Sesudah operan, masih harus nunggu teman-teman yang tidak semuanya bisa ngumpul tepat waktu. Waktu tunggu ini bisa lama sekali, kadang sampai 2 jam. Ditambah lama perjalanan 1 jam.Â
Dengan demikian, total waktu yang dibutuhkan sebenarnya 12 jam. Sesampai di apartemen, makan, mandi, sesudah itu ternyata hanya memiliki waktu istirahat hanya sekitar 2 jam.Â
Setelah itu harus siap-siap lagi berangkat kerja.Demikian setiap hari dilakoni. Makanya, dia melapor kepada superviornya terkait masalah yang dihadapi perawat Covid-19 ini. Untungnya, perawat rata-rata cukup sadar akan risiko yang mereka hadapi ini. Rekan-rekan kerja Eko rata-rata mengalami tingkat stress cukup tinggi di samping kelelahan fisik, tetap rela mengabdi.Â
Perawat kita tahu bahwa risiko kerja mereka di lapangan tidak main-main. Dikutip dari Daily Star, ada 5 faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat terinfeksi Covid-19 ini.Â
Pertama jenis kelamin. Pria lebih banyak, 72%, perokok. Kedua oarng tua yang usianya 60 tahun ke atas. Ketiga memiliki penyakit bawaan. Keempat obesitas yang berakibat emahnya system kekebalan tubuh. Dan kelima 81% yang meninggal karena virus Corona ini memiliki sel darah putih yang rendahRisiko yang dihadapi perawat bukan hanya di tempat kerja.Â
Di kampung tempat pondokan mereka sempat terjadi penolakan warga. Di Malang-Jatim pernah terjadi pengusiran perawat yang kos. Di Jateng, Lampung, juga terjadi penolakan mayat mereka.Â
Padahal mereka sudah berjuang berat merawat masyarakat yang terkena virus Corona. Kenyataan ini merupakan bukti bahwa tingkat kesadaran kita serta penghargaan terhadap profesi keperawatan masih rendah.
Dalam sejarahnya, perawat Indonesia yang digaji mapan hanya yang berstatus sebagai PNS atau mereka yang bekerja di pertambangan, sebagai paramedic atau kerja di luar negeri.Â
Selebihnya hidup perawat sangat jauh dari yang disebut layak sebagai seorang professional. Tidak sedikit perawat-perawat magang di Puskesmas yang rela kerja tidak dibayar.Â
Padahal, seorang Asisten Rumah Tangga (ART) saja, yang tidak sekolah bisa dibayar Rp 1.2 juta per bulan. Perawat di NTB ada yang dibayar Rp 150 ribu/bulan.Â
Kita belum memiliki regulasi yang tegas terhadap nasib profesi yang satu ini. Dibanding profesi kesehatan lainnya, nasib perawat sangat tidak beruntung dalam persoalan gaji ini. Sungguh ironis memang, sekalipun gaji rendah, ternyata perawat masih banyak diminati dalam perspektif pendidikan.