Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'menilik' memiliki arti  penglihatan yang teliti (terutama penglihatan dengan mata batin). 'Menilik' juga bisa berarti melihat dengan sungguh-sungguh, mengamat-amati, mengawasi dan memeriksa.
Saya belajar selama 16 tahun hingga selesai sarjana. Dari sejak SD hingga S1, kami diajar baca tulis. Memang lancar keduanya. Tetapi soal menulis, lebih dar 90% ternyata banyak teman-teman yang tidak mampu. Jangankan tulisan panjang teksnya seperti Skripsi. Untuk menyusun Kata Pengantar saja, teman-teman banyak yang belepotan. Makanya dapat dimengerti ketika kami mendapatkan tugas untuk menyusun makalah atau sejenisnya, rata-rata, boleh disebut 80% lebih, mahasiswa menyontek dari pada hasil buah fikiran sendiri.
Atas dasar ini, dosen senior khususnya, yang tahu benar kapabilitas mahasiswanya, seringkali tidak percaya dengan karya tulis mereka. Sehingga tidak jarang, dosen-dosen kami bertanya kepada mahasiswa saat menyerahkan tugas,: "Ini hasil karyamu sendiri?" atau "Kamu nulis sendiri ya?" Penuh ketidak-percayaan. Maklum, dosen sendiri juga jarang yang 'pandai menulis'.
Dari pengalaman ini ternyata benar, kemampuan seseorang bisa dibaca lewat tulisan. Dalam hal ini, khususnya kehidupan kampus. Dosen yang akrab dengan mahasiswa, paham akan bagaimana potensi dan kompetensi mereka, tahu persis sampai di mana kemampuan anak didiknya terkait tulis-menulis ini. Mereka yang tida terbiasa menulis, kemudian tiba-tiba punya tulisan yang baik, tertata dengan tata bahasa dan perbandaharaan yang bagus, bikin tanda tanya teman-teman dan dosennya. Jujurkah dia? Â
Kalau begitu, bisakah kita menilik karakter seseorang lewat tulisannya?
Saya sering membaca banyak artikel atau buku. Dari pengarang atau penulis yang sama, terkadang saya bisa mengetahui 'gaya' tulisannya. Tanpa melihat siapa penulisnya pun, saya bisa 'meraba' jika gaya penulisan seperti ini, 'mirip' gaya orang-orang tertentu. Misalnya, saya kenal dengan gaya menulis seorang Gunawan Muhammad di Majalah Tempo, Karni Ilyas di Majalah Forum, atau gaya tulisan Dahlan Iskan di Jawa Pos. Namun 'gaya penulisan kalimat' di sini harus dibedakan dengan 'cara penulisan huruf'.
Banyak karya tulis atau artikel yang mengupas tentang 'penulisan huruf'. Misalnya seperti yang ditulis oleh Dwita Apriliani dalam artikel yang bertajuk 'Menebak Kepribadian dari Tulisan Tangan'. Menurutnya, ada orang yang suka menulis dengan huruf-huruf kecil, yang katanya pemalu. Jika menulis dengan huruf-huruf besar, katanya lebih terbuka. Yang menulis jaraknya jauh-jauh, orangnya senang menikmati kebebasan atau kemandirian.
Tekanan pada tulisan menunjukkan orang yang penuh komitmen atau sensitive. Tulisan yang mirip tanda tangan, misalnya yang tanda tanganya terlihat jelas dan muda terbaca berarti orangnya mudah nyaman serta unya rasa percaya diri tinggi. Sementara yang susah dibaca, orangnya susah ditebak dan bukan pribadi yang terbuka.
Penulisan huruf yang bulat dan runcing, menurut Reader's Digest, yang bulat berarti orangnya penuh kreativitas dan memiliki kemampuan artistic yang baik. Yang runcing menunjukkan kecerdasan. Mereka yang menulis dengan cepat menggambarkan tipe orang yang tidak sabar dan suka membuang waktu. Sebaliknya yang suka berlama-lama menulis orangnya mendiri dan kerap ikut peraturan.
Tulisan huruf yang miring yang berubah secara dramatis, berarti orangnya suka bohong. Ada lagi yang berpendapat kalau suka menggunakan tanda baca berarti orangnya suka emosional atau memiliki kepribadian obsesif. Demikian seterusnya.