Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Drama Kolosal Ini Berjudul "Dinasti Politik"

21 Juli 2020   20:29 Diperbarui: 21 Juli 2020   20:20 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acapkali, perawat selalu menutupi kisah-kisah sedih mereka. Apalagi yang berstatus honorer. Mereka lebih banyak diam, meskipun diperlakukan tidak adil. Pikirnya, tidak ada gunanya bersuara. Perawat serba dilematis. 

Mau pindah ke klinik atau RS lain, bisa jadi digaji lebih kecil. Belum lagi status di mana dia harus mulai lagi dari bawah. Mau ikut program pemerintah susah, mau ikut ke luar negeri bekal bahasa sangat kurang. Di swasta pun, gaji tidak seberapa.

Inilah gambaran akibat permainan dinasti politik dalam instansi yang berakibat pada profesi kami. Saya katakan dinasti politik karena pemainnya itu-itu saja, tidak berubah. Ada yang umurnya 70 tahun masih tetap bercokol sebagi 'Kaisar' di dalamnya.

Dinasti Politik Era Digital

Kini, di zaman Digital, diperparah dengan adanya issue Pilkada serentak dengan pelumas Dinasti Politik. Semua pejabat, pimpinan di berbagai lembaga, ramai-ramai mengajak adik, anak, keponakan, sepupu, ipar dan saudara tiri lainnya, ramai-ramai diajak untuk gabung dengan 'kerajaannya'. Seolah negeri ini milik mereka. Seolah ini adalah keluarga kerajaan.

Kita urut saja, Pak Soekarno meninggalkan Ibu Megawati. Pak Harto, menyisakan mas Tomy dan mbak Tutut. Pak Habibie, maaf saya tidak atau belum lihat anaknya. Gus Dur, ada Yenny Wahid. Ibu Mega, anaknya ada Puan Maharani. SBY, ada Agus Harmurti. Dan yang terkini, Pak Jokowi, sedang proses mengkader Gibran. Bahkan Pak Amien Rais, punya Ahmad Hanafi serta Hanum, yang mulai terlihat geliatnya.

Memang, negeri ini demokrasi. Siapa saja boleh mencalonkan diri jadi pemimpin. Sepanjang prosedur yang dilakukan benar, ok-oke sajalah. Tidak masalah. Yang jadi masalah adalah yang benar ini, belum tentu baik. Itulah mestinya kondisi yang harus disadari oleh pemain politik ini.

Kita punya banyak pemimpin yang baik, mungkin juga benar, tapi tidak sadar. Bahwa negeri ini bukan kerajaan pribadi. Mau mendirikan dinasti lewat partai, mungkin saja tidak menyalahi aturan organisasi partai. Tetapi mbok ya lihatlah..., apakah masyarakat rela menyimak drama kolosal ini?      

Sebenarnya terlambat jika suaraku ini dianggap sebagai sebuah keluhan. Bagiku tidak ada kata terlambat untuk berubah. Hanya saja perlu disadari, negeri ini butuh perubahan dari tangan-tangan dan pemikir besar. Orang-orang yang tidak serakah akan kekuasaan.

Sayangnya, aku sebagai perawat kawula muda, tidak banyak tahu tentang seluk-beluk politik. Walaupun mata ini melihat apa yang terjadi di sekitar, Dinasti Politik kita sedang dikuasai oleh orang-orang yang sedang berburu kepentingan.

Ladang business politik ini kejam. Bukan hanya di tingkat nasional. Tetapi di lembaga-lembaga kecil sekelas klinik atau RS daerah, kadang tidak mau kalah kejamnya. Tajamnya ke bawah, ke rakyat kecil. Dalam perspektif kesehatan, mayoritas perawat, acapkali jadi korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun