Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kasus Mirna: Dua Ahli Bersaksi, Lupa Sana-Lupa Sini pun Terjadi Lagi

25 Agustus 2016   23:11 Diperbarui: 10 September 2016   15:30 2363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 A tak sengaja menabrak pejalan kaki , tapi karena tak mau mengeluarkan biaya rumah sakit, A membawa pejalan kaki tersebut ke rumahnya bukan rumah sakit. A hanya merawatnya dengan seadanya padahal keadaan pejalan kaki itu sudah dalam keadaan sengsara dan kritis karena terluka parah dibagian kepala. Akibat perawatan seadanya pejalan kaki itu meninggal beberapa jam kemudian. Tentu matinya pejalan kaki ini adalah dikehendaki oleh si A karena si A tak mau mengeluarkan biaya rumah sakit untuk mengobati luka parah pejalan kaki tersebut. Sehingga motifnya adakah ekonomi (yang kurang mampu)

Contoh II:

A sering dihina oleh B dengan hinaan dasar monyet, jelek dan memalukan orang seperti kau itu. A terus-terusan dihina dan merasa sakit hati atas ucapan-ucapan B. Suatu ketika A melihat B sedang berjalan sendirian di pinggir sungai dan kebetulan A juga berada di sekitar sungai karena kebiasaan A memancing ikan di sungai itu. A yang melihat B langsung mengambil batu lalu mengayunkan batu itu ke arah kepala B sehingga B berlumuran darah dan meninggal di sekitar sungai. Dari contoh ini jelaslah sudah bahwa pembunuhan yang dilakukan secara spontan (338 KUHP) memiliki motif, dan motof dari kasus di atas sudah jelas yakni sakit hati akibat penghinaan yang dilakukan B kepada A. Sehingga jelas bukan pembunuhan spontan (338 KUHP) ada motifnya?

Contoh III:

A memiliki utang dengan si B sebesar Rp. 7.000.000. Namun ketika B menagih utang kepada si A , si A langsung marah besar dan B pun langsung diusir dari rumahnya si A. Sejak itu A merasa sangat dendam dengan B karena berani-beraninya  mendatangi rumahnya untuk menagih uang sebesar Rp. 7.000.000 yang dipinjamnya pada satu minggu yang lalu. 

Dendam pun makin memuncak diiringi rasa sakit hati yang dirasakan oleh si A, membuat si A langsung berpiriran jahat yakni dengan merencanakan pembunuhan terhadap B pada esok malam. A menyiapkan pistol, datang ke rumah B yang kebetulan B sedang sendirian di rumah. A masuk lewat pintu pagar, menjebol pintu ruang tamu, masuk ke kamar si B, dan langsung menembak tepat ke arah jantung si B dan B mati seketika. Pembunuhan berencana (340 KUHP) dalam contoh diatas jelas memiliki motif yakni sakit hati dan dendam akibat ditagih utangnya.

Kedua. Tidak ada motif dalam pasal 338 KUHP dan 340 KUHP juga adalah pernyataan yang keliru karena tidak mungkin seseorang melakukan suatu perbuatan pidana tanpa ada penyebab yang mendorongnya. Pada poin ini saya ingin mengaitkannya dengan actus reus en mens rea (perbuatan pidana dan niat/keadaan batin). 

Jika seseorang hendak melakukan kejahatan apalagi pembunuhan berencana tentu ada proses perencanaan mulai dari memutuskan kehendak dalam keadaan tenang, ada tenggang waktu yang cukup sejak memutuskan kehendak sampai pelaksanaan kehendak dan perbuatan itu dilakukan dengan tenang. Namun pertanyaannya adalah apakah dalam kasus ini ada hubungan antara actus reus en mens rea ?

Dalam kasus ini jelas tidak ada hubungan antara actus reus en mens rea sebab jika ada actus reus en mens rea maka harus ada juga soal sebab-akibat yang melatarbelakangi/motif dari perbuatan itu dilakukan. Nah, dalam dakwaan Penuntut Umum hanya menguraikan motif Jessica menghabisi Mirna karena nasihat Mirna kepada Jessica.

Tentu berdasarkan logika hukum tidak masuk diakal motif yang didakwakan kepada Jessica sebab Jessica dan Mirna adalah dua orang sahabat yang telah lama menjalin hubungan persahabatan dan tidak masuk diakal pula kalau kembali aktifnya Jessica menghubungi Mirna dianggap Penuntut Umum adalah bagian dari rencana Jessica menghabisi Mirna. Sehingga samoai disini tidak terlihat ada hubungan antara actus reus dan mens rea. Tentu dalam persidangan tadi kita melihat Otto Hasibuan seolah tidak memahami bidangnya sendiri, hukum. Padahal Otto bisa menghubungkan pasal-pasal tersebut dengan logika hukum agar hakim bisa meyakinkan hakim bahwa apapun perbuatan pidana pasti ada motifnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun