Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendikbud dan Menristekdikti Tidak Boleh Menang Sendiri

3 Agustus 2020   07:32 Diperbarui: 3 Agustus 2020   08:00 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Syarat Pemimpin

Tidak ada pemimpin sejati kecuali yang mementingkan kebutuhan rakyat, merakyat dan demi rakyat. Ketiga Syarat ini harus terintegrasi dan tidak bisa dipisah satu dengan lainnya.
Mementingkan kebutuhan rakyat artinya segala kebijakan dan keputusan yang diambil adalah demi kepentingan rakyat, bukan golongan, apalagi pribadi.

Merakyat artinya dekat dengan rakyat. Tidak ada alasan karena sibuk, seorang pemimpin sulit ditemui rakyatnya. Pemimpin ada karena ada rakyat. Kalau tidak merakyat, yang dimpimpin siapa?
Sedangkan demi rakyat artinya, segala sesuatu yang diputuskan semata-mata demi rakyat. Tidak terkecuali sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ini.

Win-Win Solution

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kemenristekdikti dalam mengambil kebijakan terkait PJJ ini harus mengacu kepada tiga prinsip di atas: kebutuhan rakyat, merakyat dan demi rakyat. Jika satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka keputusan atau kebijakan yang diambil tidak baik atau belum sempurna.

Dengan kata lain, keputusan pengambilan harus berkeadilan yang mengedepankan kepentingan rakyat. Apalagi di tengah konflik. Harus pula ada prinsip Win-win Solution sebagaimana yang kita kenal dalam conflict management.

Disebut sebagai conflict management karena pegambilan keputusan PJJ ini terjadi saat ada konflik yang berupa Covid-19. Di tengah situasi sulit ini seorang pemimpin dibutuhkan kehadirannya demi kepentingan dan kebutuhan bersama. Bukan untuk perolehan popularitas.

Sebagai contoh PJJ ini mensyaratkan peserta didik harus punya gadget, Handphone, Android. Persyaratan seperti ini terkesan 'memaksa'. Walaupun penting untuk PJJ, tidak semua masyarakat punya, apalagi butuh. Terlebih, Indonesia ini terdiri dari 17.000 pulau yang tidak semua memiliki Antena internet untuk tujuan PJJ.

Belum lagi rakyat harus merogoh saku, beli pulsa atau paket internet. Ini juga mengandung unsur 'pemaksaan'. Aturan ini tidak menunjukkan keberpihakan pada kepentingan rakyat. Apa yang disebut baik bagi seorang pemimpin, belum tentu benar bagi rakyat. Inilah sebagai pertanda bahwa model pengambilan keputusannya tidak adil. Alias berat sebelah.

Kemendikbud jika ingin disebut merakyat, harus melihat kondisi rakyat dari bebagai sudut, baik terkait potensi, kemampuan serta sarana dan prasarana yang dimiliki rakyat. PJJ ini hanya cocok untuk daerah perkotaan. Jakarta misalnya, yang kondisi status terkait Corona hingga saat ini masih 'Merah', sangat beda jauh dengan, misalnya di Sabang, Pulau Nias di Aceh atau pulau Seram di Maluku yang statusnya 'Hijau'.

Mempertimbangkan situasi dan kondisi rakyat sebagaimana disebut di atas, berarti pemimpin mengupayakan Win-Win solution. Win-win solution ini adalah sebuah teknik komunikasi negosiasi yang menempatkan kedua belah pihak dalam posisi menang.

Indonesia Bukan Jakarta

Sebagaimana diketahui bahwa rakyat Indonesia 44% hidup di desa. Artinya, hampir separuh (sekitar 130 juta jiwa) rakyat kita bisa saja tidak memiliki fasilitas lengkap terkait kepentingan PJJ ini. Belum lagi memperhitungkan jumlah penduduk miskin yang menurut BPS mencapai 10.14 juta jiwa pada tahun 2018.

Kondisi seperti ini sangat penting dijadikan bahan pertimbangan dalam PJJ. Sarana dan prasarana PJJ di kota sangat beda dengan di daerah. Contoh yang sangat sederhana saja, untuk mendapatkan pulsa. Di kota-kota sangat mudah mendapatkannya. Sementara di Pulau Alor, bisa jadi orang harus jalan kaki 1-2 km bahkan 5 km untuk mendapatkan pulsa.

Penerapan PJJ di daerah yang status nya Hijau, sangat tidak adil. Terlebih lagi, PJJ pada kenyataannya, meskipun baik untuk sejumlah kalangan masyarakat, PJJ ini tidak selalu menguntungkan dan dibutuhkan kalangan masyarakat bawah. Belum lagi jika pada anak-anak di mana orangtuanya tidak paham tentang bagaimana menggunakan teknologi.

Sebagaimana diketahui, banyak orangtua, khususnya ibu-ibu yang mengeluh masalah pembelajaran ini. Mereka yang tidak mengetahui cara menggunakan Hape dalam pembelajaran ini mengalami kesulitan. Akibatnya, bukan anak-anak yang belajar, tetapi orangtuanya yang lebih banyak aktif selama proses belajar mengajar berlangsung.

Esensi Tujuan Belajar

Tujuan belajar adalah perubahan tingkah laku. Perbahan ngkah laku ini berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan. Prosesnya, harus berorientasi pada peserta didik (Student Oriented) agar tujuan bisa dicapai secara maksimal. Karena student oriented, maka segala sesuatunya harus berpusat pada potensi mereka, kemampuan mereka serta sebagal sesuatu yag dimiliki oleh mereka.

Memaksakan anak-anak yang belajar di Pulau Sempu (Malang Selatan) sama dengan yang ada di Surabaya adalah kenistaan. Demikian pula yang ada di Pulau Bangka dengan yang ada di Bandung.    

Oleh sebab itu, sebagai masukan, Mendikbud dan Kemenristekdikti harus melakukan pemetaan berdasarkan hasil penelitian, agar semuanya diuntungkan. Tidak berat sebelah. Penerapan system belajar tidak bisa menggunakan prinsip sama rasa sama rata. Apa yang dibutuhkan di kota, tidak selalu dapat digunakan oleh orang desa.

Lakukan pemetaan yang berdasarkan skala status Corona jika landasan dasar yang diguanakan adalah guna mencegah terjadinya perluasan penularan Covid-19. Terapkan cara belajar seperti semula bagi wilayah yang statusnya Hijau. Yang kuning menerapkan protocol kesehatan. Sedangkan yang merah, untuk sementara lakukan PJJ. Dengan demikian, semuanya dapat dan diuntungkan.  

Memang berat dan tidak mudah jadi seorang Menteri. Apalagi ngurus pendidikan sebuah negara seperti Indonesia. Masyarakatnya banyak, wilayah luas, beraneka suku dan budaya. Tentu imbasnya adalah tidak semua orang memiliki cara pandang yang sama terhadap cara pembelajaran yang efektif di tengah konflik.

Hal itu wajar karena tujuan belajar setiap orang juga tidak sama. Yang bijaksana adalah menempatkan metode yang tepat demi kepentingan mereka sesuai kemampuannya, agar tidak terkesan, di balik PJJ ini ada diktator tanpa Sepatu Lars, dalam kamus pendidikan kita.  

Malang, 3 August 2020
Ridha Afzal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun