Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

4 Hal Ini Tidak Bisa Dijadikan Bukti Kematian Mirna

2 Oktober 2016   10:02 Diperbarui: 8 Oktober 2016   23:13 2443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa tunggal Jessica Kumala Wongso ada beberapa bukti yang tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti antara lain: lambung, CCTV, sisa Viatnamesse Ice Coffe dan keterangan Kristie.

Berdasarkan pasal 59 Peraturan Kapolri No 10/2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pasal 59 ayat (2) ''Pemeriksaan barang bukti keracunan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 58 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut'':

a. Organ/jaringan tubuh:

1) lambung beserta isi (100 gr)

2) hati (100 gr)

3) ginjal (100 gr)

4) jantung (100 gr)

5) jaringan lemak bawah perut (100 gr)

6) otak (100 gr)

b. Cairan tubuh:

1)  urine (25 ml)

2) darah (10 ml)

Sehingga kematian Wayan Mirna Salihin yang tidak melalui proses otopsi menyeluruh, tetapi hanya parsial membuat 0,2 mg/l sianida yang ditemukan di dalam lambung Mirna tidak bisa dijadikan barang bukti sama sekali. Alasan hukumnya adalah sebagai berikut:

Pertama. Hanya dilakukan pengambilan sample pada organ lambung, tetapi tidak dilakukan pengambilan pada isi lambung. Padahal sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 10/2009, harus diambil pula isi lambung jika ada yang mati. Tujuan pengambilan isi lambung hingga 100gr tak lain tujuannya adalah untuk dilakukan pemeriksaan terhadap isi lambung terkait makanan, minuman, atau zat apa yang masuk ke dalam tubuh hingga korban mati atau yang terjadi justru mati karena sakit.

Dan dalam kasus kematian Mirna, tidak dijelaskan secara jelas berapa banyak cairan lambung yang diambil dan jika cairan lambung yang diambil untuk pemeriksaan dokter kurang dari 100 gr, maka isi lambung walau mengandung sianida tetap tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti.

Kedua. Organ hati, ginjal, jantung, otak, dan jaringan lemak bawah perut harus diambil masing-masing sebanyak 100 gr, tetapi yang terjadi justru semua organ yang mestinya diambil masing-masing 100gr tidak diambil sama sekali organnya. Padahal pengambilan pada masing-masing organ tersebut sangat penting mengingat korban mati dikatakan karena sianida.

Maka logikanya untuk mengetahui dan memastikan penyebab kematian karena sianida tadi tentu harus diambil masing-masing 100gr pada organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut dilewati oleh sianida ketika masuk ke dalam jaringan tubuh korban. Sehingga dengan tidak diambilnya masing-masing 100 gr pada tiap organ di atas, maka penyebab kematian Mirna tidak bisa dipastikan, karena tidak ada barang bukti.

Ketiga. Cairan urine memang diambil, tetapi berapa banyak urine diambil itu tidak pernah ada penjelasan sama sekali. Dan merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 10/2009, maka cairan urine pada korban yang mati karena keracunan, urinenya harus diambil sebanyak 25ml.

Jika kurang dari 25ml pun, tafsiran dari Peraturan Kapolri Nomor 10/2009 bisa disimpulkan bahwa tidak bisa dijadikan barang bukti. Terlebih lagi darah yang sama sekali tidak diambil oleh dokter sehingga dalam kasus ini penyebab kematian Mirna sama sekali tidak bisa dipastikan, karena bagian darah logikanya pasti akan dilewati cairan yang masuk ke dalam tubuh manusia, terlebih lagi korban sudah mati, tetapi darah yang sebegitu pentingnya untuk mengungkap kasus kematian Mirna justru tidak diambil sama sekali, diperiksa pun tidak.

Kemudian barang bukti lain yang sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti adalah kamera CCTV Olivier Cafe.

Pasal 18

(1) Pemeriksaan barang bukti perangkat elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 17 wajib memenuhi persyaratan formal sebagai berikut:

a. Permintaan tertulis dari kepala kesatuan kewilayaan atau kepala/pimpinan instansi.

b. Laporan polisi.

c. BAP saksi/tersangka atau laporan kemajuan.

d. BAP pengambilan, penyitaan dan pembungkusan barang bukti.

(2) Pemeriksaan barang bukti perangkat elektronik sebagaimana yang dimaksud pasal 17 wajib memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:

a. Barang bukti secara lengkap dikirimkan ke Labfor Polri, beserta seluruh sistemnya.

b. Apabila barang bukti merupakan perangkat elektronik yang tidak sederhana, pengiriman barang bukti dilengkapi dengan:

  1.  Spesifikasi teknis, gambar konstruksi, dan pedoman penggunaan dan pabrik pembuatnya.
  2.  Dokumen riwayat pemakaian dan perawatan dari pengguna, terutama berkaitan dengan kejadian kasus.

c. Barang bukti harus dibungkus, diikat, dilak, disegel, dan diberi label.

Tentu ada beberapa alasan hukum mengapa CCTV Olivier Cafe tak bisa dijadikan sebagai barang bukti:

Pertama. Merujuk pada pasal 18 ayat 1 huruf d Peraturan Kapolri Nomor 10/2009, pengambilan file CCTV Olivier Cafe yang dipindahkan ke DVR dan flashdisk harus disertai dengan berita acara pengambilan. Bahkan dalam kasus ini file dari CCTV tak hanya diambil tetapi juga dipindahkan ke dalam DVR dan flashdisk  dan mestinya harus juga disertai dengan berita acara pemindahan. Tetapi tidak ada berita acara pengambilan (file) dan berita acara pemindahan (dari CCTV ke DVR dan flashdisk), sehingga tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti sama sekali.

Kedua. Barang bukti harus dibungkus, diikat, dilak, disegel, dan diberi label. Tetapi dalam kasus ini barang bukti tidak dibungkus, tidak diikat, tidak dilak, tidak disegel, tetapi dalam kasus ini CCTV hanya diberi label ex: CCTV 9.

Ketiga. Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 yang mengambulkan permohonan gugatan soal bukti dalam UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diajukan Mantan Ketua DPR, Setya Novanto, yang mana dalam amar putusannya dikatakan oleh salah satu hakim ‘’Bahwa ketika aparat penegak hukum menggunakan alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah atau unlawful legal evidence, bukti yang dimaksud dikesampingkan oleh hakim atau dianggap tidak mempunyai nilai pembuktian oleh pengadilan.’’

Nah sehingga bisa disimpulkan CCTV itu sama sekali tidak bisa dijadikan barang bukti kasus kematian Mirna, toh tak ada berita acara pengambilan dan pemindahan data, yang terjadi justru pengambilan dan pemindahan data ke DVR dan flashdisk dilakukan karyawan Olivier Cafe yang notabene tidak memiliki keahlian untuk mengambil dan memindahkan file ke DVR dan flashdisk, sehingga CCTV tersebut tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti.

Selain itu pula pemindahan sisa Vietnamesse Ice Coffe yang tidak disertai dengan berita acara pemindahan juga membuat sisa Vietnamesse Ice Coffe itu sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti, terlebih lagi yang memindahkannya ke dalam botol bukan penyidik. Karena yang memindahkannya ke dalam botol dari gelas adalah Yohanes.

Yang tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti sama sekali adalah termasuk pula soal keterangan BAP Kristie Louis Carter yang mengaku pernah diancam Jessica, ini merujuk pada keterangannya yang dibacakan JPU dalam persidangan 27 September menjadi tidak bisa dijadikan sebagai barang bukti karena tidak ada berita acara penyumpahan penerjemah dari keterangan Kristie. Sehingga jika bukti utama yang dijadikan bukti tetapi tidak bisa dijadikan sebagai bukti, maka Jessica harus dibebaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun