lebih dalam menghadapi dunia kerja dibanding alumni Fakultas Hukum PTN, karena selain memiliki kompetensi keilmuan dalam Hukum Islam terutama Hukum Keluarga Islam, juga memiliki kompetensi tambahan dalam bidang keilmuan Hukum Positif yakni Hukum Tata Negara.
Akhir kata, untuk menutup artikel ini, saya berpesan kepada rakyat Indonesia pada umumnya untuk ikut berperan aktif dalam mengapresiasi Pendidikan Tinggi Islam Negeri dengan cara melanjutkan pendidikan tingginya ke PTKIN yang tersebar di seluruh Indonesia dan kepada para pemangku kebijakan yang berkaitan dengan Pendidikan Tinggi Islam Negeri yakni Kemenag RI sebagai Kementerian yang membawahi 57 (lima puluh tujuh) PTKIN di Indonesia untuk dapat lebih memajukan kualitas pendidikan yang ada didalam fakultas-fakultas yang ada di PTKIN terutama Fakultas Syariah PTKIN dengan cara menetapkan pedoman pembuatan kurikulum yang responsif terhadap perkembangan zaman dan kebutuhan hukum di Indonesia pada saat ini yaitu kurikulum yang mengintegrasikan ilmu kesyariahan dan ilmu hukum positif secara sebanding dan juga dapat mewujudkan gagasan saya yaitu penambahan konsentrasi pada kurikulum Fakultas Syariah PTKIN dengan tetap tidak menghilangkan matakuliah-matakuliah kesyariahan yang utama seperti: Ilmu Fikih, Ushul Fikih, Kaidah Fikih, dan lain sebagainya.Â
Sehingga nantinya output Sarjana Hukum (S.H) dari Fakultas Syariah PTKIN dapat bersaing dengan S.H lulusan Fakultas Hukum PTN dalam persaingan di dunia kerja pada sektor hukum mau pun dapat menjalankan social function ketika terjun langsung di dalam masyarakat yaitu dapat menjadi tokoh masyarakat (ustaz, dai, penghulu, dan lain-lain) sesuai tujuan awal profil lulusan Fakultas Syariah pada khususnya dan PTKIN pada umumnya yaitu sebagai sosok ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama.
Â
      DAFTAR RUJUKAN
Â
PMA No. 33 Tahun 2016 tentang Gelar Akademik Perguruan Tinggi Keagamaan.
Peraturan Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kurikulum dan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Program Studi Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Permendikbud Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2014 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, dan Sertifikat Profesi Pendidikan Tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H