Rasanya sulit menemukan atasan atau rekan kerja yang tidak punya rasa marah. Di mana-mana akan kita dapatkan. Jangankan saat kerja yang ada unsur kepentingan; ketika masih kuliah saja, selalu ada teman-teman yang suka marah. Dosen juga demikian.Â
Mahasiswa kadang tidak habis mengerti, mengapa hanya karena persoalan sepele, dosen marah. Lebih parah lagi, kadang tidak terjadi apa-apa sebelumnya, eh....datang ke kelas langsung marah-marah. Salah kami apa coba?
Alhamdulillah kami tahu dengan siapa dan bagaimana harus menghadapi. Dari 56 mata kuliah yang ada selama 4 tahun di kampus, ada sekitar 40 orang dosen dengan berbagai temperamen. Ada yang sangat perhatian, ada yang perhatiannya biasa saja, ada yang kurang perhatian, ada yang acuh tak acuh dan ada pula yang cuek.Â
Ada yang ekstra sabar, ada yang sabar, apa pula yang pemarah. Pendeknya, di dunia kampus pun, kalau ngomong soal psikologi dosen, kayak Hypermarket. Semuanya ada. Lengkap deh!
Pengalaman di kampus inilah yang membuat kami, saya pribadi, meski yunior di tempat kerja, tahu bagaimana harus menghadapi pimpinan, atasan atau supervisor yang suka sewot. Minimal tah bagaimana harus menghindari agar mereka tidak sewot, jengkel, marah atau dongkol.
Kita semua tahulah, manusia tidak ada yang sempurna. Yang rajin ibadahpun, meski setiap hari ngikutin ceramah Ustadz UAS atau AA Gym, tetap sja bisa marah. Atasan yang rajin ibadah juga akan marah, asal penyebabnya jelas.Â
Yang repot ini, kalau nemuin atasan yang tidak jelas ba-bi-bu nya, kemudian marah sana-sini. Kalau yang nemuin yang begini, parah deh. Untungnya saya tidak pernah jumpa. Alhamdulillah.
Tapi saya type orang yang suka belajar tentang kepribadian orang. Itu kata teman-teman sih. Bukan pendapat saya pribadi. Teman-teman bilang, saya orangnya gampang bergaul dengan orang lain yang punya posisi, jabatan atau yang lebih tua.Â
Kalau diringkas, saya type  orang yang bisa 'ngambil hati' atasan. "Pokoknya kami serahkan sama kamu deh urusannya....." Demikian kata mereka. GR nih? Makanya saya sempat ditunjuk sebagai ketua di beberapa event. Pernah juga sebagai ketua organisasi kemahasiswaan di Aceh sekitar enam tahun lalu. Tuh, ada buktinya kan?
Itu bukan berarti saya tidak pernah dimarahi oleh atasan. Saya juga bisa marah asal jelas. Tentu semua pernah lah. Karena itu tadi, saya juga manusia yang pernah berbuat salah, lupa atau keliru. Kalau ada yang marah, no problem kan? Istilah kantornya, saya menyalahi SOP lah. Makanya Boss kadang marah.Â
Untungnya, saya lebih banyak dipujinya daripada dimarahin sama atasan. Â Ha..ha..ha......Itu yang bikin saya 'betah' kerja. Minimal tidak segera ambil keputusan untuk hengkang dari tempat kerja dalam waktu dekat. Saya tahu, betapa besar peran atasan ini dalam kepuasan kerja.
Yang saya lihat di lapangan, teman-teman tidak jarang betah-betahin kerja meski atasan 'galak', karena memang tidak punya pilihan lain. Kalau keluar atau mengundurkan diri, mereka harus bayar denda jutaan Rupiah. Makanya, lebih baik bertahan dengan apa yang ada.
Menghadapi atasan yang macam-macam wataknya, bisa jadi pembelajaran mental kerja terbaik tanpa harus mengikuti pelatihan atau kuliah lagi S2 Jurusan Anger Management.
Saya punya rumus mengenai hal ini. Hemat saya, ada 3 langkah utama. Yang pertama, langkah pencegahan. Kedua angkah persiapan. Yang ketiga langkah mempraktikan dalam menghadapi Boss yang suka sewot.
Langkah pertama, pencegahan. Untuk mencegah agar atasan tidak marah, kita harus paham aturan, atau Standard Operating Procedure perusahaan. Ini penting agar bisa dapat julukan pekerja yang baik.Â
Kalau melakukan kesalahan, harus sadar, akibatnya bisa dimarahin, ya memang itu konsekuensinya. Menyadari konsekuensi ini sangat penting agar diri tidak sakit hati.
Kalaupun atasan harus marah karena kesalahan kita, cobalah mengerti bahwa 'marah' ini membantu kita mengetahui apa yang dia suka dan apa yang tidak disuka oleh atasan.
Dengan demikian kita tahu ke depan, akan hati-hati. Kita tahu trigger apa yang kita-kira jadi penyebab kemarahan nantinya. Makanya jika ini terjadi, cobalah belajar bernegosiasi, manakala kemarahannya sudah redah. Minta maaf.
Langkah kedua, persiapan. Â Kalau kita telah berbuat sebuah kesalahan atau sesuatu yang tidak disuka oleh atasan/supervisor, kita harus siap menghadapinya.Â
Siapkanlah sebanyak mungkin kata-kata yang sifatnya positif. Ingat, jangan ngumpulin kata-kata yang sifatnya membela diri sendiri sementara kita jelas-jelas salah di kacamata manajemen.
Yakinkan pada diri sendiri untuk 'calm down'. Tetap tenang dan dingin hati serta kepala. Katakan pada diri sendiri bahwa "I can stay calm now", atau "I can manage my angry feelings".Â
Langkah ini akan sangat membantu. Jika tidak mampu, bicarakan dengan kolega yang netral. Jangan bicara dengan rekan yang justru ngomporin untuk 'perang' dengan atasan. Bisa berabe, 'Perang Dunia III'.
Langkah ketiga, praktikkan. Jika sudah dimarahin sama atasan, praktikkan teori ini. Bayangkan tentang hal-hal yang positif. Diam saja, tidak perlu banyak omong, kecuali diminta. Kalau ingin selamat.Â
Dalam kamus 'Bawahan', yang namanya bawahan itu tidak ada yang benar. Apalagi yunior, baru masuk kerja, pasti tempatnya 'salah'. Karyawan baru, dianggap tidak tahu apa-apa, tempatnya kesalahan.Â
Jika demikian, saya suka bayangin sesuatu yang enak-enak saja. Misalnya sedang berada di tempat rekreasi, jogging sebentar, atau loncat. Tapi ingat, jangan dilihat oleh orang lain. Ntar dikira 'sinting'. Berikutnya, cobalah mencari jalan keluarnya. Kalau tidak tahu solusinya 'leave it', tinggalkan. Tidak perlu difikirkan. Percuma.
Yang bagus lagi, Be assertive. Itu bagus sekali. Artinya, sikap yang mampu mengungkapkan ketidak-nyamanan dan unek-unek secara terbuka, namun dengan seni yang tinggi tanpa merendahkan martabat orang lain. Malah mereka yang dikritik dapat menerima secara respek, karena disampaikan dengan cara halus, santun dan tidak menyakiti perasaan. Dengan catatan, kita tidak berbuat salah di kantor lho ya? Â
Atau anda punya resep lain?
Malang 11 June 2020
Ridha Afzal
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI