Mohon tunggu...
Ridha Aprilia Harahap
Ridha Aprilia Harahap Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Uin Bukittinggi

Memiliki kepribadian yang bekerja keras dan mampu bekerja dalam tim dan memiliki hobi dengarkan musik dan memasak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Overview Ekonomi Islam

5 Mei 2023   11:03 Diperbarui: 5 Mei 2023   11:18 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Unsur kedua setelah Tauhid untuk pelaksanaan keadilan sosial Ijithad menurut Enayat (1991) berarti penilaian hukum independen, usaha, atau kemampuan untuk menyimpulkan aturan dari sumber.  Memang benar bahwa prinsip diberikan oleh Nabi Suci yang diberikan pada usia tertentu, dalam kondisi tertentu, dan diterapkan pada masyarakat tertentu di bawah kondisi yang berbeda sepenuhnya dari hari ini.  Hussain (1992) menunjukkan bahwa masyarakat Muslim hari ini menghadapi masalah politik, ekonomi dan sosial banyak yang dapat diselesaikan hanya melalui Ijitihad, khususnya isu-isu dalam hal mana, tidak ada perintah jelas tersedia dalam Quran atau Sunnah (The Teman-tindakan Nabi atau mengatakan). 

        Unsur ketiga untuk penegakan keadilan sosial adalah etika.  Penting untuk disebutkan di sini bahwa di Barat di antara mereka yang telah berusaha untuk berhubungan ekonomi dengan etika, itu sendiri sebagian besar dianggap dalam humanistik vena murni diciptakan oleh manusia.  Sebaliknya, dalam Islam, ekonomi dianggap berkaitan dengan etika dan etika pada gilirannya berhubungan dengan agama.  Oleh karena itu, benar-benar Islami'ah Syariat di mana apa yang disebut keadilan sosial ekonomi Islam harus berfungsi dan menemukan maknanya. Zakat, Riba (Larangan Bunga), stabilitas pada nilai Real Uang, dan Tanggung Jawab Negara untuk pendapatan distribusi alat Original untuk melaksanakan keadilan sosial dalam masyarakat.

        Menurut Abdul Manan (1993) landasan ekonomi Islam didasarkan pada tiga konsep fundamental, yaitu: keimanan kepada Allah (tauhid), kepemimpinan (khilafah) dan keadilan (a'dalah). Tauhid adalah konsep yang paling penting dan mendasar, sebab konsep yang pertama adalah dasar pelaksanaan segala aktivitas baik yang menyangkut ubudiah/ ibadah mahdah (berkait sholat, zikir, shiam, tilawat-al Qur'an dsb), mu'amalah (termasuk ekonomi), muasyarah, hingga akhlak. Tauhid mengandung implikasi bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah Yang Maha Kuasa, Yang Esa, yang sekaligus pemilik mutlak alam semesta ini. Segala sesuatu yang Dia ciptakan mempunyai satu tujuan. Tujuan inilah yang memberikan makna dari setiap eksistensi alam semesta di mana manusia merupakan salah satu bagian di dalamnya. Kalau demikan halnya, manusia yang dibekali dengan kehendak bebas, rasionalitas, kesadaran moral yang dikombinasikan dengan kesadaran ketuhanan yang inheren dituntut untuk hidup dalam kepatuhan dan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, konsep tauhid bukanlah sekadar pengakuan realitas, tetapi juga suatu respons aktif terhadapnya.

        Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi sebagaimana firman Allah SWT: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al Baqarah: 30). juga dalam firman yang lain: "Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'am: 165). Allah SWT juga berfirman: "Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi, barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka" (QS. Fathir. 39). Karena Allah telah menciptakan manusia, maka hanya Dia yang memiliki pengetahuan sempura tentang hakekat mahluknya, kekuatannya, dan kelemahannya. Hanya Allah-lah yang mampu memberikan petunjuk (al hidayah) yang dengan itu mereka akan dapat hidup secara harmonis dengan alam semesta dan kebutuhannya. Dengan kasih sayang-Nya yang tidak terbatas, Allah telah memberikan petunjuk yang terdiri atas keimanan, ubudiah, hukum-hukum hubungan antarmanusia (mu'amalah dan akhlak). Meskipun umat manusia diberi kebebasan untuk memilih atau menolak petunjuk ini, mereka hanya dapat mencapai kebahagiaan (al-fatah) dengan mengimplementasikan petunjuk tersebut dalam kehidupan bermasyarakat.

        Sebagai khalifah Allah, manusia bertanggung jawab kepadaNya dan mereka akan diberi pahala (reward) atau azab (punishment) di hari akhirat kelak berdasarkan apakah kehidupan mereka di dunia ini sesuai atau bertentangan dengan petunjuk yang telah diberikan oleh Allah SWT. Karena itu, konsep kedua yang harus diperhatikan dalam pembangunan adalah konsep kepemimpinan (khalifah) dalam rangka bertanggung jawab terhadap manajemen alam dunia ini dan kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.

        Dalam pandangan Islam, setiap orang pada dasarnya bukan seseorang tertentu atau anggota ras, kelompok, atau negara tertentu. Dengan kata lain, setiap orang adalah bagian dari orang lain karena merupakan hamba Allah dari satu sumber keturunan sehingga pada dasamya mengandung makna persatuan fundamental dan persaudaraan umat manusia. Konsep persaudaraan ini akan menjadi seimbang dengan disertai konsep a'dalah atau keadilan. Oleh karena itu menegakkan keadilan dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai salah satu sifat yang sangat ditekankan, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Hadid ayat 25: "Sesungguhnya Kami (Allah) telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagal manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa."

        Demikian juga firman Allah SWT dalam surat al Maidah ayat 8: "Hai orang orang beriman, hendaklah kamu jadi seorang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencian kamu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil tersebut lebih dekat dengan taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

        Dapat diambil kesimpulan bahwa ekonomi atau iqtishod yang merupakan bagian dari muamalah secara umum di dalam konsep Islam harus memerhatikan prinsip tauhid, khalifah dan keadilan (a'dalah), yang harus berdampingan manakala akan mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang sejahtera (al falah). Syariah Islam termasuk syariah perekonomian mempunyai komitmen untuk menjadi sebab kebahagiaan dan kesejahteraan hidup manusia. Khususnya dalam bidang perekonomian, tujuan syariah Islam adalah menciptakan keadilan dan kesejahteraan dalam berbisnis dan berusaha (istilah keadilan mencari fadlillah/ karunia Allah). Keadilan di sini, dipahami oleh seorang muslim bahwa ketika berbisnis atau bermuamalah harus menaati syariah Islam (hukum Allah) dan mengikuti petunjuk Rasululah SAW, bukan menurut hawa nafsunya atau dengan cara batil demi mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Berbeda dengan bisnis dalam cara konvensional yang hanya mementingkan keuntungan semata. Jadi adil tersebut berdasarkan aturan Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW antara lain tidak boleh menipu, curang dalam menimbang, berbohong, cidera janji. dan sebagainya.

        Kesejahteraan ini dipahami dari bahasa al Qur'an yaitu hayatan thoyyiban (kehidupan yang baik) yang berarti tidak hanya meliputi kepuasan fisik atau jasmani saja tetapi juga kesejahteraan rohani (sehat iman dan ubudiah yang benar). Kesejahteraan identik pula dengan kebahagiaan atau kemenangan dalam bahasa al Qur'an yaitu alfalah, al fauz yang akan terwujud ketika seseorang taat pada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 71: "Maka Aku (Allah) akan memperbaiki amalan-amalan kamu dan akan Aku ampuni segala dosamu. Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya maka sunguh dia memperoleh kemenangan, kemenangan yang besar".

KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM

        Karakteristik ekonomi Islam meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah). Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu'ah Al-ilmiyah wa al-amaliyah al-Islamiyah yang diringkas sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun