Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

UMP Perawat Memprihatinkan

19 November 2021   07:56 Diperbarui: 19 November 2021   09:03 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perawat, di satu sisi banyak di butuhkan. Di sisi lain, tidak memberikan imbalan jasa sebagaimana yang diharapkan.

Di Aceh, teman saya seorang perawat yang bekerja di sebuah rumah sakit di Kabupaten Bireuen, ada yang dibayar hanya Rp 400 ribu per bulan. Itupun diterimanya 3 atau 4  bulan sekali.

Upah Minim Provinsi (UMP) Aceh tahun 2022 ini rencananya naik Rp 500 ribu. Aliansi Buruh meminta Gubernur Aceh kembali menyesuaikan atau menaikkan upah minimum provinsi (UMP) di Aceh tahun 2022 sebesar Rp3,6 juta dari sebelumnya Rp3,1 juta per bulan (medcom.id. 18.11.2021).

Menyimak rendahnya upah perawat di lapangan, kita bisanya hanya ngasih komentar.

*****

Kita tidak tahu masalah sebenarnya yang dihadapi orang per orang. Kita bisa saja bilang,:"Mengapa mau?" Tanpa melihat bagaimana kondisi yang sesungguhnya. Misalnya, mereka tidak bisa ke luar dari Aceh karena orangtua sakit-sakitan. Karena anak tunggal. Atau karena kondisi lain yang sedimikian, sehingga memaksakan dia untuk tidak bisa meninggalkan Aceh guna mengubah nasibnya.

Akan halnya situasi yang saya alami, sangat beda dengan kebanyakan yang dihadapi teman-teman Aceh. Saya mendapatkan dukungan orangtua, selain dari awal mulanya berniat hengkang dari Aceh ingin menambah wawasan.

Di luar Aceh sana, sejatinya sangat banyak peluang yang menjanjikan.

Hanya saja tidak semua perawat Indonesia ini beruntung dalam masalah penghasilan. Di NTB menurut Mas Akhir, rekan saya, tidak sedikit yang mendapatkan upah yang hanya cukup untuk beli bensin. Di Sulawesi Tenggara, ada yang hanya bisa digunakan untuk bayar pulsa. Di Papua, lebih parah. Perawat susah mendapatkan jangankan upah, kerja saja harus bersedia di lokasi terpencil. Itupun belum tentu dibayar tertarur.  

Memang, perawat kita di Jakarta, upahnya beda. Ada yang Rp 500 ribu per hari. Mereka yang menekuni homecare misalnya, terlebih yang kerja di keluarga The Have, tidak sedikit yang mendapatkan upah besar. Bahkan ada teman-teman seperti mas Irfan, yang kerjanya melayani pasien di Hotel Bintang Lima. Penghasilan mereka jauh di atas rata-rata.

Ada lagi mereka yang bekerja di perusahaan, pertambangan sebagai contoh. Penghasilannya juga lumayan. Tapi kalau perusahaan umum, utamanya Outsourcing, biasa saja. Berkisar Rp 4-6 juta per bulan, free accommodation and food. Lumayan untuk rata-rata perawat kita.

Kita tidak perlu bicara perawat yang kerja di luar negeri dan berapa gajinya.

Perawat yang statusnya sebagai PNS atau Pegawai daerah, ya memang rata-rata cukup mapan. Yang besar adalah tunjangan fungsional atau tunjangan pelayanan medis. Makin banyak pasien, makin besar pemasukan mereka.

Hanya saja selama masa Covid-19 lalu, jumlah pasien di banyak pusat pelayanan rawat inap menurun drastis. Kecuali di bangsal pasien Covid-19. Perawat yang tunjangannya besar yang merawat pasien Corona. Sedangkan di bangsal-bangsal biasa, turun selama beberapa bulan.

Di masa pasca Covid-19 ini, ada tanda-tanda mulai normal kembali. Berangsur-angsur angka BOR (Bed Occupation Rate) merangkak naik.  Otomatis mendongkrak penghasilan perawat kita.

Malangnya, tidak semua perawat bernasib sama, yang bisa direkrut oleh Pemerintah, pusat atau daerah. Perawat yang masuk kategori ini, boro-boro berubah ke arah lebih baik, untuk mendapatkan upah rutin setiap bulan saja, mareka harus bersyukur.

Lebih parah lagi, tidak semua pemilik lembaga pelayanan kesehatan di daerah mematuhi aturan UMP ini. Mereka kucing-kucingan. Di atas kertas barangkali patuh dengan aturan. Di lapangan, praktiknya beda.

Apa yang saya sampaikan di atas adalah pengalaman nyata perawat-perawat daerah. Bukan di sinetron yang pemainnya dibayar mahal untuk berperan sebagai perawat.

***** 

Pada intinya, kembali lagi pada perawat sendiri. Mereka berhak untuk memilih. Mau dibayar berapapun, kembali ke pribadi perawat. Kalau tidak bersedia dibayar rendah, tolak saja. Dengan demikian harga pasar akan berubah.

Terkadang perawat dihadapkan pada suasana yang dilematis.

Terutama yang baru lulus. mereka butuh pengalaman. Tetapi risikonya tidak dibayar atau dikasih upah sangat rendah. Nah, di sinilah masalahnya. Akhirnya tidak sedikit pengusaha yang memanfaatkan situasi perawat yang butuh pengalaman kerja.

Dalam jangka panjang, ini akan berakibat pada menurunnya kualitas pelayanan kesehatan.

Harus diakui bahwa besarnya upah berpengaruh pada kualitas kerja. Makanya jangan heran, jika penghasilan perawat rendah, bagaimana mungkin kita berharap kualitas layanan yang maksimal?

Kesimpulannya, perawat harus berani mengambil keputusan. Antara menolak upah kecil, atau ke luar dari zona nyaman. Jika tidak, permasalahan rendahnya UMP akan berkepanjangan.

Have a nice day.....

Makassar, 19 November 2021

Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun