Mohon tunggu...
Rico Simanjuntak
Rico Simanjuntak Mohon Tunggu... -

Penggerak Pangan Lokal Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Money

Membangun Pertanian Butuh Orang 'Gila'

9 Oktober 2016   09:53 Diperbarui: 4 April 2017   17:27 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harus diakui, membangun pertanian bukanlah hal yang mudah bak membalikkan telapak tangan. Pertanian dihadapkan pada upaya menghidupkan berbagai komoditas yang sangat beragam, kebutuhan hidup manusia, lingkungan serta sosial budaya. Bahkan pertanian dihadapkan dengan hukum paradoks yaitu ketika hanya fokus meningkatkan beberapa bahkan satu komoditas pasti yang terjadi harus mengorbankan komoditas lain. Sehingga ini menjadi hantu yang terus menyebabkan wajah pertanian selalu gagal.

Beranjak dari tesis ini, maka mau tidak mau dalam membangun pertanian membutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yang unggul. Kita pasti sepakat, untuk mendapat SDM pertanian ini, harus yang tuntas akademiknya karena dianggap memiliki kapasitas atau kompentensi sesuai dengan tuntutan bidang dalam pertanian itu sendiri. Selain itu, tidak sedikit yang berpendapat bahwa pertanian harus diurus oleh ahlinya, kalo tidak maka pertanian akan hancur. Orang yang bukan ahlinya hanya bisa bicara saja, tidak ada yang dapat diperbuat.

Pandangan ini secara kaca mata kudanya harus diakui benar. Akan tetapi, jika bercermin dari fakta apa yang telah terjadi bahkan jika membuka kembali sejarah bangsa ini yang sebenarnya, pertanian tidak mutlak membutuhkan SDM disebutkan di atas. Namun, membangun pertanian perlu kiranya dibangun oleh orang ‘gila’.

Yang dimaksud orang ‘gila’ ini adalah orang yang haus berpikir, berkarya, bekerja tanpa ada kepentingan dan tidak mempertuhankan jabatan. Bahkan memilih jalan yang sunyi, sehingga berani mengambil resiko dan dikucilkan ketika idenya diyakini mampu membuat karya besar dan dapat berdiri di atas kakinya sendiri.

Tentunya, di era saat ini orang yang bersikap seperti ini dianggap orang ‘gila’. Saat ini, orang yang berbuat dan berpikir dengan mengikuti arus kekuasaan dianggap orang waras dan super. Apalagi memiliki pengalaman dan tingkat pendidikan yang mempuni ditambah lagi dipakai oleh pihak asing dan pemerintah, semua orang menganggapnya orang pintar atau jenius.

Berkaca dari kondisi ini, untuk membangun pertanian yang kondisinya disebutkan di atas, suka tidak suka dan mau tidak mau memerlukan orang ‘gila’ yang melahirkan ide ‘gila’. Yaitu ide yang melahirkan konsep pertanian yang revolusioner bersandarkan pada kebenaran pemikiran yang terintegrasi dengan nilai-nilai luhur bangsa. Bukan memaksakan diri untuk menggunakan teori-teori akademik di buku.

Filosof dari Perancis, Descartes mengatakan “Cogito Ergo Sum” yaitu aku berpikir maka aku ada. Artinya apabila kita berpikir disertai kerja keras yang hakiki, maka tidak ada yang tidak mungkin untuk dihasilkan. Bagi kalangan yang menjunjung tinggi teori-teori ahli dalam buku, orang yang berjalan pada hal ini dianggap gila. Sebab, tidak ada referensi teori yang dipakai untuk mengimplementasikan sesuatu.

Namun, fakta memperlihatkan dengan terang benderang akan keberhasilan orang-orang 'gila' di berbagai bidang khususnya di pertanian. Mereka mampu melangkah melakukan gerakan revolusioner tanpa menyandang ilmu yang diperoleh di dunia formal. Akan tetapi ilmunya diperoleh dari jalanan dengan keyakinan pada kemampuan akal dan pikirannya disertai kerja keras untuk bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, bukan untuk dirinya.

