Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buzzers Vs Influencers, Mengkritik Pengkritik, Siapa Dalangnya?

19 Agustus 2020   20:26 Diperbarui: 19 Agustus 2020   20:29 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Indonesiantodays.com

Pertama, materinya sudah jelas. Kalau materi sudah jelas, 100% tidak mungkin. Pasti banyak hal yang mereka ingin tahu yang perlu penjelasan. Kemungkinan kedua, mereka tidak bertanya karena malas. 

Rasanya kalau malas juga tidak. Kalau malas, dari awal mereka mestinya tidak  akan ikut. Karena yang ikut kali ini merupakan saringan lebih dari 100 peserta. Mereka yang ingin ikut pada dasarnya rajin, bukan pemalas. Oleh sebab itu alternatifnya adalah nomer tiga, mereka tidak mengajukan pertanyaan karena takut atau salah ngomong.

Takut Salah

Takut salah atau salah ngomong ini sangat banyak menghantui peserta didik/mahasiswa/staf, buruh, masyarakat dan lain-lain. Bukan karena omongannya yang salah yang ditakutkan. Mereka takut diketawakan atau jadi bahan tertawa orang lain atau teman-temannya. Hal ini sangat umum terjadi di bangku sekolah, kampus juga di masyarakat.

Lihat saja misalnya mengapa orang kita tidak sukses dalam belajar Bahasa Inggris. Kalah ucap, takut ditertawakan oleh orang lain. Padahal, yang menertawakan belum tentu bisa. Budaya menertawakan kesalahan orang lain ini, sangat kuat mengakar dalam masyarakat kita.

Dalam jangka panjang, kebiasaan ini membekas. Mereka yang suka menertawakan atau membela pihak yang 'berkuasa' ini berpotensi jadi Buzzer. Bisa juga jadi orang bayaran untuk jadi Buzzer.

Takut Pemerintah

Orang kita sangat patuh. Mau bukti? Lihat jalan-jalan di kampung. Kita sangat guyub, bersedia bayar  iuran bergotong royog demi kepentingan bersama, walaupun tidak punya uang. Mana ada di luar negeri suasana seperti ini? Ini membutktikan bahwa orang kita sangat manut. Oleh sebab itu Belanda betah. Jepang juga sukses menjajah.

Orang kita cepat sekali percaya sama orang lain, dari sejak zaman dulu. Agama memang mengajarkan untuk tidak menaruh prasangka negatif pada orang. Karena itulah, ketika Jepang datang betujuan untuk membantu kita mengusir Belanda, kita langsung percaya, tidak pernah menaruh curiga. Akibatnya, Jepang justru yang menipu dan menjajah kita. Malah jauh lebih kejam dari pada Belanda.  

Budaya orang kita secara umum 'takut', tidak mau neko-neko. Walaupun esensi pejabat, PNS, pegawai MPR/DPR atau Pemerintah dan Presiden sebenarnya adalah melayani rakyat, teryata kemudian terbaik, masyarakat kita ok-ok saja. Justru rakyat yang melayani mereka. Masyarakat kita tidak pernah protes.

Orang kita memang sangat mulia budinya. Meski sudah disakiti, mudah memaafkan. Lihatlah bagaimana koruptor bebas jalan terus. KKN tidak surut.Kita sangat pemaaf. Kita tidak mau repot dan tidak ingin neko-neko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun