Di negeri kita, repot. Di satu sisi, kita didukung belajar online, jarak jauh. Di sisi lain hasilnya tidak diakui eksistensinya. Akibatnya, orang yang belajar Online atau jarak jauh jadi maju mundur, ada yang takut. Takut tidak diakui ijazahnya. Terutama yang bercita-cita jadi PNS, jadi dosen atau yang kerja ngikut orang lain.
Jangankan belajar online, yang kemudian diterjemahkan jadi daring. Yang belajar on campus saja, sekalipun yang memberi dan mengeluarkan izin Pemerintah, masih juga diragukan kualitasnya. Kita sering lebih mengutamakan status registrasi kampus dari pada hasil dari rasa percaya diri dalam hal belajar.
Alhasil, orang berbondong-bondong kuliah di kampus terkenal dan mahal daripada giat belajar di kampus mana saja, yang penting ada esensi kuliahnya.Â
Orang kita lebih suka sampul dari pada isi. Memang, harus diakui bahwa ada kampus-kampus kondang berkualitas, menghasilkan lulusan berkualitas pula. Tetapi jangan lupa, kampus yang berkualitas biasanya mendapatkan mahasiswa yang sejak awalnya sudah berkualitas lewat seleksi alam.
Bagaimana dari awal disebut berkualitas? Seleksi mahasiswanya alam, dosennya pintar-pintar, dibiayai negara dan didukung fasilitasnya dari pemerintah.
Jadi bagaimana tidak berkualitas? Ibaratnya, saking pintarnya mahasiswanya, khususnya kampus negeri, tanpa diajar pun, mahasiswa bisa belajar sendiri.Â
Tanpa ada kuliah pun, mahasiswa bisa mandiri. Cukup dikasih materi saja, tidak perlu dipecut, mahasiwanya bisa lari. Sangat beda dengan swasta yang semuanya dengan biaya sendiri.
Ketika Covid-19 mewabah, kalau mau jujur, tidak semua orang kita kaget. Ada yang bahkan dari kalangan kampus menyikapinya biasa-biasa aja. Mengapa? Karena tidak sedikit  mahasiswa yang mampu belajar mandiri. Malah ada yang tidak suka ketemu dosen.Â
Ada yang karena ngajarnya gak bagus, dosen cerewet, terlalu bertele-tele kalau ngajar, hingga yang monoton serta membosakan. Mahasiswa model begini, lebih suka diam dan belajar di rumah daripada repot-repot ke kampus. Buang waktu, tenaga dan uang katanya.
Nah, ketika ada wabah Corona merebak, tidak semuanya menyambut dengan rasa 'duka'. Saya tidak punya statistiknya. Tapi pasti ada yang 'senang'. Corona membawa hikmah, katanya. Para mahasiswa, siswa-siswa SMA, SMP ini tidak perlu repot keluar ongkos ke sekolah, ke kampus. Pikirnya, toh akan lulus atau diluluskan juga. Ikut kuliah online, tidak masalah.
Kita ngerti kata 'Online', itu bukan milik kita. Bukan pula hasil temuan orang Indonesia. Anehnya, dengan istilah tersebut dengan gampangnya kita 'mengindonesiakan'.Â