Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pilih: Disimpan Jadi Dendam atau Diikhlaskan Jadi Rahmah

7 Agustus 2020   06:55 Diperbarui: 7 Agustus 2020   07:04 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: businessinsider.com

Kapan itu saya pergi ke sebuah finansial senter, untuk bayar angsuran motor. Pembayaran sudah masuk tahun ke dua. Tidak seperti biasanya, kali ini ramai banget pengunjungnya. Saat saya tanyakan kepada Satpam mengapa, dijawabnya, orang-orang pada datang meminta keringanan penundaan bayar angusuran motor. Katanya ada peraturan dari Pemerintah terkait kemudahan ini. 

Pantesan.....

Asumsi saya kemudian adalah, gejala ini menujukkan betapa dampak Covid-19 ini sudah merambah ke rana ekonomi publik. Masyarakat mulai resah, gelisah. Mereka tidak mampu menopang beban membayar kebutuhan. Termasuk melunasi hutang motor ini.

Dari pengalaman di atas, ada kiat tertentu dalam menyikapi hutang-piutang. Di antaranya: memiliki backing dana, hindari hedonisme, bersikap tegas, berikan semampunya dan yang tidak kalah pentingnya, sekiranya anda yang memberi hutang jagan diberi dalam jumlah besar kemudian ikhlaskan sekiranya tidak ada jalan lain yang terbaik.    

Memiliki Backing Dana

Saya tidak mau munafik, pernah hutang. Tapi juga perhitungan. Perhitungan kita bisa tepat, bisa pula meleset. Oleh sebab itu, harus ada backing dana manakala perhitungan kita meleset. 

Misalnya, saya ambil angsuran motor, akan saya pastikan bisa bayar per bulan. Maksimal 25% dari penghasilan. Jangan lebih dari itu. Jangan sampai kita kedodoran hanya karena cicilan motor terlalu besar porsinya.

Bukan hanya itu. Ada kemungkinan kita tidak mampu bayar angsuran. Alternative ini perlu difikirkan jalan keluarnya. Bagi saya, itulah backing namanya. Saya harus punya tabungan untuk bayar angusuran paling tidak 2-3 bulan ke depan.
Backing ke-3 adalah kita punya orang lain yang bisa bantu. 

Namun kita juga harus memiliki jaminan, misalnya surat berharga (SHM tanah, rumah). Dengan demikian, kalau kita hutang ke orang lain, ada jaminan yag diberikan. Tidak asal hutang. Pasti repot jika suatu saat tidak mampu menepati janji pembayaran.

Hindari Hedonisme

Saya melihat generasi sekarang beda. Kita lebih suka dengan memburu kepemilikan materi sebagai bentuk kesenangan dan tujuan hidup. 'Hedon' berasal dari Bahaya Yunani yang berarti 'kesenangan'. Kita merasa senang apabila belanja dan menghambur-hamburkan uang yang berlebihan. Padahal, belum tentu kita punya dana. Itulah yang sering terjadi.

Saya punya teman yang ditawari credit card oleh ibunya. Kata ibunya, bisa digunakan untuk jaga-jaga, bila dibutuhkan. Oleh teman saya ditolak, karena pemilikan credit card bisa jadi menggoda. Bila tidak tahan, akan terjerat hutang yang membahayakan.

Menurut ibu saya yang berprofesi sebagai guru, banyak PNS baru di tempat kami, yang berprofesi sebagai guru muda, dengan pangkat/golongan IIIA, dikejar-kejar oleh Bank untuk mengambil kreit mobil. Bukan motor. Kalau motor soal biasa.
Ambil kredit motor cukup Rp 500 ribu per bulan sangat umum. 

Orang pingin tampil dengan Mobil, beda lagi. Orang-orang yang baru diangkat menjadi PNS yang tidak kuat imannya bisa lupa diri. Dan itu terjadi.

Source: worldfinancialreview.com
Source: worldfinancialreview.com

Bersikap Tegas

Pekan ini saya mengalami sendiri. Seorang rekan yang mestinya harus bayar biaya suatu pembelian lewat saya, tidak bisa menepati janji. Sudah tiga kali ini. Katanya, dia menghutangi si Fulan, padahal dia sudah wanti-wanti (memperingatkan), bahwa uang ini harus dikembalikan dalam tiga hari lantaran digunakan untuk membayar barang yang dibeli lewat saya.

Apa yang terjadi, Fulan tidak bisa tepati janji. Saya sudah bilang pada teman saya bahwa barang sudah jadi. Kita sudah bayar 50%. Separuhnya lagi ditunggu. Lantaran keterlambatan ini, semua orang jadi kena getahnya.

Teman saya bilang, dia bersedia memberikan hutang pada temannya si Fulan, karena Fulan pernah melakukan hal yang sama dan ditepati. Oleh sebab itu kali ini tidak keberatan. Ternyata, kali ini meleset.

Makanya, untuk kebutuhan mendesak, kalau tidak punya cadangan, hemat saya, harus berani berkata 'Tidak' saat memberi hutang, kepada siapapun. Resikonya memang, kita bisa dicap pelit, tega, tidak mau membantu teman dan lain-lain.

Biarkan saja tidak masalah. Karena akibatnya bisa jauh lebih parah seperti pengalaman di atas. Yang menderita lebih banyak jika kita tidak tegas.  

Lihat Kemampuan Penghutang

Jika anda yang memberi hutang, jangan terbuai dengan janji-janji orang yang mau hutang meskipun saudara sendiri atau teman dekat. Kita tidak tahu bagaimana kondisi mereka aslinya. Oleh sebab itu, bila kita punya rejeki meskipun lebih, jangan diberikan hutang kepada orang-orang yang sekiranya berat mengembalikan dalam jumlah banyak.

Hutang itu sangat enak dan ringan karena hanya lewat mulut. Sedangkan mengembalikan itu berat sekali. Itu kenyataan. Pihak yang hutang, karena merasa sangat membutuhkan, aneka omongan manis bisa saja dilontarkan. Itu sangat umum dan wajar.

Jangan terbuai dengan janji meski saudara sendiri atau teman dekat. Kalau ada apa-apa, hubungan saudara dan persahabatan bisa rusak hanya karena duit yang tidak seberapa.

Oleh karenanya, berikan sesuai kemampuan dia, juga saku kita. Jangan karena niat menolong, ternyata kita sendiri kelabakan. Begitu juga mereka yang kita hutangi. Kalau perlu, sekiranya rejeki kita ada dan berlebihan, berikan saja secukupnya. Ikhlaskan pemberian ini sebagai sedekah. Bukan hutang.

Beratnya Melunasi

Seorang senior saya pernah cerita. Dia kehilangan teman baik karena hutang ini. Si Fulan, teman senior saya ini punya teman baik yang sering datang berkunjung ke rumahnya. Kunjungan Fulan ini dianggap tulus. 

Karena itu, saat suatu hari si Fulan mengemukakan niatnya untuk hutang, senior saya tidak keberatan. Fulan menjanjikan uangnya akan digunakan untuk bisnis dan bersedia berbagi keuntungan. Dikembalikan dalam jangka waktu sebulan.

Satu bulan sesudah waktu yang dijanjikan tiba, Fulan tidak nongol. Dua bulan berikutnya tidak pernah lagi. Senior saya barus sadar, ternyata Fulan menipunya. 

Dia menyesal bukan karena duitnya hilang, namun persaudaraan itu lenyap seketika hanya karena uang yang bisa dicari. Walaupun jumlahnya cukup besar untuk ukuran keluarga sederhana.

Melunasi hutang itu ternyata sangat berat.

Sikap yang ditempuh oleh senior saya adalah mengikhlaskan. Memohon kepada Allah SWT untuk memberi ganti yang lebih baik sekiranya sikap yang diambil adalah tulus, ikhlas.

Apa yang terjadi kemudian di luar ekspektasinya. Senior saya mendapatkan pekerjaan baru dengan penghasilan yang jauh lebih dari jumlah hutang yang diberikan kepada si Fulan. Allah SWT mengabulkan permohonannya. But don't try this at home!

Hikmah

Hutang piutang tidak diharamkan. Sekiranya bisa, alangkah eloknya bila dihindarkan. Bila terpaksa, pastikan punya cadangan (backup) agar tidak merusak hubungan teman maupun persaudaraan. Atau, gunakan surat berharga dan hutang saja ke Bank. Agar tidak membebani mental orang-orang yang kita anggap dekat dan tulus cintanya, terhadap hubungan antar sesama manusia.    

Malang, 7 August 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun