Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perawat dan Dokter Perokok Tidak Berhenti Merokok kecuali Dicabut Registrasinya?

7 Juli 2020   06:50 Diperbarui: 7 Juli 2020   07:02 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Detikhealth.com

Kalau pingin tahu asbak terbesar di dunia, datanglah ke Indonesia. Demikianlah pameo (sindiran) yang digunakan untuk menyebut bagaimana tardisi orang Indonesia terhadap merokok. Merokok adalah kebiasaan menghisap rokok yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindari bagi orang yang mengalami kecenderungan terhadap rokok. 

Semua orang tahu bahwa rokok mengandung bahan adiktif yang dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya. Baik perokok aktif maupun pasif, keduanya memiliki risiko.

Masih bisa dimengerti kalau orang awam merokok. 

Yang jadi masalah adalah jika petugas kesehatan, yang notabene bertugas menjaga, memelihara kesehatan, memberikan pendidikan kesehatan, merawat dan mengobati orang sakit, juga merokok. Bagaimana menjalankan visi dan misinya. Seolah di tangan kiri minum madu, tangan kanan memegang racun.

Rokok menjadi tradisi yang sangat sulit dihilangkan di negeri ini. Hanya satu penyebabnya, yakni tidak ada keseriusan semua pihak.

Dari Pemerintah misalnya Kementrian Kesehatan. Kalau memang membahayakan, dilarang saja. Berarti tidak perlu ada pabrik rokok. Selesai sudah. Untuk apa memasang iklan bertuliskan 'Rokok Membunuhmu' jika di sisi lain, produksi rokok jalan terus. Merokok dilarang di kelas, di kampus, di rumah sakit, tetapi orang jualan rokok d mana-mana jalan terus.

Dari lembaga baik Pemerintah maupun swata. Adanya larangan merokok di satu sisi, tetapi yang melanggar juga tidak dihukum atau didenda. Larangan tidak ada gunanya. Karena pelaku merasa tidak ada konsekuensi moral, social atau finansial apabila melanggarya.

Di masyarakat, tidak ada aturan yang jelas. Merokok bisa di mana-mana dan masyarakat acuh tak acuh. Di tempat umum, dalam angkot, di dalam bus, bahkan sopir bus, tempat rekreasi apalagi, dan lain-lain. Merokok seolah menjadi lautan api. Himbauan banyak yang tidak dihiraukan. Orangtua merokok di depa anaknya. Di restaurant, makan sambil merokok. Punting rokok di buang di sembarang tempat.

Petugas kesehatan merokok sudah dalam kondisi kronis. Untuk menasehati mereka, apa yang perlu dinasehati? Mereka tahu semua abcd tentang merokok. Ilmu pengetahuan tentang bahaya rokok mereka adalah ahlinya.

Merokok bagi banyak petugas kesehatan merupakan tradisi. Sulit menghilangkan kebiasaa mereka kecuali ada regulasi yang pasti yang memiliki kekuatan hokum. Artinya secara legal harus ada, misalnya ada petugas khusus yang mendenda apabila dilanggar aturannya. Khususnya di tempat pelayanan kesehatan (RS, Puskesmas, Klinik, Balai Kesehatan, parktik swasta lainnya).

Belum ada penelitian tentang kaitan rokok dengan reputasi organisasi. Tetapi petugas kesehatan semuanya paham bahwa jika mereka merokok, otimatis nama baik profesi tercoreng. Namun, jangan sebut perokok jika tidak memiliki dalih atau alasan mengapa harus merokok. 

Petugas kesehatan yang merokok mempunyai segudang argumentasi agar 'merokok' diperbolehkan untuk mereka sebagai 'hak individual'. Sekalipun mereka tahu bahwa orang lain juga punya hak untuk hidu sehat, menghirup udara segar dan bebas dari asap yang mengganggu kesehatan.

Sebuah penelitian yang dilakukan antara tahun 2008 hingga 2012 yang datanya dianalisa dari National Health Intervew Survey, ditemukan bahwa 16% dari 19 juta petugas kesehatan di sector kesehatan dilaporkan merokok (ISHN, 2016). 

Di Filipina, dalam sebuah artikel berjudul 'Which Heathcare Workers are most likely to smoke tobacco', sebuah hasil penelitian yang dimuat dalam News Medical, ditemukan 28% dokter adalah perokok dan 40% perokok adalah surgeons (beckershospitalreview). 

Di USA, dari 35 juta orang dewasa, termasuk sekitar 7% Registered Nurses (RNs) dan Licensed Practica Nurses (LPNs) (Campaign for Action, 2017).

Di Yogyakarta, sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di 3 Fakultas Kedokteran, menunjukka rata-rata 25% calon dokter berstatus sebagai perokok aktif dan didominasi oleh laki-laki. Hampir 50% mahasiswa di kampus tersebut mengaku pernah sekali merokok. Penelitian yang melibatkan 2.192 mahasiswa tersebut dilakukan di Universitas Gajahmada, Muhammadiyah Islam Indonesia dan Muhammadyah Yogyakarta (detikhealth, 2012).

Dalam jurnal berjudul Health Locus of Control pada Perawat yang Merokok dan yang Tidak Merokok (Jayanti & Rahmatika, 2019), disebutkan bahwa 65% perawat merokok aktif. Di Jambi, 94% tenaga kesehatan laki-laki termasuk perawat merokok (Daroji, Prabandari & Paramastri, 2011). Menurut Pramudiarja, dibandingkan dengan profesi kesehatan lain yang ada di rumah sakit, perawat perokok memiliki prosentase yang lebih tinggi, yakni 35% (Pramudiarja, 2012).  

WHO menyebutkan lebih dari 70.000 artikel ilmiah membuktikan bahwa masyarakat sudah mengerti tentang bahaya merokok, karena setiap bungkus rokok ada peringatan 'merokok membunuhmu'. Rokok berbahaya dan dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi serta gangguan kehamilan dan janin. 

Di Indonesia jumlah perokok secara nasional mencapai angka 29.2% (Riskesdas, 2007). Provinsi terbanyak adalah Lampung (34%). Sedangkan konsumen terbanyak adalah Aceh dengan rata-rata per hari mencapai 18.5 batang (Hadi, 2013, Jurnal Skala Hsada Vol.10.No.1).  

Menurut sebuah penelitian, professional kesehatan yang berstatus sebagai perokok, cenderung jarang menasehati pasiennya untuk berhenti merokok, kata Prof. Michael Erikson dari World Lung Foundation dalam peluncuran bukunya The Tobacco Atlas 4th Edition (21.03.2012).
Siapa yang peduli?

Sepanjang pabrik-pabrik rokok tetap buka, penjual rokok ada di mana-mana, public juga tidak peduli, organisasi hanya sebatas tulisan melarang, sekolah-sekolah hanya mengajarkan teori, dan orangtua bahkan melegitimasi, kebiasaan merokok tidak akan pernah punah pada petugas kesehatan.

Saya pribadi pesimis segala himbauan, larangan, aturan dan regulasi akan efektif bagi petugas kesehatan. Kecuali setiap individu dari mereka, khususnya perawat dan dokter sebagai profesi kesehatan terbesar di antara tenaga kesehatan sepakat, bahwa jika merokok, dicopot status registrasinya. Dijamin, mereka pasti akan berhenti merokok.


Siapa berani menyusun regulasinya?

Malang, 7 July 2020
Ridha Afzal

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun