Mohon tunggu...
Rico Ricardo Lumban Gaol
Rico Ricardo Lumban Gaol Mohon Tunggu... Penulis - Energi terbarukan bukanlah energi alternatif, melainkan jawaban dari kerisauan kedepannya

SEO Expert bidang Energi Terbarukan 2022 Kegiatan sehari-hariku masuk keluar wilayah 3T mendampingi wilayah-wilayah yang belum tersentuh listrik PLN samasekali. Salam kenal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

“Ketika Sabar Menjadi Jawaban yang Diabaikan”

25 Maret 2016   21:33 Diperbarui: 25 Maret 2016   22:15 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih kuingat jelas sore itu ketika teman bertanya dalam senyum candanya. Sedang aku menjawab dengan santai namun itu jawaban yang sesungguhnya.

“Mas, lima bulan sudah pengabdianmu di desa, tinggal menghitung hari mas akan lepas dari tugas. Apa rencana mas selanjutnya?”

“Hmmm, untuk rencana aku pasti punya. Akan tetapi untuk menjalankannya aku harus bersabar. Sebab masih ada hari esok yang harus kujalani,” jawabku.

Lalu dia menolehku padahal sebelumnya dia bertanya sambil bermain dengan telepon genggamnya. Dia seakan tidak percaya dan tidak puas dengan jawabanku. Dia berkata bahwa ketika aku menjalankan rencanaku setelah semuanya usai, maka pastilah akan ada waktu yang terbuang sia-sia. Dan dia menyarankan agar aku segera mencari pengganti kegiatanku sebelum semuanya berakhir.

Bukan aku tidak mau. Dia juga tidak kuanggap salah. Manusiawi ketika kita takut tidak melakukan apa-apa terutama tidak mendapatkan apa-apa. Sedang aku berpikir sangatlah tidak baik bagiku melakukan rencana dalam rencana. Rencana awalku ialah menghabiskan semua rangkaian kegiatan pengabdian ini. Berawal dari pra pengabdian, saat pengabdian di penempatan, juga pasca pengabdian.

Lagipula bagaimana mungkin aku akan fokus ketika aku menjalankan rencana baru sedang statusku masih berbau harapan untuk tetap menjadi bagian dari pengabdian ini. Terkecuali aku memang sudah tidak ingin berkecimpung di dunia seperti ini. Bahkan saking bulatnya tekadku, rencana keduaku pun ialah kembali ke daerahku dan belajar memulai mengembangkan desaku. Dan kalau digali lebih dalam, aku mengabdi di tanah bukan kelahiranku ialah untuk belajar dan mengembangkan potensi diriku, menimba ilmu sebanyak-banyaknya sebelum aku kembali dan memberikan diri untuk desaku.

Bagiku tujuan hidupku ialah kembali ke tanah kebesaranku dan belajar mengembangkannya bersama warga sedesa, karena kusadari aku dipanggil untuk itu. Kalau aku menoleh ke belakang, manalah mungkin aku yang bukan siapa-siapa apalagi bukan keturunan siapa-siapa bisa menuntut ilmu di kota yang terkenal yang sering disebut dengan kotanya para bidadari, sebut saja Bandung.

Tidak ada niat S2?

Hmmm, itu pertanyaan yang sulit bagiku. Sangatlah terlalu dini kukatakan kalau aku tidak memiliki niat untuk melanjutkan pendidikan. Sebab aku resign atau tidak melanjutkan kontrakku yang kedua di salah satu perusahaan multi nasional di Kepulauan Riau, Bintan, yakni karena aku ingin melanjutkan S2. Namun, karena satu dan dua hal aku berhenti untuk mencari kesempatan itu.

Mengapa? Singkatnya aku ingin menimba ilmu ke jenjang master ialah ingin mengembangkan diriku terutama dalam hal kemampuan dan pola pikir untuk bisa andil untuk mengembangkan desaku. Jadi kalau saja kala itu aku S2 dan kelak di wisuda, itu semua sebagai bekalku untuk desaku.

Sementara dilain hal aku mendapatkan kesempatan untuk belajar dengan metoda “Learning by doing”. Belum lagi aku menjalaninya bahkan masih dalam tahap pelatihan, kepalaku sudah dipenuhi niat untuk menjadikan S2 sebagai pilihan berikutnya. Bahkan sebulan setelah penempatan di salah satu desa di Kalimantan Utara, aku sedikit memengaruhi rekan se kabupaten untuk turut berpikir bahwa kita yang diberi kesempatan untuk mencicipi sakit-manisnya kuliah itu tidak jauh dari panggilan hidup yakni kembali ke desa dimana kita dibesarkan dan mengabdi di sana.

Pun aku juga memengaruhi untuk terus berlayar di dunia seperti ini. Aku berusaha meyakinkan dia dengan memberi tahu tujuanku mengikuti pengabdian ini.

“Aku mengikuti pengabdian ini ialah karena itulah tujuanku, menurutku, ada di bumi ini. Seandainya nanti kita setelah program ini tidak ada tindak lanjut dari yang bersangkutan, mari ikut denganku kita bentuk tim dan kita bersama mengarungi dan menggali ilmu sebanyak-banyaknya dari beberapa yang punya keahlian dibidangnya seperti treatmen air bersih.”

“Aku dulu punya niat untuk S2 sebelum mengikuti kegiatan ini. Namun, setelah adanya kegiatan ini, ini menjadi momentum bagiku untuk mencari teman untuk belajar bersama dan lebih dalam di bidang pengembangan suatu wilayah. Kita minta kepada yang bersangkutan untuk menyediakan waktu dan orang-orang pilihan untuk melakukan pelatihan yang dibutuhkan untuk pengembangan desa seperti tadah hujan, filtrasi, pertanian, peternakan, dan bahkan swadaya warga untuk menciptakan ekonomi kerakyatan.”

Bagiku, kalau aku bisa belajar dan terus membaharui potensiku melalui kegiatan pengabdian dan pelatihan-pelatihan dengan metoda belajar sembari melakukan maka niatanku untuk menimba ilmu-setinggi-tingginya melalui sekolah kembali yakni dijenjang yang lebih tinggi dan kemudian pulang ke desaku bisa kujadikan pilihan berikutnya. Pada intinya sama saja, belajar dan kemudian kembali ke tanah disaat kita masih kecil.

Semoga temanku yang bertanya itu membaca tulisan ini dan memahami makna dibalik satu kata “sabar”.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun