Robot mungkin saja bisa ngomong, tetapi gaya bicara manusia tetap beda. Manusia menggunakan tata krama, intonasi, tone yang mampu menyentuh atau menggugah hati/perasaan pasien.
Terlebih, terutama di lingkungan rumah sakit yang sibuk, perawat dituntut untuk membuat keputusan cepat, misalnya jika mereka dihadapkan pada situasi darurat dan membutuhkan tindakan prioritas yang cepat. Tidak ada Robot  yang memiliki kemampuan untuk mengganti tugas perawat mereka dalam waktu sesingkat itu.
Robot tidak bisa menunggu dengan ekspresi sabar yang bisa dirasakan oleh pasien. Robot tidak mampu mengidentifikasi apakah pasien puas, lega atau kecewa dengan setiap layanan yang diberikan. Robot tidak mampu mengenal pasien yang capek atau kesal.
Pasien yang membutuhkan pelayanan rawat inap di rumah sakit, Puskesmas atau Balai Kesehatan, membutuhkan layanan 24 jam.Â
Dalam layanan itu tidak ada petugas kesehatan yang paling bertangung jawab selama 24 jam penuh kecuali perawat. Perawat yag mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan, melaksanakan hingga mengevaluasi kebutuhan layanan pasien selama dirawat. Benar bahwa dengan adanya robot akan sangat membantu kerja petugas kesehatan.Â
Robot mungkin bisa memberikan makan, obat, mengambil darah, memeriksa darah urine, keganasan jaringan, hingga mengolah makanan yang bergizi tinggi. Akan tetapi bagaimanapun robot tetap robot, yang tidak bisa mandiri.Â
Robot malah butuh campur tangan manusia secara operasional. Tugas dan tanggung jawab perawat pada hal tertentu mungkin akan bisa digantikan oleh robot. Akan tetapi, peran dan fungsinya sebagai manusia, perawat tidak bakal bisa digantikan oleh robot. Tidak lain karena naluri kepuasan pasien sebagai manusia pastinya lebih suka dilayani oleh manusia dari pada dilayani oleh robot.
29 March 2021
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H