perawat yang lolos seleksi akhir bulan Agustus kemarin. Tercantum 700 nama, dari seluruh Indonesia. Kabar gembira bagi perawat Indonesia?
Hari ini diumumkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI), nama-namaTunggu dulu!
Sejak terjadi wabah Corona Virus ini, permintaan terhadap perawat melonjak tajam. Permintaan bukan hanya di klinik dan Rumah Sakit (RS) saja. Juga di kantor-kantor, hotel, industry dan pabrik-pabrik. Bahkan pasar serta mall.
Pengangguran Profesional
Lebih dari 600 lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia, dengan  jumlah lulusan di atas 42.000 per tahun. Pemerintah hanya mampu menyerap 15% dari jumlah yang lulus. Sementara jumlah rumah sakit dan Puskesmas yang ada belum mampu menyerap para lulusan ini.Â
Beberapa di antaranya diserap di sektor lain: industry, wisata dan lembaga-lembaga semi formal seperti layanan homecare, pelatihan dan bidang usaha campuran.
Kendala yang dihadapi oleh perawat muda ini, menambah jumlah angka pengangguran professional di Indonesia. Beruntungnya, sementara sektor lain melakukan perampingan pegawai, untuk bidang kesehatan, khususnya keperawatan, justru sebaliknya. Kebutuhan terhadap tenaga keperawatan meningkat tajam.
Pusat Layanan Covid-19
Selama 5 bulan terakhir, upaya Pemerintah dan swasta dalam mencegah terjadinya perluasan wabah makin gencar. Â Di antaranya dengan mendirikan pos-pos layanan Covid-19 di berbagai tempat, dari pusat hingga daerah.
Berdirinya pusat-pusat layanan Covid -19 ini, disusul perekrutan tenaga kesehatan, khususnya tenaga teknisi laboratorium, perawat serta dokter. Yang terbanyak adalah perawat. Tenaga laboraotorium untuk mengisi kebutuhan tenaga yang memeriksa bahan pemeriksaan laborat, khususnya cairan, lendir serta darah.Â
Sedangkan perawat untuk kebutuhan mulai dari respon di lapangan, pengkajian, hingga pemberian pertolongan saat kejadian emergency. Sementara dokter dibutuhkan untuk pengobatan.
Risiko Kerja
Sekarang ini, jangankan orang tua. Anak-anak TK saja, keponakan saya yang masih 5 tahun umurnya tahu apa risikonya jika tidak mengenakan masker.
Pengaruh Covid-19 ini memang luar biasa terhadap perubahan sikap masyarakat. Massive dan menyeluruh. Protokol kesehatan tidak butuh waktu lama untuk mengiklankan pesan utamanya di masyarakat. Beda dengan iklan layanan kesehatan lainnya.
Risiko terbesar dari Virus Corona, kita semua sadar, adalah 'kematian'. Risiko teringannya saat terpapar, reaktif, tidak menunjukkan gejala dan tanda-tanda. Tetapi memiliki potensi menular pada orang lain. Orang lain yang kondisiko lemah, memiliki risiko tinggi bisa tertular dan mengakibatkan kematian.
Oleh sebab itu, memutuskan untuk gabung bagi perawat bekerja di Tim Covid-19 itu tidak mudah. Butuh pertimbangan yang matang. Tidak asal memutuskan. Teman-teman rata-rata meminta izin orangtua, suami atau istri bagi yang sudah berkeluarga, bahkan tidak jarang minta pendapat teman-temannya. Â
Izin Orangtua
Izin orangtua ini salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh rekan-rekan perawat. Orangtua, terutama jika anaknya semata wayang, bisa dipastikan tidak mengizinkan anaknya gabung dengan Tim Covid-19 ini. Alasanya jelas. Risiko yang dihadapi sangat besar.
Mereka juga beralasan, kalau hanya uang yang tidak seberapa jumlahnya, tidak harus bekerja di Covid-19. Inilah tantangan terberat mereka.
Jadi, panggilan jiwa saja untuk bergabung dan memberikan pelayanan terbaik pada masayarakat, belum cukup. Terlebih, mana ada orangtua yang rela melihat anaknya nanti sakit.
Jarak
Di Jakarta, banyak permintaan peluang kerja bagi perawat Covid-19. Hanya saja jaraknya yang jadi masalah. Mana Aceh, mana Jakarta. Mana Kupang, mana Jakarta. Jadi, betapapun diterima nantinya, jarak ini tetap menjadi masalah. Minimal harus sedia tiket pesawat. Bookingnya, mahal. Harus sedia Sertifikat Rapid Test.
Teman-teman perawat yang berada di daerah terpencil misalnya di Pulau Alor, Nias, untuk dapat Rapid Test saja ternyata harus jalan puluhan kilometer. Selain itu, keluar dana juga. Tidak jarang harus keluar pulau. Sama saja artinya dengan loncat dari satu pulau, ke pulau lain.
Jadi, ketika lolos seleksi dan harus berangkat ke Jakarta juga tidak mudah bagi perawat daerah. Â
Jenis Kontrak
Persoalan terakhir yang tidak kalah besar sebagai bahan pertimbangan adalah jenis kontrak. Tahun-tahun terakhir ini, entah apa karena minimnya anggaran Negara, tidak tersedia dana, atau kualitas tenaga kerja kita yang kurang bisa dipercaya, sehingga rata-rata system kerja kita menggunakan kontrak. Maksimal dua tahun. Yang paling umum setahun.
Untuk gabung dengan Tim Covid-19 ini, bahkan ada yang sistemnya setiap bulan ganti kontrak. Padahal, semula enam bulan kontrak. Tentu ini dilakukan oleh manajemen karena ada alasan. Misalnya bisa saja karena ada perawat-perawat yang mundur sesudah dua atau tiga bulan kerja.
Jenis kontrak kerja seperti ini meskipun bagi sementara perawat tidak masalah, bagi lainnya bermasalah besar. Terutama jika dari  luar daerah atau luar Jawa. Para perawat ini tidak sedikit yang ragu, jika kontrak tidak diperpanjang. Mereka takut akan bekerja di mana.
Kesimpulan
Ironi memang. Di tengah sulitnya orang mencari peluang kerja, Perawat kebanjiran peluang kerja. Sayangnya tidak membuat mereka 'senang'.
Persoalannya, peluang kerja ini memiliki risiko besar, yang bukan hanya nyawa saja yang jadi taruhannya. Bisa juga karena jaraknya, honor yang tidak seberapa, serta status kontraknya.
Malang, 3 September 2020
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H