Hari ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali mengelar perkara pidana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa tunggal Jessica Kumala Wongso. Pda persidangan hari ini Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua ahli: I Made Agung Gelgel Wirasuta (Ahli Toksikologi) dan Edward Omar (Ahli Hukum Pidana Univversitas Gajah Mada). Namun dalam persidangan kali ini Tim Kuasa Hukum Jessica yang hanya mengandalkan Otto Hasibuan kembali harus melewatkan beberapa poin penting yang harusnya bisa digali kepada ahli Toksikologi. Apa saja?
Ahli mengatakan bahwa orang yang mengalami keracunan sianida maka dibagian lambungnya akan mengalami korosif dan iritasi akibat adanya zat kimia berbahaya dan mematikan tersebut. Ahli juga dalam kesaksiannya menyebut bahwa Hani mengalami pusing hingga 3 hari lamanya sejak tanggal 6 Januari – 9 Januari 2016 akibat mencicipi sisa es kopi maut tersebut. Tak hanya itu ahli juga menegaskan bahwa sianida bisa ditemukan dalam urine orang yang mengalami keracunan sianida. Maka pertanyaan yang harusnya diajukan adalah:
Pertama. Jika orang yang menelan sianida yang mana diketahui sianida dapat menyebabkan lambung menjadi korosif dan iritasi, tetapi tidak mati, bagaimana cara kerja jantung pada saat racun mematikan itu tertelan, apakah bisa menganggu cara kerja jantung atau justru tidak menganggu cara kerja jantung? Mengingat sianida ini bisa menyebabkan orang mengalami kesulitan bernafas dan yang paling fatal bisa menyebabkan kematian. Bagaimana cara kerja jantung saat ada sianida di dalam tubuh meskipun hanya tertelan sedikit, bagaimana?
Kedua. Jika sianida dapat menyebabkan korosif dan iritasi. Pertanyaannya: Apa yang terjadi dengan lambung manusia yang menelan sianida tetapi tidak menyebabkan kematian? Pertanyaan itu menjadi penting karena sianida ini berdasarkan keterangan ahli bersifat panas dan bisa menyebabkan dinding lambung saja bisa terbakar, maka kondisi atau keadaan seperti apa yang terjadi pada tubuh manusia yang menelan sianida dalam jumlah sedikit tetapi tidak menyebabkan mati, bagaimana kondisi lambung pada saat itu?
Ketiga. Jika sianida bisa ditemukan dalam urine (jika meninggal) berarti sianida juga bisa ditemukan dalam urine orang yang menelan sianida dalam jumlah yang sedikit (Hani- Menelan). Maka saat membuang urine, sianida akan ikut bersama urine. Nah Hani pusing selama 3 hari sejak menelan sisa minuman kopi bersianida tersebut.Â
Pertanyaannya adalah: Manusia normal akan mengalami proses metabolisme tubuh, tapi mengapa sianida (dalam jumlah kecil) dalam tubuh Hani tidak menyebabkan gejala lain selain dari pusing? Proses pembuangan urine pasti terjadi , jika pembuangan urine terjadi sianida akan bersatu dengan urine dan bisa habis lewat pembuangan urine dalam waktu yang logis yakni tak sampai 3 hari. Kemudian terkait dengan Hani yang bisa tetap hidup meskipun tertelan sianida, ini bagaimana bisa?
Kemudian dalam keterangan ahli lainnya yakni ahli hukum pidana. Ahli menjelaskan bahwa pasal 338 KUHP dan pasal 340 KUHP sama sekali tidak memerlukan motif? Apakah bisa diterima secara logis melalui logika hukum? Tentu tidak dan ini disertai beberapa alasan sebagai berikut:
Pertama. Kalimat ‘’Barangsiapa dengan sengaja....’’ yang tercantum dalam pasal 338 KUHP maupun 340 KUHP dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang memang dilakukan secara sengaja atas dasar kehendak yang disadari yang ditunjukan untuk melakukan kejahatan tertentu. Untuk dapat mengatakan bahwa perbuatan itu dilakukan dengan sengaja tentu berpijak pada dua poin yakni dikehendaki dan diketahui. Â
Dikehendaki artinya ketika orang yang hendak melakukan kejahatan memutuskan akan melakukan suatu perbuatan pidana, maka tentu pelaku melakukan perbuatan itu dengan berdasarkan penyebab-penyebab tertentu baik yang ada dalam diri pelaku maupun dari luar diri pelaku.
Dan ahli dalam penjelasannya tadi juga mengatakan bahwa pasal 340 KUHP sama sekali tidak memerlukan motif. Kalimat ‘’ Barangsiapa dengaja sengaja....’’ juga tercantum dalam pasal 304 KUHP: ‘’Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberikan penghidupan, perawatan , pemeiliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana...........’’. Memahami secara cermat dan teliti dapat ditarik kesimpulan bahwa baik pasal 338 KUHP, 340 KUHP , 304 KUHP pun membutuhkan motif, karena tidak ada kejahatan yang tidak ada motif.
Contoh I:
 A tak sengaja menabrak pejalan kaki , tapi karena tak mau mengeluarkan biaya rumah sakit, A membawa pejalan kaki tersebut ke rumahnya bukan rumah sakit. A hanya merawatnya dengan seadanya padahal keadaan pejalan kaki itu sudah dalam keadaan sengsara dan kritis karena terluka parah dibagian kepala. Akibat perawatan seadanya pejalan kaki itu meninggal beberapa jam kemudian. Tentu matinya pejalan kaki ini adalah dikehendaki oleh si A karena si A tak mau mengeluarkan biaya rumah sakit untuk mengobati luka parah pejalan kaki tersebut. Sehingga motifnya adakah ekonomi (yang kurang mampu)
Contoh II:
A sering dihina oleh B dengan hinaan dasar monyet, jelek dan memalukan orang seperti kau itu. A terus-terusan dihina dan merasa sakit hati atas ucapan-ucapan B. Suatu ketika A melihat B sedang berjalan sendirian di pinggir sungai dan kebetulan A juga berada di sekitar sungai karena kebiasaan A memancing ikan di sungai itu. A yang melihat B langsung mengambil batu lalu mengayunkan batu itu ke arah kepala B sehingga B berlumuran darah dan meninggal di sekitar sungai. Dari contoh ini jelaslah sudah bahwa pembunuhan yang dilakukan secara spontan (338 KUHP) memiliki motif, dan motof dari kasus di atas sudah jelas yakni sakit hati akibat penghinaan yang dilakukan B kepada A. Sehingga jelas bukan pembunuhan spontan (338 KUHP) ada motifnya?
Contoh III:
A memiliki utang dengan si B sebesar Rp. 7.000.000. Namun ketika B menagih utang kepada si A , si A langsung marah besar dan B pun langsung diusir dari rumahnya si A. Sejak itu A merasa sangat dendam dengan B karena berani-beraninya  mendatangi rumahnya untuk menagih uang sebesar Rp. 7.000.000 yang dipinjamnya pada satu minggu yang lalu.Â
Dendam pun makin memuncak diiringi rasa sakit hati yang dirasakan oleh si A, membuat si A langsung berpiriran jahat yakni dengan merencanakan pembunuhan terhadap B pada esok malam. A menyiapkan pistol, datang ke rumah B yang kebetulan B sedang sendirian di rumah. A masuk lewat pintu pagar, menjebol pintu ruang tamu, masuk ke kamar si B, dan langsung menembak tepat ke arah jantung si B dan B mati seketika. Pembunuhan berencana (340 KUHP) dalam contoh diatas jelas memiliki motif yakni sakit hati dan dendam akibat ditagih utangnya.
Kedua. Tidak ada motif dalam pasal 338 KUHP dan 340 KUHP juga adalah pernyataan yang keliru karena tidak mungkin seseorang melakukan suatu perbuatan pidana tanpa ada penyebab yang mendorongnya. Pada poin ini saya ingin mengaitkannya dengan actus reus en mens rea (perbuatan pidana dan niat/keadaan batin).Â
Jika seseorang hendak melakukan kejahatan apalagi pembunuhan berencana tentu ada proses perencanaan mulai dari memutuskan kehendak dalam keadaan tenang, ada tenggang waktu yang cukup sejak memutuskan kehendak sampai pelaksanaan kehendak dan perbuatan itu dilakukan dengan tenang. Namun pertanyaannya adalah apakah dalam kasus ini ada hubungan antara actus reus en mens rea ?
Dalam kasus ini jelas tidak ada hubungan antara actus reus en mens rea sebab jika ada actus reus en mens rea maka harus ada juga soal sebab-akibat yang melatarbelakangi/motif dari perbuatan itu dilakukan. Nah, dalam dakwaan Penuntut Umum hanya menguraikan motif Jessica menghabisi Mirna karena nasihat Mirna kepada Jessica.
Tentu berdasarkan logika hukum tidak masuk diakal motif yang didakwakan kepada Jessica sebab Jessica dan Mirna adalah dua orang sahabat yang telah lama menjalin hubungan persahabatan dan tidak masuk diakal pula kalau kembali aktifnya Jessica menghubungi Mirna dianggap Penuntut Umum adalah bagian dari rencana Jessica menghabisi Mirna. Sehingga samoai disini tidak terlihat ada hubungan antara actus reus dan mens rea. Tentu dalam persidangan tadi kita melihat Otto Hasibuan seolah tidak memahami bidangnya sendiri, hukum. Padahal Otto bisa menghubungkan pasal-pasal tersebut dengan logika hukum agar hakim bisa meyakinkan hakim bahwa apapun perbuatan pidana pasti ada motifnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H