Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Habib Rizieq for President: Siapa Takut, Siapa Salut

19 Agustus 2020   06:04 Diperbarui: 19 Agustus 2020   05:59 8772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: faktakini.com

Sila ke-4 dari Dasar Negara kita Pancasila jelas menyebutkan, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", memiliki makna antara lain: pemimpin bangsa Indonesia haruslah bijaksana, kedaulatan bangsa ada di tangan rakyat serta kebijaksanaan dalam mengambil solusi. Ringkasnya, mengandung falsafah demokrasi.

Demokrasi kita tentu beda dengan yang ada di India, Amerika Serikat, Filipina atau negara-negara di Eropa yang menganut kebebasan. Demokrasi kita bebas terbatas dan berlandaskan Pancasila. Oleh sebab itu, kita memang bebas melakukan banyak hal, tetapi harus bertanggungjawab.

Inilah salah satu hal mengapa di Indonesia ini hingga sekarang masih terasa semangat gotong royongnya, saling membantu, ada koperasi, arisan dan lain-lain budaya yang mengedepankan persatuan dan kesatuan. Bukan keindividuan dan kebebasan kebablas.

Kita pernah alami adanya berapa jumlah partai politik yang mencapai 13 partai pada masa Orde Lama. Pemilu pada tahun 1971 terdapat 10 partai. Pemilu 1999 ada 21 partai. Pemilu 2004 ada 24 partai. Pemilu 2009 ada 38 partai. Dan Pemilu 2014 terdapat 10 partai yang memenuhi threshold. 

Ini menunjukkan bahwa Indonesia juga mengenal demokrasi. Memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya lewat perwakilan mereka di dewan.

Namun demikian, dalam aplikasinya di lapangan, menyoblos suara lewat partai itu tidak sama dengan kehidupan nyata. Masih banyak ditemukan perlakuan diskriminasi, penekanan, pelecehan, perlakuan tidak adil, korupsi, kolusi dan nepotisme dan lain-lain di masyarakat. 

Praktik-praktik yang tidak mencerminkan nuansa demokrasi ini terjadi karena sebenarnya perlakuan 'oknum', bukan aturan undang-undang atau regulasi yang dibuat oleh negara. Tidak terkecuali yang terjadi pada Habib Rizieq Shihab (HRS), yang hingga kini belum bisa balik ke Tanah Tumpah Darah nya, Indonesia.

Habib Rizieq for President

Akhir-akhir ini mencuat lagi nama Habib Rizieq Shihab dan Ustadz Abdul Somad (UAS) di medsos, Twitter. Cuitan di Twitter mengangkat isu kemungkinannya UAS atau HRS bisa maju dalam kontes Pemilu 2024 mendatang jadi trending topik.

Siapa tidak tahu HRS dan UAS? Dua orang sosok besar ini dikenal sebagai tokoh sekaligus panutan masyarakat khususnya kaum Muslim Indonesia. Ibaratnya, sedemikian pengaruh kedua tokoh tersebut sehingga apa yang dikatakan olehnya, umat akan patuh, nurut.

Andai keduanya maju, mencalonkan diri sebagai calon presiden, sejuta umat mendukungnya. Kenyataan in tidak bisa disangkal. Akan tetapi HRS dan UAS bukanlah anak kemarin sore yang gila dengan jabatan, ketenaran dan kekayaan. Walaupun memang ada pemuka agama yang doyan ketiga-tiganya. Akan tetapi bukan kedua tokoh tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun