Ini terjadi ketika tadi sejak pagi hingga sore menjelang Maghrib, saya amati anak kecil 11 tahun umurnya selalu pegang gadget non-stop di rumah kami.Â
Di satu sisi benar, bahwa dengan teknologi ini bukan hanya untuk kepentingan kelancaran jalannya transaksi ekonomi bagi orang-orang yang dagang di pasar. Tetapi, juga memudahkan anak-anak usia sekolah untuk cepat mendapatkan akses akan berbagai informasi yang terkait dengan pelajarannya di sekolah dan juga mainan mereka.
Namun demikian perlu dicatat, bahwa "Dependence on technology can bring risks", kata Lee. Ketergantungan terhadap teknologi akan memberikan risiko.Â
Failures in the technological infrastructure can cause the collaps on economy and social functionality (Kegagalan dalam infrastrutur teknologi bisa menyebabkan terpuruknya fungsi ekonomi dan social), demikian lanjutnya.
Efi, sepupu saya, ibu tiga anak, masing-masing usia kelas satu SMP, satu SD dan TK mencemaskan tumbuh kembang mereka. Masalahnya, empat bulan terakhir, sejak wabah virus Corona melanda, anak-anak ini nyaris tidak punya kegiatan yang berarti. Mengasuh tiga anak tidak mudah.
Di rumah, ada 3 buah HP, masing-masing milik ayah, ibu dan nenek. Ada satu tablet, sudah kuno. Ada satu televisi. Tiga anak ini, karena tidak ada kegiatan di sekolah, main HP terus, berebut satu sama lain, punya ibunya atau neneknya. Akibatnya bisa diduga, selalu ada yang teriak dan ada juga ada yang menangis.
Kegiatan mereka hanya satu yang paling disuka, yaitu main games. Dua anak bisa dipastikan main HP, sedangkan yang satunya lagi nonton TV. Begitu kegiatannya setiap hari. Memang ada PR dari guru, namun ibunya terlibat membantu anak-anak sebatas kemampuannya.Â
Tidak jarang, PR anak-anak ini lebih sulit dari pada masalah kumpulan ibu-ibu kelompok RT/RW. Itu pun, anak-anak cepat bosan. Namun mereka tidak pernah bosan dengan main HP-nya.Â
Kalau mereka tidak diberikan HP-nya oleh ibu atau neneknya, senjata mereka satu, yakni nangis atau teriak-teriak. Rumah jadi selalau ramai hanya karena rebutan HP.
Apa yang kemudian dilakukan oleh Efi adalah membagi tugas pada anak-anak ini. Anak pertama yang SMP setiap hari disuruh membersihkan dan memberi makan burung-burung hias yang sarangnya bergantungan di halaman rumah, ganti makanan dan memberi minum, dan juga ngecek ikan di kolam kecil di depan rumah.Â