Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Alih Profesi dan Harga yang Harus Dibayar Seorang Imigran

27 Juni 2020   07:08 Diperbarui: 27 Juni 2020   07:28 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Winarto, seorang lulusan Sekolah Perawat, berangkat ke luar negeri pada awal tahun 1990-an. Tujuannya ke Timur Tengah. Seperti halnya latar belakang rekan-rekannya kerja di negeri orang, ia ingin mengubah nasibnya. Mayoritas perawat yang bekerja di luar negeri karena tingat sosial ekonominya di negeri sendiri masih rendah. Kerja di luar negeri banyak orang dianggap mampu menjanjikan perubahan hidup. Terbanglah dia dengan sejuta impiannya.

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun. Tak terasa, sudah hampir sepuluh tahun di negeri orang. Winarto, anak pertama dari empat bersaudara, sangat ketat degan kedisiplinan dalam pengeluaran finansialnya. Dia nyaris tidak pernah ke luar sekedar jalan-jalan. Kerja di luar negeri hanya dihabiskan untuk pulang pergi dari apartemen ke rumah sakit tempat kerja, kemudian masak, makan dan tidur. Paling banter perginya ke supermarket atau masjid untuk Salat Jumat.

Melihat aktivitas Winarto, orang lain merasa jenuh, "Koq betah?" Tidak demikian bagi Win. Meski tidak ke mana-mana, dia enjoy saja. Namun karena hidup tidak sendirian, Winarto jadi banyak bahan perbincangan. Semua orang sebenarnya mengerti maksud Winarto ingin hidup hemat di negeri orang. 

Tidak pernah ke luar, tidak pernah membayar iuran perkumpulan atau organisasi, tidak pernah bayar taksi, itu barangkali karena hemat pengeluaran. Namun bagaimana bisa melakoninya di negeri seberang? Demikian pemikiran mereka yang tidak mampu memahami apa maksud Winarto.

Setiap bulan, 90% penghasilannya dikirim ke Indonesia. Sisanya yang 10% utuk makan dia, seadanya. Winarto dikenal tidak makan menu masakan yang aneh-aneh. Katanya dia harus banyak membantu orangtua, bayar biaya sekolah dan makan adik-adik, serta ditabung.
Berhasil.

Winarto berhasil membangun, merenovasi rumah milik orangtua. Dia juga membeli sebidang tanah. Adik-adik juga bisa lancar kuliahnya. Dia bangga, meski harus bersusah payah di negeri orang dengan menjadi imigran pingitan.

Bayangkan. Selama nyaris satu decade, sepuluh tahun di negeri orang, Winarto tidak pernah, jangankan ikut pelatihan yang berbayar, membeli buku saja ogah. Kalaupun harus membeli barang-barang untuk kepentingan pribadinya, dia akan milih yang paling murah. 

Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Prinsip hemat baginya adalah harga mati. Toh, pikirnya, orang lain tidak akan peduli dengan nasibnya. Dia lah yang paling bertanggugjawab dengan dirinya sendiri. Sementara teman-temannya sudah berganti 'wajah dan penampilan', Winarto tetap 'ndeso' tidak apa-apa baginya.

Hidup di negeri orang, sama dengan kehidupannya semula. Yang beda hanya tempat dan bahasa. Orang bilang Winarto tidak pernah enjoy dengan penghasilannya. Tetapi Winarto tetap bersih kukuh dengan prinsip dan cara pandangnya. Bahwa hidup harus kerja giat, hemat dan punya tabungan untuk masa depan.

Sesudah sepuluh tahun di luar negeri, Winarto putuskan untuk pulang. Nikah dengan adik seorang temannya. Tugasnya sebagai seorang anak tertua sudah dikerjakan. Tanggungjawab sebagai kakak terhadap adik-adiknya sudah pula dilaksanakan. Winarto adalah pahlawan bagi keluarganya.

Membawa hanya beberapa pakaian yang bagi rekan-rekannya sudah usang dari negeri orang balik ke kampungnya, tidak masalah. Dia tidak pernah belanja camera atau elektronik lainnya. Apalagi yang besar-besar seperti TV dan sound system. Tidak seperti teman-temannya sesama Indonesia. Gaya hidup mereka sudah beda. Ibaratnya, semuanya memakai pemutih wajah kayak orang Korea. Winarto cukup puas dengan istilahnya 'Bedak Jawa'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun