Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tunjangan Medis Belum Cair, Pak Jokowi Marah, Bagaimana Nasib Menkes?

29 Juni 2020   07:28 Diperbarui: 29 Juni 2020   07:48 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami baru saja kami membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Memang tidak banyak jumlahnya. Tetapi pajak tetap pajak yang merupakan sumber penerimaan negara. Dari 267 juta jiwa tentu banyak jika dikumpulkan. 

APBN adalah semua bentuk penerimaan yang berasal dari rakyat, yang bukan hanya PBB, tetapi juga pajak penghasilan, pajak perabahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pajak ekspor, pajak perdagangan internasional serta bea masuk dan bea cukai, digolongkan dalam kagetori penerimaan negara. 

Ini semua jika dikumpulkan  merupakan sumber utama yang didapat dari APBN. Kayaknya seperti ini kira-kira maknanya jika disederhakan asal muasal APBN.

Akhir-akhir ini marak berita yang terkait Tunjangan Tenaga Medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Besar tunjanganya mencapai Rp 75 Trilliun. Yang sudah dialokasikan ke Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kementerian Kesehatan baru Rp 1.9 Triliun (Kompas, 5 Juni 2020). Berarti masih 2.26% dan sisanya (97.74%) atau Rp 73.1 Triliun masih dalam proses. 

Pemahaman kami, duit segitu banyak pasti bermula dari uang rakyat, termasuk pajak kami di atas.

Prosedurnya Ruwet
Dalam orang awam, pajak, APBN dan sejenisnya, pasti sulit memahami seluk beluk mekanisme pengurusan ini, tentang bagaimana proses pencairan dana, pengusulan daftar tenaga kesehatan (Nakes) yang berhak menerima tunjangan dan lain-lain. Pasti bukan persoalan mudah. Yang kami mengerti hanya ada tiga hal, yakni berhak dapat tunjangan, kira-kira berapa besarnya serta kapan keluarnya.

Sejak awal Juni lalu Menkes sudah diminta oleh Ketua MP, Bambang Soesatyo, untuk segera menyelesaikan verifikasi data tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 , sebagaimana yang dijanjkan oleh Pemerintah. Pemerintah Daerah juga diminta segera menyampaikan usulan daftar nakes secepatnya ke Kemenkes (Kompas, 5 Juni 2020).

Jumlah tunjangannya, Rp 15 juta maksimal untuk dokter dan Rp 7.5 juta untuk perawat serta Rp 5 juta untuk tenaga kesehatan lainnya (CBBC Indonesia, 2 Juni 2020). 

Menurut Direktur Dana Transfer Khusus Direktorat Jenderal Perimbangan (DJPK) Kementrian Keuangan, Putut Hari Satyaka, sampai saat ini realisasinya belum ada. 

Ini disampaikan dalam video live streaming yang disiarkan oleh Bappenas RI lewat akun You Tubenya (2/6/2020). Hal ini disebabkan karena prosesnya tidak sederhana. Data yang diajukan oleh masing-masing daerah pun harus diverivikasi juga butuh waktu yang tidak singkat, kata Putut.

Ternyata, mekanismenya, di daerah ruwet, di pusat lebih ribet.

Adapun dokumen yang harus dipenuhi dalam prosedur pengurusan insentif tersebut meliputi:
1. Surat tugas dari pimpinan disertai nominal yang diusulkan
2. Hasil verifikasi tingkat Fasyankes atau institusi kesehatan
3. Surat pernyataan melaksanakan tugas (SPMT)
4. Surat pernyataan taggungjawab (SPTJM) dari pimpinan fasyankes atau institusi kesehatan/kuasa pengguna anggaran (KPA)
5. SK Tim verifikator yang ditetapkan oleh pimpinan Fasyankes atau institusi kesehatan.
6. Pencantuman nomor rekening fasyankes atau institusi kesehatan pada Bank Pemerintah dan alamat email resmi fasyankes atau institusi kesehatan.

Mengumpulkan syarat-syarat di atas bukan persoalan mudah jika dianggap sulit. Namun sebenarnya bisa dipermudah jika mekanismenya jelas, kalau kita mau. Persoalannya, kita kadang berprinsip, 'jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah'?

Nakes Covid-19
Satya, seorang perawat asal Lamongan-Jawa Timur, lulusan D3 Keperawatan, 30 tahun umurnya, sudah lebih dari 2 bulan mengikuti program ini di Jakarta. Dibandingkan dengan penghasilan perawat secara umum, honor yang diperoleh oleh Perawat Corona ini memang lebih besar. Akan tetapi tugas dan tanggungjawab serta jam kerjanya juga berat dan panjang.

Dinas pagi, dia harus siap pukul 05.00. Sampai di apartemen sore jam 18.00. Praktis hitungan kerjanya selama 13 jam itu lama untuk rata-rata jam kerja perawat. Jadi, jika dibayar lebih itu lumrah. 

Belum lagi beban kerja serta stress kerjanya. Urusan pakaian alat pelindung diri saja (APD) misalnya, itu bukan hal yang mudah bagi rata-rata perawat. Dari prosedur pemakaian, beratnya hingga saat melepas. Satya bekerja di sebuah RS khusus Corona, tidak lain karena untuk mendapatkan pekerjaan bagi perawat dengan gaji layak itu susah di Indonesia.

Beda dengan Arif. Bapak satu orang anak asal Palu Sulawesi Tengah ini datang ke Jakarta semula karena ingin mengikuti program ke luar negeri. Namun karena ada Pandemi, pelatihan bahasa nya terhenti hingga waktu yang belum ditentukan.

Guna mengisi waktu tunggunya ini, dia mengikuti seleksi penerimaan Perawat Covid-19. Meski kelihatannya sederhana, sebetulnya tugas dan tanggungjawab serta risikonya dirasa cukup berat. Yang terberat adalah tertular virus. Tidak sedikit teman-temannya yang merasa sangat capek sesudah kerja.

Menurut Satya, perawat Corona ini sangat rentan untuk tertular jika kurang pandai menjaga dirinya. Karena itu kondisi fisik dan psikologisnya harus senantiasa prima. Sayangnya kadang karena beberapa hal sehingga pulang pergi perawat Corona ini jauh dari yang terjadwal. Akibatnya jam makan dan istirahat mereka tidak teratur. Satya menceritakan pada minggu-minggu pertama, dia sendiri terserang flu, batuk dan mriang. Ini riskan, katanya.

Oleh sebab itu, mereka sangat berharap tunjangan Nakes ini bisa segera cair. Bagaimanapun, nilai tunjangan tersebut bagi sebagian besar perawat sangat membantu. Dayat, seorang perawat asal NTT yang juga ikut menjadi Perawat Corona, jauh-jauh ke Jakarta juga berharap hal yang sama. Penghasilannya bisa dikirim untuk membantu orangtuanya nun jauh di kepulauan di perairan Nusa Tenggara Timur sana.

Pak Jokowi Marah
Dalam sebuah Rapat Kabinet, Bapak Presiden Jokowi sempat berang ketika memimpin rapat paripurna di Istana Kegara. Ia menilai kerja kabinetnya lamban dalam menghadapi situasi yang sedang kritis ini. Pak Jokowi jengkel.

Pasalnya, situasi pandemi Covid-19 yang memukul ekonomi masyarakat ini, tenaga kesehatan membutuhkan bantuan segera. Faktanya, para pembantunya Pak Jokowi terkesan lamban dalam mendistribusikan stimulus ekonomi berupa Tunjangan Tenaga Kesehatan dalam situasi pagebluk ini.

Pak Jokowi mengatakan, "Jangan biarkan mereka mati dulu baru kita bantu. Itu tiada artinya. Berbahaya sekalai kalau perasaan kita sepertinya tidak ada apa-apa (normal)". Ujar beliau, sebagaimana dilansir oleh Tagar.id.

Makanya bisa dimengerti kejengkelan Presidan terhadap kabinetnya. Kejengkelan Pak Jokowi  diluapkan dengan nada tinggi di depan manteri. Presiden ancam lakukan Reshuffle.  Hal ini disampaikan pada Sidang Kabinet Paripurna yang sama (18 Juni 2020). Sebuah situasi yang harus dipahami oleh para menteri yang bekerja di bawahnya.

Pak Jokowi tidak menunjuk secara spesifik instansi atau institusi mana yang diaggap tidak peduli dengan krisis akibat Corona ini. Namun sebagai Nakes, perawat khususnya, tidak perlu dijelaskan siapa yang paling bertanggungjawab jika Tunjangan Tenaga Kesehatan ini tidak kunjung tiba.

Ancaman Reshuffle Kabinet, sepertinya tidak main-main. Pekerjaan Rumah yang besar bagi Pak Menkes. Akan tetapi pak Menkes tentu saja tidak bisa bekerja sendiri. Kalau orang-orang di daerah juga lemot kerjanya, otomatis pencairan dananya tertunda. Yang kena getahnya, bukan direktur RS atau Kepala Dinas Kesehatan, tapi Pak Terawan.

Kalau sampai di-reshuffle, apa tidak makan waktu lebih lama lagi terima tunjangannya?

Malang, 29 June 2020
Ridha Afzal  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun