Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RUU HIP is Ideology Within Ideology

24 Juni 2020   16:08 Diperbarui: 24 Juni 2020   17:44 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belajar dari sejarah, ideologi adalah man made, buatan manusia. Antara yang membuat atau yang dibuat, kedua-duanya bisa berubah atau mati.

Kita ambil contoh pertama, Ideologi Rowami. Secara ideologi Kekaisaran Romawi menginduk para peribadatan Majusi, menyembah api. Kekaisaran Romawi yang konon disebut terkuat pada zamannya, bertahan 500 tahun. Runtuh pada akhir abad ke 4, pada tahun 476. 

Kekuasaannya membentang luas dari Tembok Hadrian hingga Sungai Eufrat, jatuh disebabkan gagalnya kaisar dalam menegakkan kekuasaanya. Kekuatannya tidak terkontrol secara efektif (Fathoni, 2018).

Detailnya, keruntuhan Romawi disebabkan oleh: invasi suku Barbar, ketergantungan ekonomi, munculnya kekaisaran Romawi Timur, Overspending bidang militer, korupsi dan tidak stabilnya politik, munculnya Agama Kristen dan melemahnya Legiun Romawi.  

Contoh kedua, ideologi Fasisme. Ideologi yang didirikan oleh sindikat nasional Italia pada waktu Perang Dunia I itu, menggabungkan pandangan politik sayap kiri dan sayap kanan, tetapi condong ke kanan. Ideologi ini hancur hanya dalam hitungan 3 dekade. Para peneliti menganggap fasisme ini berada paling kanan. Tokohnya, Mussolini, pengemuka Partai Sosialis dan pemimpi redaksi Koran Avati datang memperkenalkannya tahun 1920, meninggal tahun 1945 pada umur 61 tahun (Wikipedia.org).

Politisi yang dikenal sebagai dictator Itali pada masa 1922-1943 itu, kenyang dengan berbagai percobaan pembunuhan. Selanjutnya muncul golongan anarkis Italia. Benito Mussolini dan selirnya, Clara Petacci, dieksekusi oleh partisan Italia yang menangkap mereka ketika akan melarikan diri ke Swiss. Kematian memilukan mereka tidak ingin ditiru oleh Hitler (Tirto,id). Mayatnya diludai oleh orang satu kota.

Yang ketiga, ideologi Komunis. Pendiri awalnya adalah Uni Soviet. Uni Soviet yang tampak perkasa di era 80-an ternyata runtuh, jatuh berkeping-keping. Menurut Alexei Timofeichev (2018), runtuhnya Uni Soviet tahun 1991 disebabkan karena harga minyak dan inefisiensi ekonomi, konflik etnis, serta reformasi Gorbachev. Gorbachev membawa ideologi baru yang disebut Perestroika yang mencoba mereformasi sistem Soviet.  

Bubarnya Uni Soviet memegang peranan penting di dunia komunis internasional. Dari Vladimir Lenin ke Joseph Stalin ternyata Uni Soviet hanya bertahan 70 tahun. Sebuah jangka waktu yang pendek untuk berbicara tentang umur ideology sebuah negara.

Begitulah nasib man-made ideology.

Akhir-akhir ini muncul polemic RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Orang awam seperti kita banyak yang tidak paham apa maksudnya. Ideologi memiliki banyak arti dan definisi. Secara umum berarti kumpulan ide-ide dasar, gagasan, keyakinan dan kepercayaan partai politik atau orgaisasi (Cambridge.org). Ada yang menghubungkan dengan kepentingan negara yang bersifat sistematis sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam kehidupan nasional suatu bangsa dan negara.

Kita tidak mempunyai istilah dalam Bahasa Indonesia yang pas. Etimologi 'Ideologi' bukan berasal dari bahasa kita. 'Ideo' berasal dari Bahasa Inggris 'idea' dan 'logi' berasal dari Bahasa Yunani 'Logos' artinya pengetahuan.

Saya asal Aceh. Ikut merasakan bagaimana jika ada pertentangan ide, gagasan, sesama orang Aceh. Padahal penduduk Aceh bisa digolongkan homogen. Tidak majemuk seperti Jawa. Namun bisa terjadi konflik. Ini bukti bahwa pemikiran atau ide setiap orang itu berbeda. Perbedaan itu manusiawi. Kodratnya memang demikian. Artinya, tidak akan bisa memaksakan kesamaan ide. Akan tetapi bisa menyamakan persepsi.

Konfik vertikal antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Pusat di Jakarta tahun 1976, merupakan contoh nyata di negeri ini, bahwa tidak gampang menyamakan persepsi ideologi. Jangankan negara yang ruang lingkupya besar, yang 'kecil' saja seperti di Aceh, tidak mudah. Konflik di Aceh banyak menuai kontroversial.

Menurut Kurnia Jayanti (2018) dalam sebuah jurnal berjudul Konflik Vertikal Antara GAM di Aceh dengan Pemerintah Pusat di Jakarta Tahun 1976-2005, disebabkan karena ketidak-adilan, ketidak-sesuaian antara kenyataan dan harapan di berbagai bidang khususnya pembangunan. Ini berdampak  pada kemiskinan, kebodohan dan tingkat tingkat keselamatan masyarakat yang rendah.

Konflik ini muncul sejak tahun 1976 yang dipelopori oleh Muhammad Hasan Tiro. GAM lahir sebagai jawaban atas kebijakan pemerintah pusat yang sentralistik (Tabloid Suara Islam, Ed. 53, 2008). Walaupun secara umum disebut sebagai ketidak-adilan sebagai pemicu konflik, namun isyu yang berkembang dalam dunia partai politik adalah disebabkan karena 'perbedaan ideologi' antara Aceh dan Jakarta.

Dari 4 contoh-contoh di atas, apa yang terjadi di Romawi, Itali, Uni Soviet serta adanya konflik GAM di Aceh, merupakan realita yang kita tidak bisa menolak, bahwa ideology itu tidak absolut. Ideologi selalu menimbulkan pro dan kontra. Kontroversi ini muncul karena adanya ketidak-puasan, ketidak-adilan, iri, cemburu atau keserakahan dengan latar belakang politik.

Berbagai latar belakang ini kemudian dibungkus dalam bentuk 'partai'. Partailah yang mengusulkan ketidak-sepakatannya dengan kebijakan sebagaimana yang dianut oleh ideologi yang sedang ada. Partai inilah yang kemudian mengusung 'idelogi' lainnya. Termasuk RUU HIP ini.

Saya tidak banyak paham tentang politik. Akan tetapi naluri manusia tidak berubah dari dulu hingga sekarang: serakah, memaksakan kehendak dan ingin berkuasa. Sifat yang demikian ini diperhalus di zaman modern ini. Lahirlah undang-undang, rancangan undang-undang dan sejenisnya. 

Pada dasarnya proses ini juga disebut 'ideology within ideology'. Mengubah ideology secara langsung butuh procedural tidak gampang. Itu bahasa 'sastra' politik.

Adanya RUU HIP dikuatirkan akan membuahkan perubahan pada ideology yang ada sekarang, yakni Pancasila, bagi sementara orang mengkuatirkan. Bagi orang lain hal ini soal biasa. Bagi masyarakat luas lebih-lebih lagi, tidak ada bedanya.

Intinya, adanya perdebatan idologi di level 'atas' (Baca: Parlemen) dalam sebuat negara adalah fenomena yang normal. Selalu ada perdebatan, pro dan kontra dari setiap kebijakan yang ada. ideology, sama seperti jalan pikiran manusia itu sendiri. Tidak bisa statis. Akan bisa dan selalu berubah sesuai kehendak manusia. Sayangnya bentuknya abstrak. 

Karena itu, adanya polemik terkait Pancasila, Trisila dan Ekasila, agar bisa bertahan dengan pemahaman ideology yang sama, harus dicari system, bagaimana menyamakan persepsi, tapi tidak memaksa atau cenderung memaksakan.

Seperti yang pernah terjadi pada sejarah masa lalu sebagaimana diuraikan di atas. Ideologi yang terkesan diktatorial, dipaksakan dan tidak menyejahterkan, tidak akan berumur panjang. Orang akan mencari jalan, bagaimana agar lahir pemikiran baru, ideologi yang fair, sophisticated, more prosperous  and more acceptable (adil, canggih, lebih menyejahterakan dan lebih bisa diterima). Wallahu a'lam.

Malang, 24 June 2020
Ridha Afzal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun