Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Apabila Karyawan Tidak Puas dengan Pekerjaannya

9 Juni 2020   18:48 Diperbarui: 9 Juni 2020   18:51 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya pernah mengalami bagaimana rasanya pindah-pindah kerja. Kepindahan saya terakhir karena saya ingin memperluas wawasan di lingkungan kerja yang berbeda. Dari Sumatera ke Jawa. 

Di Jawa pun rencana saya mau pindah lagi. Impian saya ingin ke luar negeri. Jadi kepindahan kerja saya bukan karena penghasilan, atau karena saya tidak suka dengan manajemen perusahaan, hubungan dengan sesama rekan kerja atau lingkungan kerja lainnya.

Di tempat kerja terdahulu, mayoritas rekan-rekan tidak pernah mengeluh kalau soal penghasilan. Meskipun jumlahnya tidak seberapa. Untungnya, kami dapat pondokan dan makan gratis. Ini membuat kami sangat terbantukan. 

Kami tidak perlu keluar uang untuk kontrak kamar, transport dan makan. Jika diuangkan jumlahnya lumayan. Bisa mencapai Rp2 juta lebih. Jumlah yang cukup besar untuk ukuran kami. Rekan-rekan kerja juga sangat kooperatif. Nyaman jika diajak kerjasama. Beban kerja menurut saya menengah. Tidak berat, juga tidak ringan.

Saya bekerja sebagai perawat, stand by 24 jam di sebuah lembaga pendidikan Islam di Aceh. Di tempat kerja dulu, dalam artian ilmu agama, kami dapat. Soal pengalaman, memang beda dengan kerja di rumah sakit. Karena itu dari awal, hemat saya kerja di lembaga seperti ini tidak bisa berlama-lama. 

Bagi saya yang penting punya pengalaman kerja aja dulu, merasakan beban kerja, serta bagaimana rasanya punya tugas dan tanggungjawab. Sesudah itu, saya harus pindah.

Akan halnya rekan-rekan kerja divisi lainnya, sebenarnya tidak banyak yang pindah kerja atau mengeluh karena beban atau jenis pekerjaannya. Kalau yang mengajukan berhenti, memang ada beberapa, khususnya cewek yang akan berkeluarga. 

Kami memahami, karena tidak mungkin mereka tinggal di asrama. Mereka pasti, antara akan ikut suami, atau bisa juga tidak diizinkan oleh suaminya untuk bekerja.

Menyimak berbagai fenomena kepuasan kerja yang dialami oleh teman-teman kuliah yang relatif baru, kalaupun langsung kerja, pengalaman kami rata-rata masih di bawah lima tahun. 

Mayoritas teman-teman kuliah belum mendapatkan pekerjaan yang mapan dengan upah cukup. Jadi, jangankan bicara soal kepuasan kerja, untuk mendapatkan tempat kerja sesuai profesi saja tidak gampang zaman sekarang.

Hanya saja, dari obrolan di medsos, kebanyakan yang kami bicarakan adalah soal besarnya upah yang mempengaruhi kepuasan kerja. Dari beberapa senior yang punya pengalaman kerja antara 5-10 tahun, pertimbangan lainnya adalah kenyaman kerja. Misalnya lokasi, jarak, budaya yang berbeda ikut berpengaruh. Sebagian lagi yang sering pindah-pindah kerja bisa disebabkan oleh karakter supervisor. 

Ada seorang rekan yang bilang kepada saya, sebelum kontrak kerjanya selesai setahun lagi saja, karena sikap supervisor ini membuat dia merencanakan bakal pindah.

Jadi hemat saya, besarnya penghasilan pegang peran sangat besar dalam persoalan kepuasan kerja. Akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah kenyamanan kerja itu sendiri. Sikap supervisor, rekan sesama kerja, manajemen dan lingkungan punya juga peran penting. 

Teman-teman jarang membicarakan soal professional development program sebagai faktor yang mendukung kepuasan kerja. Padahal bagi saya, peran training, pelatihan, workshop, seminar dan sejenisnya, juga tidak kalah pentingnya agar karyawan betah.

Memang ada karyawan yang maunya hanya kerja, tidak mau mikir macam-macam. Namun tidak sedikit mereka yang ingin mendapatkan tambahan ilmu dan keterampilan sebagai bekal masa depan. 

Bagi mereka, dunia profesi selalu berkembang sesuai tuntutan zaman. Ketiadaan pelatihan di tempat kerja menyebabkan kehidupan profesinal mereka terasa statis, mandeg. Makanya ada saja karyawan perusahaan yang mengundurkan diri karena sepinya pelatihan ini.

Oleh sebab itu para ahli kepuasan kerja (Job Satisfaction Expert) banyak yang memberikan masukan tentang sejumlah faktor yang mendukung kepuasan kerja ini. 

Bukan hanya soal besaran gaji, akan tetapi juga kenyamanan non-financia lainnya seperti lingkungan, sikap, organizational culture, manajemen, sarana dan prasarana serta training and development program. 

Dalam sebuah jurnal berjudul Kepuasan Kerja Karyawan (Pitasari dkk, 2018), menganalisa 22 jurnal dari tahun 2005-2017, disimpulkan terdapat 6 faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja antara lain: volume pekerjaan, manajemen, lingkungan kerja, kompensasi, promosi kerja serta pelatihan.

Memang, beda jenis pekerjaan, berbeda pula tingkat kepuasan kerjanya. Akan tetapi disepakati oleh para ahli, bahwa terdapat hubungan erat antara performa dan kepuasan kerja karyawan. 

Locke (1976) menyatakan kepuasan karyawan adalah "a pleasurable or positive emotional state", atau suatu kondisi emosi yang positif dan menyenangkan. 

Pendapat ini didukung oleh Indermun dan Bayat (2013), yang menyatakan bahwa kondisi tersebut berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kepuasan angkatan kerja saat ini merupakan kunci keberhasilan organisasi. 

Oleh karena itu banyak perusahaan besar dan terkenal yang memikirkan dan berusaha untuk mendapatkan tingkat kepuasan karyawannya agar bisa meningkatkan produktivitas dan pencapaian tujuan organisasi.  

Karyawan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya, bisa saja tidak keluar atau mengundurkan diri dari tempat kerjanya. Akan tetapi mereka akan mengekspresikan ketidakpuasanya dalam bentuk lainnya. Misalnya malas bekerja, sering terlambat datang, ingin cepat pulang, memperpanjang jam istirahat, mbolos atau sering absen, mengeluh sakit-sakitan, kurang produktif serta tidak menunjukkan perubahan keterampilan kerja.

Sebaliknya, mereka yang merasa puas dengan pekerjaannya, menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi, antusias dalam kerja serta bahagia dengan apa yang dikerjakannya.  

Malang, 9 June 2020
Ridha Afzal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun