Kata-kata terkubur.
Menggali liang sendiri,
setelah bertemu harapan dan kenyataan.
Ia membawa syair yang sempat mekar,
antara debar manusia-manusia pendengar.
Ia tawarkan harum pada mata angin,
ingin berjalinan satu sama lain.
Beberapa terpikat,
selebihnya membuat sekat.
Seringkali dia bermimpi indah di sepertiga malam,
kecupan dari hawa dengan pesona bak rekah pualam.
Pada salah satu pertamuan,
Ia bertemu harapan dan kenyataan.
Si kembar dengan aroma keakraban.
Kadang permusuhan.
"Kau hanya kata-kata yang busuk dan egois yang pernah ditemukan."
Kenyataan bersumpah serapah antara kerumunan.
"Abaikan saja ia, kau kata-kata yang akan tumbuh jika terus melantangkannya."
Harapan berbisik halus agar ucapan tak menjadi perdebatan dan tontonan seru semata.
Lantas, usai pertamuan memalukan.
Kata-kata tak percaya akan harapan,
ia benar-benar usai setelahnya.
Dan kuharap itu hanya liang dengan tanah musim semi,
untuk kata-kata yang mati suri dan akan bangkit lagi.
13 Juni 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H