Bahkan untuk kategori Caregiver atau perawat, tidak mengalami peningkatan sejak dimulai pemberangkatan mereka tahun 1991 silam. Yang kedua, kondisi ini perlu mendapatkan kajia serius, karena pada dasarnya permintaan negara-negara asing terhadap tenaga kerja Indonesia tidak pernah surut, khususnya bidang kesehatan, perhotelan dan industri. Namun kenyataannya justru domestic worker yang tetap dominan selama 40 tahun terakhir ini. Yang kegita, konten pembekalan PMI pra-pemberangkatan dari BP2MI perlu ditinjau ulang mengingat PMI ibaratnya adalah Ambassador Indonesia di negeri orang yang langsung berhubungan dengan orang asing.
Sejauh ini belum ada penelitian terkait seberapa besar peran PMI dalam peningkatan jumlah Wisatawan Mancanegara dalam statistik pariwisata kita. Padahal secara langsung atau tidak, perawat atau caregiver misalnya, berkomunikasi langsung dengan klien atau pasien yang otomatis mereka akan bertanya tentang asal dan bagaimana negaranya (Indonesia). Di tangan merekalah letak pentingnya informasi tentang Indonesia beserta obyek wisatanya.
Pengamatan penulis selama beberapa tahun berinteraksi dengan berbagai professional dengan latar belakang dan tujuan negara yang berbeda, harus diakui domestic helper masih mendominasi PMI. Namun ada juga PMI mandiri yang kadang tidak terjaring dalam data PMI.Â
Jadi, baik PMI yang pemberangkatannya melalui program G to G, private establishment maupun mandiri mengakui selalu saja ada orang-orang yang menanyakan tentang apa dan bagaimana obyek wisata di Indonesia. Inilah potensi yang sebenarnya dimiliki PMI sebagai ambassador wisata Indonesia di luar negeri. Peluang sekaligus tantangan ini sudah selayaknya diberdayakan, sehingga PMI bukan hanya memperoleh ilmu pengetahuan, pengalaman serta mempertajam keterampilan di negeri orang. Akan tetapi PMI bisa berbagi tentang apa dan bagaimana budaya serta alam Indonesia dengan masyarakat di mana PMI bekerja.
Maka dari itu, yang kedua, ke depan, perlu adanya kerjasama lintas kementrian antara Kementrian Pariwisata, Pendidikan dan Kebudayaan, Tenaga Kerja. Kementrian Kesehatan dan BP2MI guna perbaikan kuantitas dan kualitas PMI, minimal dalam bentuk Pembekalan sebelum diberangkatkan. Lebih terstruktur lagi, jika program PMI merupakan program jangka panjang, sudah selayaknya program Kementrian Pariwisata ini diintegrasikan atau memberikan masukan pada kurikulum kesehatan, di mana Program Health Tourism perlu mendapatkan sorotan serius.
Program ini akan berjalan mulus jika ada dalam muatan lokal materi kuliah pendidikan keperawatan yang notabene satu-satunya profesi kesehatan yang paling banyak diminati di luar negeri. Sejauh ini, fokus kurikulum pendidikan kita secara umum orientasinya hanya lokal, kurang berwawasan internasional. Di bidang keperawatan misalnya, sebagai profesi kesehatan PMI yang menurut pengamatan penulis paling banyak diminati oleh luar negeri, wisata kesehatan yang sangat potensial dimiliki Indonesia perlu diintegrasikan dalam muatan lokal kurikulum.
Sejauh ini program Health Tourism terbaik hanya dimiliki oleh India, Singapore, Thailand, Korea Selatan, Bulgaria dan Panama. Padahal, Indonesia yang kekayaan alam dan keindahan budayanya jauh di atas negara-negara ini.
Jadi, yang ketiga, bila Indonesia ingin memajukan program Health Tourism yang pernah mencuat inisiasinya pada tahun 2013, ternyata mandeg, perlu belajar dari negara-negara tersebut. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor wisata kesehatan ini, baik pengobatan konvensional maupun tradisional. Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyarakta, Jawa Timur dan Bali merupakan 6 provinsi yang bisa dijadikan pilot project untuk tujuan tersebut. Sebagaimana diketahui Jabar, Jateng dan Jatim merupakan tiga provinsi dengan jumlah PMI terbanyak.
Yang ke empat, perlu pembekalan PMI dari 3 provinsi ini, terutama yang berpredikat tenaga terampil/professional, ada baiknya dibekali materi terkait Wisata Indonesia. Jika ini terjadi, PMI bukan hanya menyandang sebagai Pahlawan Devisa, namun mereka bisa ditunjuk sebagai Indonesian Tourism Ambassador saat bertolak ke negeri orang.Â
Lewat merekalah program-program seperti Indonesian Health Tourism akan diiklankan langsung, mouth to mouth yang dirasa jauh lebih efektif dari pada melalui media yang metode iklan kita masih jauh di bawah 5 negara di atas. Program ini akan mendongkrak tingkat ekonomi, memberi lapangan kerja pada professional kesehatan, UMKM masyarakat, menambah pendapatan negara serta meningkatkan reputasi Indonesia di mata dunia.