Mengapa ini masih terjadi, karena dari atas tidak menunjukkan kesungguhan dalam membuat aturan-aturan yang dibuatnya.
Ini juga sebagai pertanda bahwa sistem kepemimpinan di negeri ini perlu koreksi diri. Tidak perlu menyalahkan rakyat terlebih dahulu. Rakyat itu ibarat Bebek, akan mengikuti siapa yang nggiring.
Masalah Covid-19 adalah masalah nasional. Presiden tidak bisa mengatasi sendiri. Para Menteri berkewajiban mendukung. Yang paling berperan adalah Menteri Kesehatan. Karena konsep sehat-sakit manusia di negeri ini, ada di tanganya. Sementara ancaman resesi ya Menteri Keuangan yang harus ada di depan.
Seharusnya, sejak 7 bulan lalu langkahnya diantisipasi segala konsekuensinya. Memang, Menkes dan Menkeu pasti sudah memiliki rencana bagaimana menanggulanginya.Â
Hanya saja, ketika yang dihadapi sekarang adalah peningkatan jumlah kasus dan kondisi ekonomi yang anjlok, harusnya ada Plan B. Cuci tangan, masker, jaga jarak saja, sepertinya belum cukup. Terlebih di Jakarta.
Makanya, ketika PSBB diberlakukan kembali, itu sebagai pertanda bahwa proposal yang diajukan dalam penanganan Covid-19 tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. So, what is next?
Medical dan Economics Research Center
Saya punya teman yang Positive Covid-19, dia tidak minum obat apapun kecuali hanya Paracetamol manakala demam. Nyatanya dia sembuh sempurna dan kembali bekerja seperti semula sesudah 2 pekan pulang dari opname, tanpa obat.
Apa yang dialami oleh rekan saya tersebut mestinya digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut, bahwa ancaman Covid-19 tidak bisa dibendung. Ternyata kita juga punya penangkal alami. Tanpa vaksinasi, tanpa obat.
Sayangnya, Indonesia ini tidak memiliki Medical Research Center (MRC), Pusat Penelitian Kedokteran atau Kesehatan. Kita punya LIPI, tetapi itu bukan MRC sebagai pusat penelitian kasus-kasus seperti Corona Virus ini.
Sudah saatnya, kita menyisakan sebagian dari anggaran negara guna kepentingan perkembangan dunia kesehatan kita. Supaya jangan bisanya hanya membeli atau bayar obat.