Universal Ethics
Meskipun demikian, di dunia ini, ada norma-norma yang sifatnya universal, yang berlaku di seluru dunia dan harus kita jaga. Misalnya, mencemooh, itu di mana-mana sama persepsinya.Â
Mencemooh itu tidak baik. Apakah di Eropa, Amerika, Asia atau Australia tidak beda. Kalau ada orang bicara kemudian kita potong pembicaraannya, itu juga tidak etis. Menyerang pribadi saat diskusi, itu pula tidak elok.
Di dunia ini kita mengenal 'bahasa' yang kedudukannya dimuliakan sebagai bentuk sikap penghargaan antara manusia satu terhadap lainnya. Lebih spesifiknya, ada kata-kata universal di dunia ini yang berlaku di mana-mana. Semua sepakat, semua seragam.Â
Yakni kata-kata: maaf (sorry), permisi (excuse me) dan terima kasih (Thank you). Tiga kata ini sangat mujarab. Tiga kata itulah tolok ukur sikap, yakni baik buruknya  seseorang di mata orang lain.
Mau bertamu, bertanya di jalan, di pasar, dalam kendaraan, di pusat pertokoan, kantor-kantor umum, di stasiun kereta, bandara, berdebat, hingga toilet umum. Semuanya relevan dan bisa digunakan. Seolah satu paket.
Contohnya, :"Permisi pak, boleh mengganggu sebentar. Di mana letak Kantor Pos ya? "
Sesudah mendapatkan jawabannya, yang bertanya umumnya menyampaikan ucapan 'terima kasih'. Tidak jarang juga diikuti, :"Maaf sudah mengganggu."
Sebaliknya, mereka yang pelit, bisa jadi tidak menggunakan ketiga kata tersebut. Mereka ini dianggap sebagai orang yang 'tidak punya etika'. Perlakuan tersebut berlaku universal.
Pergeseran Nilai
Namun zaman sudah mulai berubah, sejak memasuki era digital. Orang mulai merasa tergesa-gesah dalam banyak hal, merasa waktunya sempit, serta menggunakan media elektronik sebagai sarana utama dalam pergaulannya.Â