Mohon tunggu...
Rico MS
Rico MS Mohon Tunggu... Penulis - Piturutewongtuo

Sopo lali marang asale bakal ilang sekabehe

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peradilan Hukum Adat

30 April 2020   21:44 Diperbarui: 30 April 2020   21:59 3509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengertian Hukum Adat

peradilan hukum adat merupakan norma-norma yang ada dalam hukum adat yang mengatur tentang cara bagaimana bertindak untuk menyelesaikan sebuah kasus dan untuk menetapkan keputusan menurut hukum adat dalam memutuskan sebuah kasus.(4)  aturan untuk menyelesaikan masalah atau kasus tersebut merupakan sebuah peradilan, mendengar kata peradilan mungkin yang kita pikirkan adalah sebuah keadilan, yang  dapat dilakukan melalui proses persidangan atau bahkan permusyawaratan. 

peradilan adat dilaksanakan oleh masyarakat daerah atau adat itu sendiri secara perorangan, oleh keluarga bahkan tetangga, kepala daerah atau kepala adat yang sebagai hakim adat, kepala desa, atau oleh pengurus organisasi , sebagaimana telah disetujui seluruh masyarakat adat di dalam penyelesaian delik adat secara damai agar mengembalikan ketentraman masyarakat yang telah terganggu.

pengadilan adat adalah pengadilan yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat hukum adat. Pasal 103 huruf a UU Desa yang mengatakan bahwa pengaturan serta pelaksanaan pemerintahan desa adat merupakan susunan asli. Dengan melihat rumusan Pasal 103 huruf a serta disambungkan dengan Pasal 103 huruf d dan e UU Desa, maka pengadilan adat merupakan pengadilan yang ada dalam masyarakat hukum adat, untuk memutus maupun mendamaikan sengketa adat berdasarkan hukum adat(5)

undang-undang daerah atau desa mengakui adanya pengadilan  adat tersebut, berdasarkan susunan asli yang merupakan organisasi kehidupan daerah adat yang dikenal di daerah-daerahnya sendiri, Pengadilan yang dikenal oleh masyarakat hukum adat itulah yang akan disetujui menjadi pengadilan adat dalam rumusan UU Desa.

Dasar Hukum Peradilan Adat
Dari penjelasan diatas tentang pengertian peradilan adat biasa dipahami bahwa adanya peradilan adat didasarkan pada hukum adat yang ada dalam peraturan masyarakat hukum adat setempat. Dengan begitu, secara normatif hukum yang dijadikan untuk dasar hukum adalah hukum adat .(6) jadi yang dijadikan sebagai dasar hukum peradilan adat merupakan peraturan yang sudah ada atau yang sudah disetujui masayarakat adat berdasarkan hukum adat setempat, serta diperkuat dengan Pasal 130 Indische Staatregering (IS) atau berdasarkan Undang-undang dasar hindia belanda.

Hukum adat memiliki 3 dasar hukum yang pertama yaitu dasar yuridis, secara yuridis ada satu aturan pada pasal II aturan peralihan UUD 1945 yang berisi tentang Segala  badan negara serta norma yang ada masih berlaku, selama belum ada yang baru berdasarkan UUD tersebut, yang kedua secara dasar sosiologis hukum adat yang mengikat secara sosiologis masih memiliki kenyamanan didalam masyarakat karena masih dapat diterima oleh seluruh masyarakat adat setempat, kemudian yang ketiga secara dasar filosofis hukum adat dinyakini memiliki keadilan serta pandangan hidup yang dianut berdasarkan idiologi bangasa yaitu pancasila (7)

Jadi berdasarkan dari dasar hukum dari hukum adat menjelaskan bahwa dasar hukum dari peradilan hukum adat adalah hukum yang diyakini masyarakat daerah atau hukum yang sudah ada berdasarkan susunan asli, namun dasar hukum dari hukum adat dapat berlaku apabila tidak bertentangan dengan norma-norma agama serta Udang-Udang umum atau Undang-Undang Dasar 1945

Jenis-jenis peradilan hukum adat
Ada lima jenis peradilan hukum adat yang diwariskan oleh perundang-undangan penerintah hindia belanda diantaranya adalah peradilan gubernemen, peradilan agama, peradilan pribumi, peradilan desa, dan peradilan swapraja.
1. Peradilan Gubernemen merupakan peradilan yang dilakukan oleh Hakim Pemerintah dengan nama Raja atau Ratu Belanda berdasarkan tata hukum Eropa bagi seluruh daerah yang ada di Hindia Belanda.(8)

2. Peradilan Agama merupakan peradilan yang dilakukan oleh Hakim Agama dan bisa Hakim Pribumi atau Hakim Gubernemen agar dapat menyelesaikan suatu perkara atau kasus yang berhubungan dengan Hukum Islam.(9)

3. Peradilan peribumi merupakan peradilan yang memiliki kekuasaan di daerahnya dan bebas untuk menyelenggarakan peradilannya dengan hakim pribuminya, serta memiliki wewenang untuk mengadili kasus antara orang-orang bumiputera yang tidak dalam kewenangan peradilan gubernemen. Pada pasal 130 I.S. menjelaskan bahwa orang-orang bumiputera dimanapun mereka berada, apabila tidak menyelenggarakan peradilan mandiri, maka peradilanya dilaksanakan dengan  nama raja atau ratu belanda.(10)

4. Peradilan desa termasuk dari peradilan peribumi  dan peradilan swapraja, pada daerah tertentu peradilan desa juga merupakan peradilan gubernemen, Peradilan desa dirapatkan para kepala desa atau kepala masyarakat hukum adat setempat serta tugasnya hanya mengenai kasus perdata yang ringan terhadap putusan peradilan desa bisa diajukan banding pad hakim yang lebih tinggi yaitu hakim distrip.(11)

5. Peradilan swapraja memiliki kekuasaan otonomi pada wilayah-wilayah swapraja berdasarkan kewenangannya pada peradilan, sehingga wilayah-wilayah swapraja zaman hindia belanda memiliki peradilanya sendiri, empat daerah swapraja seperti kesultanan Yogyakarta, pekualaman Yogyakarta, kesunanan Surakarta , dan mengkunegaran surakarta pada tahun 1907 (Stbl.1907 no.156) pekualaman Yogyakarta lepas dari kekuasaannya mengadili, maka peradilan agar kaula daerah swapraja pekualaman diberikan pada  kekuasaan peradilan gubernamen.untuk tiga daerah yang lainya tetap berjalan , hingga di hapuskan pemerintah Indonesia dengan adanya Undang-undang Darurat no.1 tahun 1951 yang menegaskan tentang aturan susunan serta kekuasaan pengadilan.(12)

Peradilan Yang Menerapkan Hukum Adat
Dari kelima peradilan diatas yang masih menerapakan hukum adat atau hukum yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat adalah peradilan pribumi dan peradilan desa serta peradilan swapraja, dari ketiga peradilan ini masih menerapkan atau masih berpedoman pada hukum adat sampai sekarang.

1. Peradilan Pribumi merupakan peradilan yang dilakukan Hakim Eropa juga Hakim Indonesia, tidak dengan nama Raja atau Ratu serta tidak berdasarkan hukum eropa, namun berdasarkan hukum adat yang ditetapkan Residen dan disetujui Direktur Kehakiman Batavia. yang melaksanakan peradilan pribumu di antaranya ialah riau, Aceh, maluku, Sumatera Barat, lombok, Jambi, Palembang, Kalimantan, Sulawesi, tapanuli, Manado dan bengkulu.

(13) tugasnya hanya didaerah tersebut, penggugat boleh dari luar daerah, apabila penggugat  yang melapor merasa dirinya dirugikan oleh pihak dalam, Peradilan ini memakai hukum yang khusus yaitu peraturan yang dibuat oleh peradilan Residen,

2. Peradilan desa adalah peradilan yang sederhana dengan cara pelaksanaannya atau cara berfikirnya berdasarkan pengetahuan masyarakat desa. Pada peradilan desa ada yang namanya hakim perdamaian desa. Hakim perdamaian desa adalah istilah unutuk kalangan akademis. yang  dianggap khusus, untuk tugas tertentu, mempunyai kantor seperti hakim padaumumnya, 

Meskipun hakim perdamaian desa dilakukan oleh ketua masyarakat hukum adat untuk dapat menyelesaikan suatu kasus dan sengketa didaerahnya(14). Dalam peradilan desa Hakim perdamaian mempunyai peranan penting dalam melaksanakan tugasnya agar tercapainya suatu keadilan yang ada pada masyarakat didaerahnya, seperti dengan sebutannya yaitu untuk medamaikan masyarakat dengan aturan-aturan hukum adat

3. Peradilan Swapraja dilakukan oleh  ketua Swapraja. Peradilan swapraja pada umumnya ada disetiap kabupaten Pakoe Alaman serta Swapraja Pontianak. adanya Peradilan Swapraja diakui Pemerintah Hindia Belanda berdasarka zelfbestuurs Regelen 1938 atau Lange Contact kepada berbagai Swapraja. peradilan ini terdapat pada ilayah jawa maupun madura serta terdapat pada daerah seberang, aturan untuk mengadili berdasarkan pada hukum materiil dan hukum formil ditetapkan oleh ketetapan Residen setempat setelah berdiskusi dengan swapraja yang bersangkutan serta telah disetujui oleh departemen Van Justiti. 

Peraturan Residen ini berdasarkan pada Staatblad 1932 Nomor 80, yang isinya tentang Badan Peradilan Adat.(15) untuk itu, tidak ada perbedaan yang mendasar antara peradilan swapraja dengan peradilan adat, namun hanya terdapat perbedaan kecil diantaranya ialah masalah kewenangan penguasa yang hanya bertindak sebagai penasihat dan bukan sebagai ketua rapat

Putusan Dalam Perkara Hukum Adat
Dalam sebuah masyarakat adat adanya rasa ketidak puasan terhadap putusan secara Hukum umum, yang dianggapnya masih belum bisa mengembalikan kesimbangan yang timbul akibat suatu pelanggaran adat, dengan itu masyarakat lebih memilih hukum adat sendiri dalam memutuskan dalam suatu perkara, yaitu dengan cara restorative justice yang menyelesaikan perkara dengan damai.

(16) untuk melindungi tersangka tanpa merugikan korban serta penyelesaiannya dilakukan secara musyawarah dan melalui mediasi untuk memulihkan keseimbangan dengan melibatkan keluarga dari korban maupun pelaku ditambah dengan perwakilan msayarakat atau ketua adat

Berdasarkan peradilan yang ada di Indonesia  ada yang namanya sistem precedent seperti yang ada pada peradilan anglosaxon, maka hakim terdahulu dalam putusannya tidak wajib untuk di ikuti, meskipun dengan perkara yang sama atau kejadian yang seruapa. Begitu juga pada pemeriksaan di hadapan pengadilan negara, 

Hakim tidak bertindak bagaikan Hakim perdamaian di luar pengadilan seperti pemakat pada seorang berperkara yang beda pada hukum adatnya serta untuk penengah dari kedua pihak yang beda adatnya, atau untuk memutus perkara dari dua pihak yang adatnya sama(17)

Lalu dalam hal tersebut hakim dapat memberikan suatu putusan, putusan-putusan hakim dalam perkara hukum adat terbagi menjadi 8 putusan sebagai berikut :
Suatu putusan yang menyamakan maksudnya adalah putusan seorang hakim terdapat persamaan dengan  putusan hakim yang terdahulu, sebah perkaranya yang tanganinya sama.

Suatu putusan yang menyesuaikan pada putusan ini, seorang hakim memutuskan yang didalamnya terdapat penyesuaian pada kaidah-kaidah hukum adat atau tradisional.

Suatu putusan yang menyimpang pada putusan ini, hakim memutuskan yang didalamnya terdapat penyimpangan pada kaidah-kaidah hukum adat yang ada didaerah setempat atau yang berlaku.

Suatu putusan yang menyampingkan artinya putusan hakim mengesampingkan dan menyisihkan suatu kaidah hukum adat yang ada didaerah setempat atau yang berlaku.

Suatu putusan hakim yang mengambil jalan tengah pada putusan ini hakim mengambil putusan pada jalan tengah karena ketidak jelasan diantara keterangan kedua belah pihak

Suatu putusan yang mengubah artinya dalam putusan hakim mengandung isi yang mengubah kaidah hukum adat yang lama maupun hukum adat yang baru

Suatu putusan hakim yang baru yang menggantikan suatu norma atau aturan kaidah hukum lama yang sudah tidak sesuai lagi
Suatu putusan yang menolak artinya putusan hakim menolak gugatan dari pihak perkara dikarnakan tidak pada tempatnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun