Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Terus Dihantam, Bos Podomoro Terpental, Rahasia Besar Terbuka

7 April 2016   18:01 Diperbarui: 10 April 2016   19:38 18831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ketua Komisi D DPRD DKI, M. Sanusi (Dok:Tribunnews.com)"][/caption]Nama Basuki Thajaya Purnama atau Ahok makin hari makin tertonjol ke atas dan makin tidak terbendung lagi. Ibarat intensitas hujan yang sangat tinggi mengakibatkan sungai-sungai maupun anak sungai menjadi meluap. Akibatnya luapan air yang merendam rumah penduduk makin tidak terbendung airnya dan makin meninggi rendaman airnya. Ilustrasi itu tepat untuk menggambarkan sosok Ahok saat ini. Meskipun Ahok makin tidak terbendung ibarat air bah yang meluap, Ahok pun tetap diusahakan untuk goyang dan dijatuhkan dari kursi DKI-1. Upaya-upaya sistematis untuk menjatuhkan Ahok hingga kini masih terus berlanjut ibarat drama tiada akhir.

Ahok yang tidak bisa diajak kompromi soal uang membuat makin banyak pihak yang merasa kurang nyaman dengan kepemimpinannya. Setelah drama panjang untuk menjatuhkan Ahok lewat kasus Sumber Waras gagal lantaran hingga kini Komisi Pemberantasan Korupsi tidak juga menemukan bukti untuk menjerat Ahok. Kini cerita demi cerita bahkan drama demi drama baru pun terus bermunculan. Drama maupun cerita ini dibuat hingga melawan akal sehat dan logika sampai terbalik-balik. Yang terbaru misalnya Ahok dituding ikut bermain dalam kasus suap Raperda tentang Tata Ruang dan Zonasi yang berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Dalam OTT tersebut, M. Sanusi tertangkap tangan menerima suap sebesar Rp 1,14 miliar. Tahap terakhir yang membuatnya harus berurusan dengan KPK dan menanggalkan Gerindra tak lain adalah M. Sanusi menerima suap dari PT. Agung Podomoro Land, salah satu pengembang dari proyek reklamasi. Dan persoalan PT. Agung Podomoro Land yang hanya menjadi korban sudah dibahas dalam analisa sebelumnya. Dalam analisa kali ini penulis hanya ingin mematahkan tuduhan-tuduhan yang menuduh Ahok terlibat suap dalam kasus suap dua Raperda dengan analisa hukum.

Tentu untuk mengeruk Teluk Jakarta , Ahok tidak sembarangan dengan mengizinkan pengembang mengeruk Teluk Jakarta. Karena yang jadi keyakinan Ahok, dasar hukum untuk mengeruk Teluk Jakarta sudah ada dan masih berlaku hingga hari ini. Jika ada yang mengatakan dasar hukum pengeruka Teluk Jakarta sudah tidak berlaku lagi silakan argumen hukumnya.

Tentu izin melakukan reklamasi untuk mengeruk Teluk Jakarta adalah kewenangan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dasar hukumnya jelas adalah Keputusan Presiden No 52/1995 khususnya pasal 4 secara eksplisit jelas bahwa ‘’Wewenang dan tanggung jawab reklamasi Pantura ada di tangan Gubernur Jakarta’’. Ini adalah dasar hukum terkuat yang melandasi pengerukan Teluk Jakarta oleh beberapa pengembang sehingga tidak ada alasan kalau menuduh Ahok melanggar PERMEN-KP No 17/2013 sebagaimana yang telah diubah menjadi PERMEN-KP No 28/2014.

Termasuk pula makin kacau kalau menuduh Ahok menyerempet Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 14/2003 yang menilai rencana reklamsi dan revitalisasi Pantai Utara (Pantura) tidak layak dan tidak sah secara hukum. Karena secara hierarki perundang-undangan, perlu pula dipahami kedudukan Peraturan Menteri masih jauh dibawah Keputusan Presiden. Jika kedudukan atau kekuatan hukum dari Peraturan Menteri saja jauh dibawah Keputusan Presiden, apalagi Keputusan Menteri yang hanya berlaku untuk lingkungan satu Kementrian saja dan tidak lebih dari itu.

Tidak ada yang bisa mematahkan dasar hukum ini, karena jika ingin mematahkan dasar hukum diatas maka argumen hukumnya apa? Jika untuk mematahkan argumen dasar hukum diatas menyebut bahwa dasar hukum diatas sudah tidak berlaku lagi karena ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No 17 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil sebagaimana yang telah diubah dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 28/PERMEN-KP/2014 adalah keblinger dan gagal paham.

Mengapa? Karena sekali lagi ditegaskan bahwa kekuatan hukum yang menjadi landasan hukum dari Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri masih kalah jauh dengan kekuatan hukum yang dikeluarkan oleh Presiden.  Jadi sudah tepat dan benar jika Ahok berpatokan pada Keputusan Presiden No 52/1995 bukan pada Permen apalagi Kepmen.

Tentu landasan hukum dari Keputusan Presiden No 52/1995 menjadi semakin kuat dengan diterbitkannya 4 Surat Gubernur oleh Gubernur DKI saat itu Fauzi Bowo pada 2012. (1).  Surat Gubernur No.1290/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau F kepada PT. Jakarta Propertindo, (2). Surat Gubernur No. 1291/-1.794.2tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau G atas nama PT. Muara Wisesa Samudra, (3) Surat Gubernur No.1292/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau I kepada PT. Jaladri Kartika Pakci, (4) Surat Gubernur No1295/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau K kepada PT. Pembangunan Jaya Ancol, TBK.

Tentu 4 (empat) Surat Gubernur yang dikeluarkan pada tahun 2012 oleh Gubernur DKI saat itu Fauzi Bowo adalah sebagai wujud pelaksanaan atas Keputusan Presiden No.52/1995 tentang Reklamasi. Keputusan Presiden memang harus ada peraturan turunannya dan dalam hal ini Surat Gubernur sudah merupakan turunan dari Keputusan Presiden No 52/1995 tentang Reklamasi.

Dan izin untuk dilakukannya reklamasi Teluk Jakarta menjadi makin kuat dan beralasan secara hukum seiring dengan diterbitkannya Perturan Gubernur No. 121/2012 tentang Penataan Ruang Wilayah Reklamasi Pantura Jakarta. Pergub No 121/2012 ini tentu makin memperkuat Surat Gubernur yang telah dikeluarkan sebanyak empat kali tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun