Bapak mengajar di Kecamatan Mila. Ibu saya mengajar di Kecamatan Sakti. Kira-kira sekitar 10 kilometer dari rumah kami. Jalan-jalan di sana, meskipun lumayan bagus kondisinya, tapi masih sepi. Maklum, pedesaan. Jumlah siswa di sekolah tempat Ibu mengajar, sangat minim.Â
Bahkan tidak lebih dari 100 siswa satu sekolah. Ditambah lagi fasilitas yang kurang, Misalnya, tidak ada kamar mandi, perpustakaan miskin buku, tidak ada pagar. Jadi, jangankan bicara soal Teknologi Informasi. Usaha Kesehatan Sekolah saja, tidak ada. Sungguh miris.
Tablet Jadi Mainan Cucu
Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebetulnya sudah sangat bermurah hati dalam hal upaya peningkatan kualitas pendidikan kita agar tidak tertinggal dengan negara-negara maju. Kami, para guru, diberi Tablet, demi kepentingan kelancaran proses belajar mengajar.
Bagus sekali, kami sangat mengapresasi. Masalahnya, tidak semua lokasi sekolah dan juga gurunya ini seperti di Jobotabek. Yang di luar Jawa utamanya. Khususnya daerah-daerah terpencil da tertinggal. Belum lagi usia guru-guru yang sudah memasuki masa pension, tidak update IT.
Â
Kata Ibu saya, tidak sedikit guru yang belum paham dengan bagaimana menggunakan teknologi baru ini. Tablet-tablet yang dibagikan oleh Dinas Dikbud ini tidak jarang bukan berada di tangan mereka. Malah digunakan sebagai mainan oleh cucu-cucunya. Â
Meski demikian, kesibukan mereka tidak kalah dengan yang di kota. IBu saya sampai kuwalahan atur waktu untuk bikin laporan. Saya sering diminta membantu meyelesaikannya.Â
Maklumlah, sekolah kecil, minim staf, sarana dan prasarana, tugas-tugas pelaporan yang banyak ini begi beliau sangat menyita waktu belum lagi yang namanya meeting-meeting. Â Â
Tidak Ada Jaringan Internet
Siapa sih yang tidak suka dengan tinggal di rumah dan dapat duit? Tapi guru-guru yang jiwa dan hatinya sudah mendarah-daging untuk mengabdikan diri demi pendidikan anak-anak bangsa ini, sangat sedih dengan kondisi yang ada. Masalahnya, aturan Pemerintah tidak mengizinkan mengajar, tatap muka langsung secara fisik dengan murid. Saat ini, aturannya mengiplementasi Pengajaran Daring. Bagus! Â Tapi Aceh ini kan bukan Jakarta?
Jadi, jangankan internet dan WA. HP saja mereka banyak yang tidak punya. Mereka tidak memiliki fasilitas sebagaimana anak-anak kota yang dalam sarana dan prasarana hidupnya ada di dunia moderen. Kalaupun ada yang memiliki HP, tidak ada fasilitas internet atau WA nya yang memadai.
Solusinya, tidak jarang Ibu saya harus keliling dari satu rumah ke rumah lain, untuk menemui murid dan orangtua mereka di Aceh Utara. Sekolah seperti libur. Tapi guru-guru hidup tidak tenang mikirin anak-anak kampun yang tidak tahu bagaimana nasibnya di masa depan jika kondisi seperti ini berkelanjutan.
Siapa yang sekolah?
Tahun Ajaran Baru 2020 dimulai. Namun belum masalah status Corona belum jelas. Di banyak tempat belum sepenuhnya pulih normal. Pemerintah masih memberlakukan kebijakan pembelajaran dengan metode Daring di semua sekolah. Â