Mohon tunggu...
....
.... Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Analis Politik-Hukum Kompasiana |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Teror Bandar Narkoba, MA Bergerak Cepat, Jaksa Agung Jadi Galau

26 Februari 2016   10:44 Diperbarui: 26 Februari 2016   19:08 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Bandar narkotik dan barang bbukti yang diamankan BNN (Dok: BNN)"][/caption] Peredaran narkotika hingga saat ini makin mengancam generasi penerus bangsa. Narkotika terus diedarkan dengan tujuan untuk meraup kepentingan yang sangat besar namun membahayakan bagi perjalanan bangsa Indonesia kedepannya, karena narkotika diedarkan dapat merusak generasi penerus bangsa. Narkotika harus diperangi dengan cara-cara yang masif. Indonesia sebenarnya sudah perang dengan narkotika, namun hingga kini peredaran barang haram itu seolah tak pernah berhenti. Bahkan lembaga permasyarakatan (LP) justru menjadi tempat yang aman bagi para bandar untuk mengendalikan pabrik maupun penjualan barang haram tersebut.

Mencuatnya nama Ivan Haz, Putra Mantan Wakil Presiden Hamza Haz yang tertangkap membeli narkotika pada anggota Kostrad adalah bukti makin tidak terbedungnya peredaran gelap narkotika. Berbagai upaya pun telah dilakukan oleh pemerintah, namun para bandar maupun pengedar tampaknya tidak pernah takut dan tidak pernah berhenti untuk menebar racun pembunuh masa depan generasi penerus bangsa itu. Tentulah keberanian para bandar dan pengedar ini membuat Jokowi pun terusik. Jokowi bahkan meminta pemberantasan peredaran narkotika dilakukan lebih gila lagi, hal ini jelas bukan mengada-ada, karena saat ini bangsa Indonesia sudah dikepung oleh racun yang dapat memutuskan masa depan para generasi penerus bangsa.

Jokowi pun sebelumnya telah menyatakan perang terhadap narkotika, itu artinya pemerintahan Jokowi tak mau main-main lagi dengan narkotika, karena dampak narkotika adalah sangat buruk bagi perjalanan bangsa Indonesia kedepan. Namun sebelum Jokowi memerintahkan agar pemberantasan narkotika dilakukan lebih gila lagi, hal ini sudah terlebih dahulu diamini oleh Kepala BNN, Budi Waseso. Jokowi memang tak salah pilih untuk menjadikan ‘’Buwas’’ sebagai tandemnya untuk memberantas narkotika.

Dalam beberapa kesempatan nampak BNN makin cepat dan makin berani serta makin gila untuk menangkap dan menumpas pelaku jaringan para pelaku pengedar maupun bandar narkotika, karena keberadaan BNN memang dibutuhkan untuk membongkar peredaran gelap barang haram tersebut. Narkotika sudah menjangkau ke semua golongan, tak hanya golongan bawah tetapi hingga golongan menengah ke atas dan golongan ke atas.  Bahkan termasuk anak SD pun sudah bisa memakai barang haram tersebut. Sungguh inilah yang makin membuat Jokowi khawatir akan nasib dan perjalanan bangsa Indonesia kedepan.

Bahkan tak lama setelah Jokowi meminta agar pemberantasan narkotika agar dilakukan lebih gila lagi, hal itu langsung diamini oleh Mahkamah Agung, sebagai badan lembaga peradilan tertinggi, Mahkamah Agung pun langsung bergerak cepat dengan mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa hukuman mati tidaklah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Wajar saja Mahkmah Agung brergerak cepat setelah Jokowi mmeinta agar pemberantasan narkotika dilakukan dengan lebih gila lagi, karena saat ini bangsa Indonesia sedang terancam akan terbunuhnya banyak generasi pereus bangsa akibat peredaran gelap narkotika yang sangat mudah dijangkau.

Selama ini pemerintahan Jokowi sudah melaksanakan eksekusi mati hingga jilid 2, namun hingga kini pelaksanaan eksekusi mati jilid 3 terhadap para bandar narkotika juga masih belum jelas kapan akan dilaksanakan. Namun jika menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Jokowi, itu artinya pelaksanaan eksekusi mati jilid 3 terutama untuk para bandar narkotika harus dilakukan dalam waktu dekat ini.

Bagi Jokowi, narkotika sudah terlalu mengancam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena mau dibawa ke mana arah bangsa ini jika para generasi penerus bangsa mati akibat masifnya peredaran barang haram tersebut. Pelaksanaan eksekusi mati jilid 3 seharusnya memang sudah harus dilaksanakan dalam waktu dekat, karena saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi maut besar yakni terus berjatuhannya korban akibat narkotika yang juga sebagai bentuk pembunuhan terhadap masa depan generasi penrus bangsa.

Namun permintaan Jokowi agar pemberantasan narkotika agar dilakukan lebih gila lagi ini justru ditanggapi santai oleh Jaksa Agung, H.M Prasetyo. Prasetyo justru seolah-olah mencari alasan dengan menyebut bahwa saat ini belumlah waktunya untuk pelaksanaan eksekusi mati jilid 3 , karena yang penting adalah menjaga kestabilan ekonomi terdahulu. Jelas itu hanyalah alasan-alasan yang sama sekali tidak mendasar, karena jelas pula pesan yang ditangkap dari permintaan Jokowi tersebut bukan hanya pemberantasan narkotika yang dilakukan dengan lebih gila lagi tetapi juga bermakna para pelaku bandar narkotika sudah harus sesegera dieksekusi mati.

Jelas saja permintaan Jokowi tersebut membuat Jaksa Agung makin kebingungan, berbagai alasan yang tak masuk akan pun makin mmebuktikan bahwa Jaksa Agung sebenarnya tidak mampu untuk segera melaksanakan eksekusi mati. Ini berbeda dengan Mahkamah Agung yang langsung mengamini permintaan Jokowi, yakni dengan langsung mengeluarkan pernyataan bahwa hukuman mati tidaklah melanggar HAM, Itu artinya Jaksa Agung harusnya sejalan dengan Mahkamah Agung, karena saat ini bangsa ini sedang dalam keadaan gawat darurat akan peredaran gelap narkotika.

Seharusnya Jaksa Agung sadar dan segera mengambil keputusan tentang pelaksanaan eksekusi mati jilid 3 terutama untuk bandar dan pengedar narkotika, karena ancaman narkotika  sudah tidak main-main lagi dan jika Jaksa Agung terus menganggap enteng ini, maka sia-sia saja upaya gila BNN yang terus memberantas narkotika. Sikap seolah tak peduli yang ditunjukkan Jaksa Agung juga seolah terlesan memberi ruang bagi para bandar untuk bebas mengedarkan barang haram itu, makna ini ditangkap setelah alasan yang dibuat oleh Jaksa Agung sendiri yakni demi menjaga kestabilan ekonomi.

Jaksa Agung tak perlu takut-takut untuk mengambil keputusan tentang pelaksanaan eksekusi mati, karena tak ada lagi alasan untuk menunda-nunda pelaksanaan eksekusi mati, karena hukuman mati memag tidak melanggar HAM, Karena sesungguhnya hak asasi setiap orang itu dibatasi hak asasi orang lain. Bahkan hingga saat ini pun hukuman mati masih menjadi bagian dari hukum positif Indonesia, itu artinya alasan tersebut mencerminkan bahwa Jaksa Agung sebenarnya tidak mampu menjadi jaksa tertinggi untuk mengambil sebuah keputusan yang besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun