Kalau ada orang salah, tidak jarang kita biarkan, meskipun itu pemimpin kita. "Ya sudah, didoakan saja..." Demikianlah. Pikir kita, dengan doa semuanya bisa beres. Padahal aslinya tidak demikian. Masyarakat kita ini aslinya 'penakut'.
Buzzer dan Influencer
Kondisi di atas, secara politis, banyak dimanfaatkan oleh oran-orang yang mempunyai potensi menggunakan peluang.
Kita seringkali tidak mau terbuka meskipun disakiti. Kita selalu bilang, :"Tidak apa-apa." Budaya ini, sudah tertanam sejak kecil. Anak-anak kita ajarkan untuk tutup mulut, dengan iming-iming atau 'ancaman'.
Cara-cara pendidikan seperti ini berimbas secara psikologis, sehingga dalam jangka panjang mencetak generasi 'tertutup'. Kepribadiannya cenderung Introvert.
Dalam rapat sering kita temui tipe orang seperti ini. Hanya diam di dalam ruangan, selama rapat berlangsung. Namun menggerutu di luar rapat. Mereka bisa koar-koar, tetapi tidak resmi.
Kelompok orang seperti ini berpotensi bukannya sebagai Influencer, tetapi menjadi Buzzer. Tidak ingin namanya tercoreng hanya karena berterus terang. Tetapi menentang orang-orang yang terbuka jalan fikirannya. Â
Intinya, dalam hidup ini, di dunia nyata, dunia maya ataupun dunia abu-abu, selalu ada Influencer dan Buzzer. Influencer in sukanya terbuka, identitasnya jelas. Sedangkan Buzzer suka main di belakang, dengan identitas meraba-raba, karena kalau dibayar, pasti ada dalangnya. Kalaupun murni Buzzer, jumlahnya sedikit tetapi bisa seperti Bakteri. Â
Dalam dunia politik, Influencer ini didominasi oleh orang-orang kuat ideologinya dan berpengaruh. Sementara Buzzer ini didukung orang-orang yang bisa mempengaruhi, karena kuat dananya.
Malang, 19 August 2020
Ridha Afzal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H