Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pulsa Disubsidi, Kecolongan Materi Pornografi

15 Agustus 2020   18:36 Diperbarui: 15 Agustus 2020   18:32 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beri Kami Kail, Bukan Ikan

Saya paling 'benci' melihat pemandangan anak-anak yang jadi pengemis di jalanan, di perempatan atau di lampu merah. Ini pasti ulah para orang tua atau orang dewasa. Saya tidak berfikir bahwa anak-anak ini punya ide sejauh itu untuk mengemis, kecuali pasti ada yang nyuruh.

Saya salut dengan Pemerintah Daerah yang memberikan aturan tegas, baik kepada peminta-minta maupun yang ngasih. Denda mereka. Itu langkah yang bagus. Kalau mau beramal, bayak yayasan yatim piatu yang bersedia menampung. Banyak masjid, panti jompo atau yayasan anak-anak terlantar yang butuh uluran tangan. Bukan di jalanan.

Memberi uang pada anak-anak di jalanan hanya akan memperparah kondisi mental mereka. Merasa enak ada yang memberi, membuat mereka merasa 'nyaman'. Dalam jangka panjang, mereka tidak ada minat untuk sekolah atau berusaha ke arah yang lebih baik. Yakni menjadi generasi bermartabat.

Menjadi generasi bermartabat inilah tujuan pendidikan. Kita boleh miskin, tetapi tidak boleh melarat mental dengan mejadi pengemis kelas berat. Pengemis kelas berat adalah yang senangnya menadah, tanpa berusaha.  

Diberi pulsa oleh Pemerintah misalnya, meskipun belum terealisasi, merupakan bagian dari contoh konkrit budaya 'diberi', meskipun saat ini anak-anak masih sekolah, tidak mengemis untuk diberi oleh Pemerintah. 

Apalagi jika pemberian tersebut bukan merupakan solusi dari sebuah persoalan. Maka pemberian pulsa bukan pemecahan masalah.

Terlebih, baru-baru ini didapatkan situs pornografi pada materi pembelajaran anak SD. Di mana emak-emak menjerit, melihat adegan dewasa di sebuah situs sebagaimana diberikan oleh Repelita.com hari Jumat, 14 Agustus 2020 kemarin.

Pemberian Pulsa akan dipertanyakan. Di mana relevansi niat baik Kemendikbud  ini dengan konten pembelajaran yang ada? Bagaimana ceritanya koq bisa kecolongan? Inilah yang perlu dijawab.

Jadi, kemiskinan fisik sebagaimana yang terjadi pada anak-anak yang terlantar di pinggir jalan atau di persimpangan lampu merah, barangkali tidak seberapa berat jika dibandingkan dengan miskinnya kualitas materi pembelajaran yang berisi situs pornografi.  

Tugas Guru

Tugas Kemendikbud itu berat, karena menyangkut kualitas anak bangsa yang harus dipersiapkan demi menyongsong nasib dan hari depan bangsa. Akan tetapi tugas guru di lapangan jauh lebih berat.

Beratnya tugas guru ini kalau saya boleh ibaratkan melebihi seorang tentara yang hanya latian secara fisik menjaga keamanan negara. Tentara tidak setiap saat ikut perang. Apalagi jika masa damai. Kadang-kadang saja mungkin dikirim ke daerah yang terkena konflik atau saat ada demo.

Tetapi guru, setiap hari harus 'berperang' melawan berbagai 'musuh' yang mengancam masa depan anak-anak didik mereka. 

Bukan dari luar saja, tetapi juga dari dalam negeri sendiri. Mulai dari keterbelakangan, moral, kemiskinan, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan lain-lain, yang semuanya butuh perbaikan.

Desain Pengajaran

Guna memperbaikinya, seorang guru dituntut untuk menyiapkan materi pembelajarannya dalam bentuk Desain Pengajaran. Saya mengetahui ini karena kedua orangtua kami adalah guru. Terkadang saya diminta membantu Ibu saya menyiapkan banyak hal. Mulai dari persiapan bahan ajar, mencari buku, hingga membuat laporan.

Dalam penyusunan Desain Pengajaran, seorang guru dituntut untuk memberikan materi sebagaimana yang ada dalam panduan yang tertuang dalam kurukulum. Menyusun materi, tujuan pemberian materi, aspek-aspek yang diberikan, metode pegajarannya, kapan dan berapa lama pemberian materi, referensinya, serta bagaimana cara evaluasinya.

Dengan adanya Desain Pengajaran tersebut akan membantu guru secara terstruktur dalam mengajar. Bagusnya lagi adalah, alat ini dapat digunakan sebagai sarana komunikasi sandainya suatu saat guru yang bersangkutan berhalangan atau berhenti mengajar.

Oleh karena itu, ditemukannya Situs Porno dalam materi pembejalaran anak SD yang kemarin diberitakan, merupakan suatu yang sulit diterima oleh akal sehat seorang guru. 

Terlihat jelas, ini bukan karena ada kesengajaan guru yang menyusun materi pembelajaran. Tetapi oleh sistem online, pihak administrasi atau sistem check and recheck nya yang lemah atau tidak berjalan dengan baik.      

Quality Assurance

Bahasa sederhananya adalah check and recheck. Kita perlu memastikan kualitas produk sesuai pesanan itu sangat penting. Dalam hal pembelajaran, karena acuannya sudah jelas, yakni Kurikulum, maka sebenarnya tidak sulit.  

Sesudah menyusun Desain Instruksional, guru wajib melihat kembali apa-apa yang akan diajarkan, apaka sudah sesuai dengan panduan atau tidak. Sesudah itu, melihat kembali tujuan pembelajaran, metode yang akan digunakan selama pengajara, serta cara evaluasi guna mencapai tujuan.  

Langkah-langkah ini sudah terstruktur sedemikian rupa. Sehingga orang lain pun, meski bukan guru, akan paham.
Persoalannya adalah, jika materi ini diberikan secara online yang bukan guru itu sendiri yang menyusunnya. Inilah kelemahan system pembelajaran online. 

Penyusunnya adalah IT professional. Yang mungkin tidak paham akan konten pembelajaran. Yang dilakukannya hanya copy and paste materi yang sudah ada.

Kekuarangan lainnya adalah, apabila dalam memasukkan materi online ini ternyata bisa disisipkan iklan. Nah, di sinilah lubang terbesar yang kemungkinan guru-guru akan kecolongan materi intinya.

Iklan bisa disisipkan dalam materi yang ada dalam situs pembelajaran. Bukan hanya mengusik peserta didik yang membaca materi tersebut yang terpengaruh, tetapi juga mengaburkan arti yang menjadi tujuan materi pembelajaran utama bagi banyak pihak yang membacanya.

Ini terjadi apabila materi pembelajaran disebar untuk tujuan komersial. Artinya, membuka peluang bagi iklan untuk masuk. 

Mereka tentu saja bayar mahal demi kepentingan ini. Akibatnya adalah seperti yang saya sebutkan di atas. Materi pembelajaran sudah ada tidak tampak orisinal lagi. Alias campur baur dengan iklan.

Jadi, jangan kaget, ketika situs pornografi nyelonong masuk dalam materi utama pembelajaran.

Jualan Bahan Ajaran Online

Dengan maraknya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini, akan mengundang masyarakat pengajar untuk memproduksi materi pembelajaran online. Ini sangat bisa dimengerti. Karena itu muncul kemudian situs seperti 'Ruang Guru'.

Lewat situs seperti ini, anggota komunitas profesi guru bisa secara aktif menyusun program belajar online yang kemudian dijual ke situs ini. Ada sisi positif, ada pula negatifnya. Positifnya akan meningkatkan daya kreativitas guru untuk berkarya, dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Melalui forum ini, guru akan diajak untuk lebih banyak berkarya, menulis, melakukan inovasi terhadap berbagai system pembelajaran, sekaligus mempertajam kemampuan penelitiannya. Namun kerugiannya, ada kemungkinan pembajakan situs dan dimasukkan content yang muatannya betentangan dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.

Maka dari itu, pemberian Pulsa itu baik. Tetapi yang baik belum tentu benar. Perlu adanya sistem penyaringan materi, baik sebelum, selama serta sesudah penyusunan bahan ajarnya. Tidak mungkin orangtua berada di samping anak-anaknya terus menerus saat proses pembelajaran berangsung. Kecuali anaknya satu, dan orangtua tidak punya aktivitas lainnya.

Niat membantu saja, ternyata tidak cukup. Repot juga jadi Mendikbud seperti Pak Nadiem. Di mata masyarakat, kadang serba salah dalam setiap pengambilan keputusan.  

Malang, 15 August 2020
Ridha Afzal    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun