Di beberapa kelas tempat Ibu saya ngajar, jumlah muridnya sangat minim. Ada yang tidak sampai 10 orang. Di setiap pergantian tahun ajaran seperti ini, tidak jarang Ibu harus keliling dari rumah ke rumah, mencari murid. Jadi, kalaupun bisa jalan terus, degan protocol kesehatan seperti ini, Ibu saya yag menjabat sebagai Kepala Sekolah tidak habis mikir, dana untuk protocol ini bagaimana.Â
Meskipun tidak ada kasus Coroa di tempat kami, status hijau, nanti disaahkan jika tidak: cuci tangan, mengenakan masker, dan jaga jarak. Sementara semua itu butuh duit kan?
Kalaupun sekolahnya diiming-iming gratis, tidak gampang menarik minat masyarakat Kampung Cot untuk menyekolahkan anaknya di SD Negeri. Beberapa anggota keluarga yang agak mampu, mengirimkan anaknya ke sekolah di kota kecamatan. Sedikit jauh, namun mereka lalukan.Â
Nah, ibu-ibu guru ini keliling dari rumah ke rumah hanya untuk 'membujuk' para orangtua menyekolahkan anaknya di SD Cot ini. Â
Pada tahun Ajaran Baru 2020 ini tentu saja tidak mudah menarik minat mereka. Terlebih jika fasilitas, sarana dan prasarana sekolah kurang.Â
Saat ini, Era New Normal, sekolah-sekolah diharapkan memiliki berbagai fisilitas yang harus memenuhi kriteria Protokol Kesehatan. Sekolah seperti SD Cot ini pastinya mengalami kesulitan bagaimana bisa mendapatkan dana guna memenuhi kebutuhan Protokol New Normal bagi murid-murid SD Cot.
Yang paling penting lagi adalah, di saat seperti ini, bukan hanya murid-murid yang repot. Orangtua juga repot. Mereka bukan hanya harus belajar ilmu baru, bagaimana menggunakan HP, WA, Zoom meeting dan lain-lain. Mereka harus beradaptasi dengan kesibukan baru ini yang membuat mereka kadang kuwalahan karena padatnya acara.Â
Iya kalau hanya satu anak, barangkai tidak seberapa. Lha kalau anaknya 3 orang, semuanya duduk di bangku SD, yang sekolah ini sebetulnya siapa?
Malang, 14 July 2020
Ridha Afzal Â