Misalnya, Milton Hershey pemilik The Harshey Company. Ia keluar dari sekolah ketika umurnya 9 tahun. Semasa sekolah, Hershey tidak memiliki prestasi belajar yang menggembirakan. Ketika sudah menginjak kelas 4 SD, Hershey terpaksa harus keluar dari sekolah. Karena ketertarikan dan kecerdasannya mengolah coklat, Hershey justru berhasil mendirikan perusahaan coklat benama Hershey Company yang sukses mengirim produknya hampir ke seluruh belahan dunia.

Kemudian, Amadeo Giannini adalah salah satu orang paling sukses di dunia yang juga tidak menamatkan pendidikan formalnya. Ia keluar pada dari sekolah pada usia 13 tahun dan memutuskan untuk belajar bisnis langsung di lapangan. Perjalanan karir Amadeo Giannini bisa dibilang cukup terjal, hingga akhirnya pada tahun ia berhasil mendirikan Bank Of America setelah sebelumnya membesarkan sebuah bank bernama Bank Of Italy. Ia adalah seorang pebisnis cerdas yang pertama kali berani menawarkan sistem kredit kepada para imigran berpenghasilan rendah.

Di Indonesia ada sosok Maria Loretha yang kebanyakan orang menganggapnya gila. Ia dengan kesadaran nilai luhurnya, fokus mengembangkan  sorgum dan padi lokal pada lahan marginal di Pulau Flores. Pengembangan sorgum tersebut tanpa menggunakan pupuk. Maria merintisnya dengan susah payah dengan menggandeng yayasan agama setempat untuk meyakinkan masyarakat agar bergerak menanam sorgum. Kini, sorgum yang dikembangkannya telah menempus pasar Eropa dan banyak dikonsumsi oleh penderita diabetes dan kanker usus. Dalam pengelolaanya, pola pengembangan sorgum dilakukan kelompok tani. Sorgum yang dihasilkan 60 persen untuk kebutuhan konsumsi, 30 persen untuk dijual dan 10 persen dimasukkan ke usaha bersama sebagai tabungan petani dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat. Dengan konsep ini, petani tidak perlu mengambil pinjaman ke bank konvensional yang bunganya menyiksa mereka. Petani pun tidak berurusan dengan pinjaman ke tengkulak yang nantinya akan membeli hasil panen dengan harga rendah.

Sejarah pun mencatat, dulu sektor pertanian pada jaman Kerajaan Majapahit dibangun oleh orang-orang tidak mengenyam pendidikan, mereka hanya memiliki kemampuan berpikir, semangat yang tinggi, kerja keras dan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya. Sehingga, komoditas pertanian Indonesia khususnya rempah-rempah menjadi kelas satu dunia bahkan menghidupi dunia.

Oleh karena itu, untuk membangun pertanian yang maju bahkan menguasai dunia, fenomena-fenomena ini harus dijadikan pemerintah saat ini sebagai filosofi dasar sehingga dapat menempatkan SDM untuk menetapkan konsep pembangunan pertanian yang revolusioner. Indonesia yang kaya akan potensi pertanian dengan masing-masing daerah memiliki keunggulan komoditas, lingkungan, sosial-budaya dan agama yang berbeda, maka pembangunan pertanian harus dilakukan sesuai dengan kodratnya. Yaitu pertanian terintegrasi dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Buktinya, pertanian bahasa inggrisnya adalah agriculture. Artinya pertanian dan budaya tidak bisa dipisahkan.

Dengan demikian, pembangunan pertanian sama halnya menjaga nilai-nilai budaya masyarakat. Oleh karena budaya masyarakat di masing-masing berbeda, maka program pertanian tidak bisa dipaksakan terlaksana di semua daerah, tapi harus sesuai budaya dan keunggulan komparatif daerah.

Langkah Aksi

Kongkretnya, pertama, upaya peningkatan produksi komoditas pertanian tidak boleh hanya beberapa komoditas sehingga petani atau suatu daerah diharuskan untuk menanamnya. Misalnya, orang Papua sangat tidak mungkin dipaksakan untuk mengembangkan sapi, bawang dan sebagainya. Sebab, secara sosial budaya dan kondisi alam, mereka tidak mengenal komoditas tersebut. Namun apabila diberikan program budidaya babi, pasti akan berhasil.

Begitu pun daerah lain yang masyarakat petaninya tidak pernah membudidayakan bawang merah. Jika program pengembangan bawang merah dipaksakan, program ini bak menggarami air laut. Artinya akan sia-sia, jangan berharap berhasil.

Kedua, pembangunan pertanian harus dilakukan secara tuntas dari hulu ke hilir, tidak boleh berhenti pada pada kegiatan produksi. Pembangunan pertanian harus sampai pada menciptakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Untuk itu, harus sampai pada pembangunan pabrik atau industri, dan kelembangaan usaha bersama dengan di dalamnya memiliki lembaga keuangan mikro tanpa melibatkan bank konvensional.

Ketiga, pemerintah tidak perlu memberikan bantuan yang fantastis berupa input produksi. Akan tetapi harus dirubah pada bantuan untuk outpun produksi yaitu jaminan harga dan menerapkan konsep pertanian kembali ke alam. Ingat, harga merupakan variabel yang sangat signifikan memiskinan petani. Bantuan input produksi seperti benih dan pupuk sama halnya memanjakan petani sehingga terbentuk mentanl yang selalu meminta-minta, tidak mau berpikir kreatif membangun kemandirian ekonomi.

Keempat, pembangunan pertanian tidak boleh keluar dari kearifan lokal masyarakat yang kental dengan nilai-nilai sosial budaya dan agama. Oleh karena itu, pemerintah harus membangun juga lumbung pangan di masyarakat. Para petani dulu di setiap rumahnya memiliki lumbung bahkan loteng rumahnya dijadikan lumbung untuk menyimpan hasil panen dalam jangka waktu yang begitu lama. Alhasil, petani tidak mengenal tidak ada beras dan sebagainya. Bahkan tidak dipermainkan para pelaku usaha nakal yang memonopoli harga. Mengedepankan konsep nilai luhur pun menjadi senjata ampuh untuk mencegah prilaku petani yang menjual lahan sawahnya ke pengembang. Artinya ini dapat mengatasi terjadinya konversi lahan, di mana samai saat ini berada dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Lahan sawah makin sempit dan status petani hanyalah buruh tani. Dengan kondisi ini, kemiskinan petani semakin meningkat.

Kelima, menciptakan SDM pertanian dari kalangan pemuda yang terintergrasi dengan nilai-nilai luhur budaya, agama dan lingkungan sehingga mampu menggairahkan petani. Konsep inilah yang diterapkan India, sehingga pembangunan pertanian kini menjadi maju padahal India merupakan negara berkembang seperti Indonesia yang tinggi ketergantunganya pada pangan impor.

India membangun perguruan tinggi pertanian di setiap provinsi sehingga melahirkan sarjana berkualitas yang mau ke desa untuk melakukan riset dan membangun pertanian. Perguruan tinggi ini berada langsung di bawah Kementerian Pertanian, sehingga antara dunia pendidikan dan sektor pertanian menyatu. Mereka tahu apa yang dibutuhkan pertanian. India pun membangun semangat perubahan perubahan di masyarakat.

Ini dapat berjalan karena melibatkan pemuda yang SDM nya paham dan sadar akan nilai-nilai sosial-budaya, lingkungan dan agama. Dengan konsep ini, India mampu membangun lumbung pangan masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut.

Upaya-upaya ini tentunya memunculkan perdebatan keras, bahkan sebagian besar pastinya tidak setuju. Orang yang menawarkan konsep tersebut dianggapnya orang ‘gila’. Tapi mereka lupa akan fakta di atas, sehingga konsep tersebut tidak sekedar ide. Oleh karena itu, apabila beberapa konsep dasar ini dilakukan pemerintah, maka pembangunan pertanian dapat memanusiakan petani, menghidupkan nilai-nilai luhur bangsa dan terciptanya keseimbangan maupun hubungan simbiosis mutualisme antara manusia dengan lingkungan. Tak heran, pertanian akan memberikan pendapatan yang begitu besar bagi negara tanpa memprioritaskan pembangunan sektor lain.

Faktanya, berdasarkan data KPPU (2016), nilai bisnis perunggasan dari hulu ke hilir sangat fantastis yakni sekitar Rp 450 trilyun per tahun. Nilai bisnis perunggasan ini melebihi nilai bisnis migas di Indonesia. Ini baru satu komoditas pertanian, belum lagi dengan kopi, sawit, coklat dan lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun