Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Podomoro Kena Senggol, Ahok Sengaja Disenggolkan, Terjengkang, Semua Terbongkar

5 April 2016   18:57 Diperbarui: 5 April 2016   23:28 3499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ketua Komisi D DPRD DKI, M. Sanusi (Dok:Tribunnews.com)"][/caption] Membahas Basuki Thajaya Purnama atau Ahok memang tak ada habisnya. Setelah sebelumnya Ahok terus disenggol oleh senggolan maut yakni tentang kasus lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang gagal membuat Ahok tersenggol, kini cerita baru terus dimunculkan untuk mengait-ngaitkan dugaan keterlibatan Ahok dalam suap-menyuap Raperda tentang tata ruang dan zonasi terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta yang berujung pada tergoresnya dan hancurnya citra M. Sanusi sebagai Ketua Komisi D DKI Jakarta sekaligus sebagai politisi Gerindra. Ahok seolah terus dihantam, dan terus diusahakan untuk didongkel dari posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Dan hampir 100% usaha tersebut adalah melawan aka sehat dan hanya orang gila yang memahami kehendak sesat tersebut. Bahkan ormas yang mengatasnamakan agama pun seringkali rela menjual agamanya hanya untuk mewujudkan kepentingannya menjatuhkan Ahok.

Front Pembela Islam (FPI). Namanya sangat cantik dan sangat indah akan tetapi keindahan nama dari ormas tersebut tidak diiringi oleh keindahan hati anggota ormasnya yang rela menjual nama ormasnya hanya untuk mendorong jatuh Ahok dari kursinya. FPI yang dalam aksi unjukrasanya menuntut KPK agar segera mengusut Ahok dalam keterlibatan kasus Sumber Waras adalah sangat bertetangan dengan akal sehat.

Kewenangan untuk mengusut kasus Sumber Waras sudah ditangan KPK, dan berulang kali pula pimpinan KPK yang mulia sudah menyebutkan bahwa sampai saat ini tidak ditemukan indikasi korupsi dalam kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

Audit pembelian lahan Sumber Waras adalah berpangkal dari Pemerintah Provinsi DKI yang menolak membeli tanah milik Ketua BPK DKI (Sekarang sudah dicopot) yang lalu kemudian diikuti audit dan menemukan kejanggalan dalam pembelian lahan itu. Namun audit dan hasil akhirnya kejanaggalan tersebut terjawab sudah dengan dicopotnya kepala BPK DKI sebelumnya yang sangat kental akan aroma conflict of interest.

Dan terlepas Ahok yang gagal disenggol Sumber Waras kini Ahok pun disenggol-senggol, dibentur-benturkan dengan suap-menyuap Raperda tentang tata ruang dan zonasi yang berujung pada OTT KPK. Dimana M. Sanusi yang merupakan salah satu politisi Gerindra paling populer di Kebon Sirih tertangkap tangan menerima suap senilai Rp. 1,14 miliar dari PT. Agung Podomoro Land melalui perantara PT. Podomoro Land yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka karena ikut turut serta karena memberikan uang itu kepada M. Sanusi. Tentu jika sebelumnya KPK menyebut kasus ini adalah grand corruption karena melibatkan eksekutif, eksekutif luas tidak hanya Gubernur tetapi bisa pula penjabat eksekutif lainnhya di DKI Jakarta.

Terlebih lagi diketahui bahwa uang suap yang membuat M. Sanusi sampai terpeleset jatuh adalah uang suap tahap kedua yang diterimanya setelah sebelumnya sudah diterima (Baca: Uang suap tahap pertama). Suap-menyuap yang terkait erat dan tidak bisa dipisahkan ibarat benang dan jarum, ibarat kepompong dan kupu-kupu, tentu awal mula suap ini terjad tentu ada latar belakangnya. Tidak ada cerita suap ini terjadi jika tidak ada latar belakangnya. Jika Presider PT. Agung Podomoro sudah ditetapkan sebagai tersangka, bukan status penetapan tersangkanya yang ingin dipermasalahkan disini tetapi kesalahan apa yang dibuat oleh Bos Podomoro sehingga bisa terjerumus dalam kasus M. Sanusi?

Tentu Bos Podomoro tidak akan masuk perangkap permainan besar ini jika tidak ada usulan yang mengusulkan agar kewajiban pengembang diturunkan dari sebesar 15% menjadi hanya sebesar 5%. Tentu ini awal cerita atau cerita awal bagaimana Bos Podomoro terseret dalam kasus ini. Ariesman Widjaja yang sebelumnya diminta menyerahkan diri bisa saja langsung melarikan diri ke luar negeri.

Karena tak ada yang tidak bisa dilakukan oleh orang sekelas Bos  Podomoro. Tetapi yang terjadi apa? Yang terjadi pada malam itu juga Bos Podomoro, Ariesman Widjaja langsung menyerahkan dirinya ke KPK dan rela memakai rompi warna orange. Tentu ada makna yang sangat amat mendalam dibalik menyerahkan dirinya Bos Podomoro. Pertama. Bos Podomoro akan membuka lembaran baru dari kasus ini terutama menyangkut siapa yang menjadi otak uang senilai Rp. 2,14 miliar (yang diserahkan dalam dua tahap).

Kedua. Dengan menyerahkan diri ini membuktikan bahwa Ariesman Widjaja selaku Bos Podomoro sangat kooperatif dengan KPK. Tidak ada niat untuk melarikan diri apalagi menghilangkan barang bukti, toh semua barang bukti sudah disita KPK.

Ketiga. Bos Podomoro akan membuka nama-nama siapa saja yang terlibat dibalik terjadinya penyerahan uang total senila Rp. 2,14 miliar tersebut. Keempat. Bos Podomoro sejujurnya hanya menjadi korban Komisi D DPRD DKI Jakarta karena awalnya dipancing dengan tawaran dari DPRD DKI yang bisa menurunkan kewajiban pengembang dari sebesar 15% menjadi 5%.

Tentu tawaran DPRD DKI adalah awal mula terjadinya tawar-menawar berapa harga yang pas untuk dua Raperda itu terutama yang menyangkut pasal tentang tata ruang dan zonasi, dan juga Podomoro melalui anak usahanya, PT. Muara Wisesa Samudera kepentingannya tidak sebesar dari kepentingan PT. Agung Sedaya Group yang mereklamasi 16 pulau melalui anak usahanya.

Kelima. Bisa dipahami siapa yang memulai terjadinya suaop menyuap disini? Jika kita semua cerdas tentu bisa ditarik kesimpulannya awal mula terjadinya suap adalah ketika munculnya tawaran hingga bisa diturunkan sampai sebesar 10% dari total 15% (terjadi penurunan 10%. 15%-10%=5%).

Keenam. Dengan adanya angka sebesar 5% tersebut, ini sudah membuat DPRD DKI Komisi D bisa menahan-nahan pembahasan dua Raperda itu. Alasannya pun tepat dan cerdas yakni tidak memenuhi kuorum. Ketujuh. Pertanyaanya singkat dan sederhana, bagaimana mungkin hingga berkali-kali sidah ditunda lantaran tidak memenuhi kuorum? Delapan. Yang terbaca justru seolah ada kesepakatan untuk terus menunda-nunda sidang tersebut.

Dan yang jadi kesimpulan akhirnya dengan adanya angka persentase sebesar 5% tersebut, PT. Agung Podomoro Land posisinya langsung terkuci rapat dan tidak bergerak karena angka 5% itu menjadi alat tawar menawar perdagangan pasal-pasal dalam dua Raperda itu. Sembilan. Sebagai orang yang sudah sangat berpengalaman dalam menjalankan bisnis tentu Bos Podomoro, Ariesman Widjaja tidak akan bertingkah laku bodoh, tolol dan dungu karena bisa menjadi pengembang dari proyek reklamasi Teluk Jakarta saja sudah menjadi keberuntungan besar bagi Bos Podomoro. Sepuluh, tentu Bos Podomoro tahu siapa-siapa saja yang seolah memerasnya hingga uang diserahkan melalui perantara dalam dua tahap (Tahap pertama 1 miliar dan tahap kedua senilai Rp. 1,14 miliar, total Rp. 2.14 miliar).

Tentu Bos Podomoro tidak akan diam dan terbungkam oleh permainan grand desain ini, Bos Podomoro akan membuka semuanya nanti dan membeberkannya kepada KPK. Dan yang lebih gila lagi sekarang setelah Bos Podomoro dituduh macam-macam karena adanya barang bukti, ingat unus testis nullus testis (satu saksi bukan bukti). Kini Ahok pun sengaja disenggolkan dengan isu suap yang merebak di DPRD DKI Komisi D.

Loh bagaimana ceritanya menuduh Ahok terlibat dalam kasus itu? Apa alasan hukumnya? Perlu dipahami reklamasi 17 pulau tersebut adalah sudah berdasarkan dasar hukum yakni empat Surat Gubernur yang dikeluarkan oleh Fauzi Bowo. Itu artinya izin reklamasi sudah ada sejak Fauzi Bowo memimpin DKI Jakarta. Tidak beralasan secara hukum menyenggol-nyenggol Ahok atau dengan sengaja Ahok disenggolkan dengan kasus ini.

Lalu argumen hukumnya apa jika bicara Ahok tidak terlibat dalam kasus ini. Pertama. Berdasarkan Keputusan Presiden No 52/1995 khususnya pasal 4 secara eksplisit jelas bahwa wewenang dan tanggung jawab reklamasi Pantura ada di tangan Gubernur Jakarta. Itu artinya dasar hukum reklamasi Pantai Jakarta adalah sepenuhnya berada di tangan Gubernur.

Lalu mengapa diputar-putar sampai ke Kementrian Kelautan dan Perikanan, sebegitu jauhnya diputar-putar kesana. Secara hierarki perundang-undangan, dasar hukum dalam hal ini Keputusan Presiden lebih kuat dan Peranturan Menteri (Permen). Tidak ada cerita kalau kekuatan landasan hukum Keputusan Presiden dibawah Peraturan Menteri (Permen). Sehingga tuduhan dengan cara licik mengait-ngaitkan Ahok dengan tersangkanya M. Sanusi adalah tidak masuk akal dan melawan akal sehat (jika masih sehat). Lalu argumen hukum mengapa Ahok sudah memberikan izin reklamasi Teluk Jakarta?

Argumen hukumnya sangat gampang dan mudah. Yakni bahwa Ahok hanya melaksanakan perintah dari empat Surat Gubernur yang diterbitkan oleh Fauzi Bowo. Yang harus dilaksanakannya yakni karena reklamasi Teluk Jakarta sudah ada dasar hukum yang sudah dikeluarlan atau diterbitkan. Terlebih lagi Ahok sudah memutuskan 15% adalah kewajiban pengenbang untuk menyerahkan hasil reklamasi jika reklamasi selesai dikerjakan.

Selain itu bukti bahwa pembahasan yang terus ditunda-tunda juga kian membuktikan bahwa ada kepentingan tersembunyi dari Komisi D. Maka seluruh anggota Badan Legislasi Daerah DPRD DKI pun harus diperiksa agar tahu penyebab terus ditundanya pembahasan dua Raperda itu. Uang Rp.1 miliar sudah diserahkan dan terus ditunda? Ada apa ini? Upaya yang terbaca adalah agar Ariesman Widjaja terus memberi uang, itu artinya apa? Bos Podomoro adalah korban pemerasan dari Komisi D. Tuduhan kepada Ahok yang disangkut-pautkan dengan suap reklamasi adalah melawan akal sehat dan hanya yabg tidak waras yang berlogika demikian.

Tentu untuk membatalkan reklamasi 17 pulau itu hanya bisa dilakukan dengan cara mencabut 4 Surat Gubernur yang pertama kali dikeluarkan Fauzi Bowo. Ahok tidak bisa tidak menjalankan amanat dari Surat Gubernur tersebut karena dasar hukum keputusan reklamasi Teluk Jakarta sudah ada dasar hukumnya dan itu masih berlaku hingga sekarang. Sehingga kesimpulannya Ahok sengaja disenggolkan dengan kasus ini hanya karena Ahok terlalu bersih juga sudah berdekatan dengan Pilgub DKI.

Baca juga: http://m.kompasiana.com/rickyvinandooo/presdir-podomoro-korban-komisi-d-dprd-dki-jakarta-skenario-m-taufik-m-sanusi-terbongkar-m-taufik-panik_570251bb2ab0bd340929cc05

Baca juga: http://m.kompasiana.com/rickyvinandooo/ahok-terus-disenggol-m-sanusi-terpeleset-kotak-pandora-komisi-d-dprd-dki-jakarta-terbuka_570087a1a623bd86048b4569

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun